Menanti Adu Gagasan Politik Lingkungan dalam Debat Capres Putaran Kedua

  • Pada 17 Februari nanti, debat putaran kedua capres-cawapres berlangsung dengan tema pangan, energi, sumber daya alam, lingkungan dan infrastruktur
  • Organisasi masyarakat sipil menekankan, dalam debat putaran kedua nanti, para kandidat bisa mengelaborasi permasalahan lingkungan dengan baik, bisa membahas komitmen dan strategi mengatasi persoalan lingkungan. Kedua paslon berani berdebat pada level substansi dan menjangkau problem mendasar persoalan lingkungan dan sumber daya alam. Bukan hanya sebatas isu lingkungan di permukaan
  • KPU diminta memilih panelis yang memiliki kompetensi dan integritas. Orang-orang yang memiliki catatan buruk dalam agenda perlindungan lingkungan, terlebih yang membela perusak lingkungan sebaiknya tidak ditunjuk menjadi panelis
  • Beberapa usulan isu bisa jadi bahasan atau pemantik dalam debat putaran kedua, seperti anak kecil banyak meninggal di lubang bekas tambang batubara, kebakaran hutan dan lahan, kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan dan agraria serta transisi dari energi fosil, batubara ke energi terbarukan yang ramah lingkungan.

 

 

 

Putaran kedua debat calon presiden (capres)-calon wakil presiden (cawapres) akan berlangsung pada 17 Februari mendatang. Tema yang diangkat mengenai pangan, energi, sumber daya alam, lingkungan dan infrastruktur. Organisasi masyarakat sipil memberikan berbagai masukan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU), antara lain, Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL), audiensi dengan KPU Selasa (22/1/19). Masukan juga datang dari Walhi dan Publish What You Pay (PWYP) Indonesia.

“Salah satu poin masukan kita kemarin, bagaimana segmentasi itu tidak terlalu kaku. Hingga isu-isu yang sebenarnya memiliki keterkaitan, bisa langsung dibahas oleh para kandidat dengan durasi yang cukup,” kata Raynaldo Sembiring, Deputi Direktur ICEL di Jakarta, Kamis (24/1/19).

Dia mengatakan, kelima tema dalam debat putaran kedua memiliki keterkaitan satu dengan yang lain. Harapannya, dalam debat putaran kedua nanti, para kandidat bisa mengelaborasi permasalahan lingkungan dengan baik. Mereka bisa membahas komitmen dan strategi mengatasi persoalan lingkungan.

Dia juga soroti pemilihan panelis. “Panelis memiliki peran penting dalam debat ini. Kami berharap, panelis yang ditunjuk memiliki rekam jejak dan pengalaman yang baik terhadap lingkungan,” kata Dodo, panggilan akrabnya.

ICEL mendorong, KPU memilih panelis yang memiliki kompetensi dan integritas. Orang-orang yang memiliki catatan buruk dalam agenda perlindungan lingkungan, katanya, terlebih yang membela perusak lingkungan sebaiknya tidak ditunjuk menjadi panelis.

KPU, katanya, biasa menunjuk panelis berasal dari akademisi. KPU, hendaknya memilih akademisi yang secara keilmuan dan integritas bisa dipercaya. Sebab, katanya, tak jarang akademisi justru memanfaatkan keilmuan yang dimiliki untuk membela perusak lingkungan.

Keberagaman panelis juga bagus, katanya, tak hanya akademisi juga aktivis lingkungan maupun jurnalis.

KPU, katanya, bisa melacak siapa calon panelis yang berintegritas dan mampu membangun komunikasi dengan organisasi masyarakat sipil yang selama ini bekerja untuk isu penyelamatan lingkungan dan sumber daya alam.

“Penting untuk kedua calon masuk kepada perdebatan yang konseptual dan strategis.”

