Kala Sumsel jadi Daerah Percontohan Pengembangan Energi Terbarukan

  • Sumatera Selatan, jadi provinsi percontohan pengembangan energi terbarukan. Daerah ini sudah mulai bangun pembangkit energi terbarukan, antara lain pembangkit biomassa dari sekam padi dan energi surya.
  • Daerah bisa mengembangkan energi terbarukan sesuai potensi daerah masing-masing.
  • Contoh, pembangkit biomassa sekam padi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2018, luas sawah Indonesia mencapai 7,1 juta hektar. Kalau proyek percontohan ini bisa meluas ke daerah lain, Indonesia bisa hasilkan 35.500 MW listrik dengan energi terbarukan. Syaratnya, lokasi limbah dan pabrik terintegrasi.
  • Perlu peran serta dan dukungan kuat pemerintah daerah agar komitmen pengembangan energi yang sudah dicanangkan pusat, berjalan.

 

 

Sumatera Selatan, mulai mengembangkan energi energi terbarukan ataupun energi ramah lingkungan. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman jadikan Sumatera Selatan, sebagai proyek percontohan provinsi yang mengembangkan dan pemanfaatan energi terbarukan. Daerah ini mengembangkan energi terbarukan seperti pembangkit listrik tenaga surya, maupun biomassa dari sekam padi.

Pemeritah telah menyusun target bauran energi terbarukan dalam rencana energi nasional (RUEN), 23% pada 2025 atau sekitar 45.000 megawatt (MW), paling sedikit 31% pada 2050. Hingga kini, kontribusi energi terbarukan dalam bauran energi nasional baru sekitar 12%.

Sebagai negara tropis, agraris dan maritim, Indonesia memiliki potensi besar pengembangan energi terbarukan, tergantung wilayah masing-masing.

”(Indonesia) sejatinya kaya sumber energi terbarukan. Sumatera Selatan, patut dicontoh karena berhasil memanfaatkan matahari dan limbah sekam padi jadi pembangkit listrik,” kata Agung Kuswandono, Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa saat Kaji Banding PLTS dan PLTBm Sekam Padi di Palembang, April lalu.

Sumsel, katanya, tak jauh berbeda dengan beberapa kota kebanyakan di Indonesia. Ia punya sawah luas dan tersinari matahari. Dua sumber energi, sekam padi dan surya pun berpeluang besar.

Agung yakin, tak hanya Sumsel, daerah lainpun bisa mandiri energi karena mampu memanfaatkan potensi energi terbarukan di wilayah masing-masing.

”Kalau kita menginginkan penghematan finansial, lingkungan bersih, bisa membangun pembangkit listrik energi terbarukan. Semangat ini tak hanya untuk memenuhi target bauran energi terbarukan, juga kepentingan masyarakat Indonesia, agar kian produktif, maju dan sejahtera,” katanya seraya berharap,    aksi Palembang diikuti daerah lain.

Sekam padi bisa jadi sumber energi biomassa. Foto: Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Potensi energi sekam padi

Adalah PT Buyung Poetra Sembada, yang mengelola lahan sawah sekitar 200 hektar. Untuk memasok keperluan pabrik, 20% bermitra dengan masyarakat. Pabrik yang terletak di Kabupaten Ogan Ilir ini memiliki inovasi baru. Ia jadi pelopor pembangunan pembangkit listrik tenaga biomassa (PLTBm) sekam padi di Indonesia. Rencananya, PLTBm ini beroperasi kuartal III 2019.

Sebagai negara agraris, potensi pengembangan PLTBm sekam padi sangatlah besar. Hanya perlu terintegrasi antara lokasi penggilingan, pabrik dan pengumpulan limbah. Peluang ini pulalah yang ditangkap BPS. Lokasi PLTBm berjarak 100 meter dari pabrik, hingga tak memerlukan biaya transportasi angkut limbah.

Rudy Rinaldy, Manager Utility BPS mengatakan, kapasitas 3 megawatt untuk keperluan listrik pabrik. Sekitar 2,5 MW untuk pabrik dan 0,5 MW operasional pembangkit itu sendiri.

Sampai April, pembangunan sudah 95% dengan investasi US$1.5 juta-1.7 juta, setara Rp20 miliar per MW. Pabrik ini akan mendapatkan keuntungan atau balik modal setelah tiga tahun pertama beroperasi.

Selama ini, katanya, limbah selalu jadi masalah bagi pabrik. Ia ditumpuk begitu saja, tidak terpakai. Kadang jadi pakan ternak atau buat bakar batu bata. “Tetapi kuantitas sangat kecil hingga tidak berdampak,” kata Solihin, Project Manager Pembangunan PLTBm Sekam Padi BPS.

Setiap hari, BPS hasilkan limbah sekam pabrik sampai 120 ton dari kapasitas pabrik 600 ton per hari. Kalau ada kelebihan energi, kata Rudi, mereka tertarik menjual ke PT PLN dengan skema harga excess power untuk mengitung pengembalian investasi (return on investment) proyek.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2018, luas sawah Indonesia mencapai 7,1 juta hektar. Kalau proyek percontohan ini bisa meluas ke daerah lain, Indonesia bisa hasilkan 35.500 MW listrik dengan energi terbarukan. Syaratnya, lokasi limbah dan pabrik terintegrasi.