Khalisah Khalid, Ketua Tim Adhoc Politik Keadilan Ekologis Walhi Nasional mendorong, kedua paslon berani berdebat pada level substansi dan menjangkau problem mendasar persoalan lingkungan dan sumber daya alam. Bukan hanya sebatas isu lingkungan di permukaan.

“Tema kedua ini urgen mengingat makin meningkatnya bencana ekologis, kebakaran hutan dan ekosistem rawa gambut yang terus membayangi beberapa provinsi di Indonesia. Juga konflik lingkungan, sumber daya alam dan agraria terus terjadi,” kata Alin, sapaan akrabnya.

Dia berharap, debat putaran pertama tidak terjadi lagi karena cenderung penuh dengan tipu muslihat yang sebenarnya tak substansial dan tak menyentuh persoalan mendasar.

Alin contohkan, ketika berbicara mengenai hak asasi manusia, sebenarnya hak atas lingkungan juga termasuk HAM. “Fakta pelanggaran HAM ekonomi dan sosial, seperti perampasan tanah, ketimpangan penguasaan sumber daya alam dan agraria, tata kelola sumber alam buruk dan lain-lain tidak muncul di permukaan,” katanya.

Dia khawatir, kalau antar segmen dalam debat putaran kedua nanti lebih parsial. Dia ingin, persoalan lingkungan dan sumber daya alam terelaborasi lebih mendalam. Dengan begitu, publik bisa mengetahui sejauh mana integritas kedua paslon dalam melihat isu ini.

“Kami menantang kedua paslon ini untuk menjawab sengkarut sumber daya alam. Indonesia masih bertumpu pada industri ekstraktif dan dalam praktik penuh pelanggaran HAM, koruptif.”

Dia juga berharap, kedua paslon bisa menyampaikan tawaran atau agenda maupun strategi membangun sistem hukum yang membuat efek jera bagi penjahat lingkungan. “Sebagian besar aktornya, korporasi dan berelasi juga dengan kekuasaan,” katanya.

Menurut Alin, beberapa kasus bisa jadi bahasan atau pemantik dalam debat putaran kedua, seperti anak kecil banyak meninggal di lubang bekas tambang batubara, kebakaran hutan dan lahan, kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan dan agraria.

“Walhi sendiri sebenarnya membangun komunikasi dengan KPU sejak 9 Agustus tahun lalu. Kita meminta tema lingkungan masuk dalam debat. Jadi kita membangun satu argumentasi urgensi mengapa tema lingkungan penting diangkat,” katanya.

Alin bilang, Walhi juga menyampaikan usulan-usulan pertanyaan dengan harapan bisa dielaborasi lebih jauh oleh tim panelis. “Tentu saja kami bersedia diajak berdiskusi lebih jauh oleh tim panelis jika memang dikehendaki.”

Beberapa usulan pertanyaan yang disampaikan kepada KPU, katanya, antara lain mengenai problem struktural sumber daya alam dan lingkungan, kebakaran hutan dan lahan, korupsi sumber daya alam, upaya menahan laju emisi sesuai Perjanjian Paris, meninggalkan ketergantungan dari bahan bakar fosil menuju energi terbarukan dan lain-lain.

Maryati Abdullah, Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia mengatakan, KPU perlu melakukan perbaikan dalam format debat capres-cawapres. Juga meningkatkan kualitas dan kedalaman isu-isu prioritas.

Dengan begitu, katanya, debat putaran kedua, masing-masing paslon bisa menerjemahkan visi-misi dengan jelas, lugas, otentik, menjawab persoalan, dan menawarkan solusi untuk perbaikan kualitas lingkungan dan sumber daya alam jika terpilih nanti.

Energi terbarukan, salah satu sumber angin, begitu besar di Indonesia, tetapi masih minim dimanfaatkan. Foto: Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia

Tema debat putaran kedua ini, katanya, sangat strategis karena jadi jantung ketahanan ekonomi dan pembangunan nasional. Indonesia dianugerahi sumber daya alam dan potensi ekonomi besar baik dalam bumi, air dan kekayaan alam lain. Dengan begitu, katanya, harus benar-benar terkelola sejalan dengan mandat konstitusi demi kepentingan rakyat, masa sekarang maupun mendatang. “Jangan sampai karena ketidakcakapan pemimpin mengelola sumber daya alam, anugerah berlipat ganda ini alih-alih menjadi berkah, justru jadi jebakan pembangunan.”

Dia berharap, KPU dapat mengangkat isu-isu prioritas dan penting di sektor energi dan tata kelola migas, pertambangan, serta sumber daya alam yang selama ini jadi permasalahan dan tantangan bersama.

“Ini penting agar dapat jadi bahan diskusi dan pendidikan politik bagi kandidat, peserta pemilu, maupun pemilih untuk perkembangan demokrasi, substantif dan rasional,” katanya.

Sejumlah aspek penting yang menjadi masukan, katanya, antara lain mengenai aspek ketahanan energi baik sisi konsistensi kebijakan dan reformasi regulasi, strategi pencadangan dan pengusahaan, pengembangan infrastruktur dan hilirisasi, pengendalian dan pengawasan. Juga soal fiskal dan subsidi energi, maupun agenda transisi energi dari berbasis fosil ke energi terbarukan yang bersih bagi lingkungan dan berkelanjutan.

“Kemudian aspek tata kelola sumber daya alam. Baik sisi pengelolaan perizinan dan kontrak, dinamika desentralisasi, hilirisasi dan divestasi, pengelolaan penerimaan negara dan pajak, penerapan sistem anti-korupsi, hingga mitigasi dampak sosial dan lingkungan dari pengelolaan sektor energi dan sumber alam,” katanya.

Maryati juga mengapresiasi KPU, yang telah terbuka dan menerima masukan publik dalam penyelenggaraan pemilu 2019 ini.

Sumber: Mongabay.co.id

 

 

KPK Soal Izin Lahan Sawit dari KLHK: ‘That’s Not Acceptable’

Jakarta, CNN Indonesia — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkritik Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) terkait pelepasan hutan produksi untuk perkebunan kelapa sawit di Buol, Sulawesi Tengah. Sebab, lahan itu didapat dalewat penyuapan.

“Saya baru dengar bahwa lahan dulu yang dikeluarkan dengan cara suap itu pelepasan kawasan hutannya sudah terjadi beberapa bulan terakhir, dan that’s not acceptable di mata KPK,” kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dalam acara diskusi “Melawan Korupsi di Sektor Sumber Daya Alam” di gedung KPK, Jakarta, Jumat (25/1).

Menurut Syarif, pelepasan hutan produksi tersebut agak sensitif karena sebelumnya terkait kasus suap mantan Bupati Buol Amran Abdullah Batalipu yang memberikan izin perkebunan kepada Siti Hartati Murdaya selaku Direktur PT Hardaya Inti Plantation (HIP) atau PT Cipta Cakra Murdaya (CCM).

“Ini agak sensitif, tetapi harus saya katakan karena pelepasan prinsip itu dulu dia dapat dari Amran Batalipu dengan disuap oleh Hartati. Sekarang pelepasan kawasannya diberikan lagi kepada dia. That’s not acceptable,” cetus Syarif.

KPK pun meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) harus introspeksi diri soal itu.

“Seharusnya izin prinsip itu tidak jadi karena didapatkan dengan menyuap,” ujar Syarif.

Keputusan Menteri (Kepmen) yang dipermasalahkan adalah Keputusan Menteri LHK Nomor SK.517/MenLHK/Setjen/PLA.2/11/2018 tentang Pelepasan dan Penetapan Batas Areal Pelepasan Kawasan Hutan Produksi Yang Dapat Dikonversi Untuk Perkebunan Kelapa Sawit Atas Nama Hardaya Inti Plantations di Kabupaten Buol, Provinsi Sulawesi Tengah, seluas 9.964 hektare.