Angka ini, katanya, sama dengan target pemerintah yang hendak membangun pakai PLTU batubara, dengan kerusakan lingkungan parah.

Solihin pun menyebutkan, limbah sisa proses PLTBm ini hanya 5-10% dari produksi. ”Dengan PLTBm kita bisa menangani limbah lebih efisien, tak terjadi pencemaran.”

Menurut Rudi, proses pembangunan tak mengalami kendala berarti karena mendapat dukungan penuh pemerintah daerah.

Herman, Sekretaris Daerah Ogan Ilir menyambut baik inisiatif swasta mengembangkan energi terbarukan berbasis potensi daerah. ”Kami senang, melalui pabrik ini, bisa menyerap tenaga kerja, karena mayoritas adalah masyarakat lokal.”

 

Pembangkit surya di Sumatera Selatan. Foto: Lusia Arumingtyas/ Mongabay Indonesia

Dia berharap, langkah ini bisa terduplikasi di wilayah lain yang juga jadi lumbung padi. Ogan Ilir, salah satu lumbung padi Sumsel. ”Kami siap mendukung dan beri kemudahan perizinan. Demi penyerapan tenaga kerja lokal dan lingkungan lebih bersih.”

Pemerintah kabupaten bersama Kementerian Pertanian, bekerja sama mencetak sawah baru seluas 40.000 hektar. Seluas 10.000 hektar sudah jalan.

Tak hanya sekam padi, Sumsel pun memiliki pembangkit listrik tenaga surya (PLTSa) Jakabaring. PLTS ini terkenal karena beroperasi untuk kawasan fasilitas olahraga Jakabaring Sport City Palembang dan mendukung Asian Games 2018.

Pembangkit berkapasitas 2 MW ini merupakan PLTSa terbesar di Sumatera. Pembangunan PLTSa Jakabaring merupakan kerjasama (joint crediting mechanism/JCM), antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang, dalam kaitan pembangunan rendah karbon untuk pencegahan perubahan iklim.

Pengembangan PLTSa ini, mendapatkan bantuan dari Jepang melalui Sharp Corporation didukung Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumsel.

PLTSa ini, seluas dua hektar dengan 5.248 panel dan dalam pertahun bisa menghasilkan listrik hingga 1.897 MW dan mampu mengurangi emisi karbon sekitar 1.303 ton CO2.

”Kita harus memikirkan ke depan dan visioner. Secara ekonomis agak berat, regulasi masih belum mendukung,” kata Arief Kadarsyah, Direktur Utama PDPDE Sumsel PLTSa Jakabaring.

Total investasi US$139 juta, US$83 juta dari investasi swasta Indonesia dan US$56 subsidi Pemerintah Jepang.

Dia bilang, hal paling berat adalah persiapan lahan, karena belum ada penimbunan dan lahan kurang labil. Meski demikian, pembangunan berjalan lancar karena komitmen pemerintah daerah cukup kuat.

Dari sisi keuangan, regulasi pemerintah terkait pengembangan energi terbarukan masih menjadi tantangan, antara lain, pendanaan proyek atau bank, bea cukai dan perpajakan.

”Hingga kini bank masih belum support energi terbarukan.”

Arief mengatakan, PDPDE akan membangun PLTSa di Pulau Bangka dengan potensi energi 10 MW.

Gas

Pemerintah Sumsel juga punya pembangkit tenaga gas alam, yang dinilai lebih ramah lingkungan. Berbeda dengan PLTSa Jakabaring dan PLTBm Sekam Padi Ogan Ilir, PLTG compressed natural gas di Ogan Ilir, lebih dahulu lahir pada 2013 dengan kapasitas 3x 18 MW.

Pemerintah kota mendukung angkotan kota dan taxi (Blue Bird) turut serta penggunaan bahan bakar gas. ”Sudah tiga tahun saya gunakan BBG, sangat hemat,” kata Davijan Rumengan, sopir mobil online, saat ditemui di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) Demang Lebar Daun.

Meski pakai BBG, dia tetap melakukan campuran dengan BBM. Alasannya, menemukan SPBG tak semasif SPBU, terutama saat keluar kota.

Pada 2016, Ismail harus merogoh kocek Rp15-17 juta untuk memasang alat converter kit. Meski demikian, keuntungan lebih besar. Bahkan, bisa menghemat sampai dua kali lipat.

”Tarikan gas tak terlalu berpengaruh, cocok untuk jalan kota dan hemat,” katanya.

Davijan tertarik karena tahu dari sosialisasi pemerintah, lalu mencoba memasang alat. ”Bisa mengurangi polusi dan lebih hemat.”

Sumber: Mongabay.co.id

 

× Hubungi Kami Untuk Pemesanan