Akibat penerbitan kepmen tersebut, Hardaya Inti Plantations (HIP) pun mendapatkan izin untuk mengelola lahan seluas hampir 10.000 ha di Buol.

Penyusunan RPJMN Sektor Kehutanan Masih Berbasis Ekonomi?

  • Draf RPJMN 2020-2024 sektor kehutanan sedang disusun dengan lima elemen penataan ulang (redesain) pembangunan hutan Indonesia, yakni redesain pemerintahan hutan, pemanfaatan hutan, pemantauan hutan, pengelolaan hutan dan jasa/nilai hutan
  • Hutan masih dilihat hanya sebagai sumber ekonomi untuk menaikkan pendapatan ekonomi hingga kian menyusut dan melepaskan emisi karbon dan menaikkan suhu bumi serta mengancam keberlanjutan kehidupan manusia
  • Kalau menganut pembangunan berkelanjutan yang memuat sustainabilitas sistem ekonomi, sosial dan ekologi, maka pola pertanian harus berubah dari deforestasi ke pertanian yang menciptakan nilai tambah sumber daya alam
  • Perlu ada cara berpikir baru dalam penetapan perencanaan nasional kehutanan. Begitu pula pola pikir perencanaan pembangunan dari mengeksploitasi hutan jadi menyelamatkan hutan untuk kehidupan manusia.

 

 

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/ Bappenas) menggelar konsultasi publik nasional untuk penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2020-2024 sektor kehutanan. Berbagai kalangan menilai draf RPJMN masih berpola pikir ekonomi semata.

”Ini terlalu economy oriented, tak ada aspek ekologi dan tidak ada aspek sosial. Bisa tidak kita bongkar dokumen ini?” kata Emil Salim, Menteri Lingkungan Pertama Indonesia memberikan catatan kritis soal draf background study RPJMN ini.

Dia menekankan, penyusunan RPJMN perlu mengubah sudut pandang, tak hanya pembangunan ekonomi juga mempertimbangkan lingkungan dan sosial.

Saat ini, katanya, pola pikir dan perencanaan harus diubah, dengan menempatkan penyelamatan ekosistem hutan sebagai fokus afar fungsi ekosistem alami berjalan.

”Karena itu pola pikir perencanaan pembangunan harus diubah dari mengeksploitasi hutan jadi menyelamatkan hutan untuk kehidupan manusia,” katanya.

Selama ini, hutan selalu jadi sebagai sumber ekonomi untuk menaikkan pendapatan ekonomi. Dampaknya, hutan kian menyusut dan melepaskan emisi karbon hingga menaikkan suhu bumi dan mengancam keberlanjutan kehidupan manusia.

Dalam RPJMN itu, salah satu menggunakan pendekatan sistem ekologi yang terbagi dalam tujuh region, yang nanti akan dibagi lagi dalam ekoregion, yakni, Sumatera, Jawa, Bali Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua.

Redesign pembangunan hutan dalam tujuh region mengabaikan kondisi geologis lempeng tektonis Euro-Asia, Australia, Pasifik, beda ekosistem akibat Wallace Line,” katanya.

Tak hanya itu, redisain pun dipengaruhi Samudera Hindia dan Pasifik pada kawasan khatulistiwa, serta dampak cincin api. “Hingga, perbedaan ekosistem dalam tujuh region ini pun mempengaruhi pembangunannya. Karakter hutan pada region itupun berbeda-beda.”

Perbedaan ekosistem dari masing-masing wilayah, katanya, harus diperhitungkan dengan pendekatan ekosistem mengacu sistem pembangunan berkelanjutan.

”Jika membangun Indonesia dengan alur pikiran keberlanjutan, ekologi, ekonomi dan sosial, perbedaan masing-masing ekosistem di pulau harus diperhitungkan,” katanya.

Dia bilang, melihat dari tutupan lahan nasional, kenaikan deforestasi terjadi karena lahan pertanian. Kalau melihat data 2000-2017, pola pertanian dengan pemberian lahan mencapai 50%, meski kontribusi ekonomi hanya 11% terhadap ekonomi nasional.

Emil melihat, ini jadi tak efisien dan merugikan lingkungan, melepas emisi karbon dan menghilangkan keragamanhayati.

Dengan pola pembangunan berkelanjutan yang memuat sustainabilitas sistem ekonomi, sosial dan ekologi, maka pola pertanian harus berubah dari deforestasi ke pertanian yang menciptakan nilai tambah sumber daya alam.

Emil juga menyoroti dalam dokumen ini tak ada peranan kedudukan dan kehidupan masyarakat adat yang erat kaitan dengan hutan itu sendiri. ”Hutan hanya dilihat sebagai pohon, air, karbon, untuk biodiversiti. Padahal, pemerintah mengakui sendiri kemampuan masyarakat adat dalam mengelola hutan secara berkelanjutan.”

Potensi korupsi kehutanan

Berdasarkan data Anti-Corruption Clearing House KPK hingga Mei 2018, terdapat 12 kasus korupsi sektor Sumber Daya Alam terutama sektor kehutanan, terkait penyalahgunaan wewenang dan penyuapan. Lebih 24 pejabat proses hukum. Bahkan, satu kasus Azmun Ja’far kerugian negara mencapai Rp1,2 triliun.

KPK menyatakan, korupsi tak semata karena sistem administrasi pemerintahan, juga persoalan kelembagaan, yakni, keterbukaan informasi, jejaring dan jaringan kekuasaan.

Hariadi Kartodihardjo, Guru Besar Kebijakan Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) menyebutkan, draf ini masih belum melihat ruh tata kelola dalam perencanaan itu. ”Fakta lapangan atau sosial politik tak pernah menjadi variabel utama. Ini selalu diasumsikan sebagai parameter pendukung,” katanya.

Begitu juga dalam penyelesaian masalah, tidak ada pemetaan sosial. Padahal, dalam penyusunan program atau kegiatan perlu ada informasi keragaman dan kedalaman masalah. Hal itu, katanya, tidak ada dalam penetapan tata kelola ini.

Begitu juga masalah kinerja, kata Hariadi, unit kerja di semua lembaga dipaksa mencapai outcome padahal kerja yang sesungguhnya hanya untuk capaian administrasi. ”Begitu juga rendahnya kapasitas lembaga dan ukuran keberhasilan biasa tidak menyatakaan kenyaataan keberhasilan di lapangan.”

Untuk itu, katanya, perlu ada cara berpikir baru dalam penetapan perencanaan nasional kehutanan.

 

 

***

”Hutan jadi masa depan kita, selain mendapatkan mata pencaharian, juga memberikan warisan generasi ke depan,” kata Nur Hygiawati Rahayu, Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air Bappenas saat pemaparan draf background study RPJMN 2020-2024, di Jakarta, akhir tahun lalu.

Pada sektor kehutanan, draf studi RPJMN 2020-2024 jadi langkah pemerintah dalam mendesain ulang pembangunan hutan Indonesia. Nantinya, landasan redesain ini jadi peta jalan pembangunan hutan 2045.

Adapun lima elemen penataan ulang (redesain) pembangunan hutan Indonesia, yakni redesain pemerintahan hutan, pemanfaatan hutan, pemantauan hutan, pengelolaan hutan dan jasa/nilai hutan.

Melalui landasan itu, pada 2025, Indonesia sudah memiliki kemantapan penataan dan penggunaan kawasan hutan dan hingga 2045 sumber daya hutan bisa membawa pada kedaulatan pangan, energi, dan air.

“Tahun 2045, pergerakan ke depan kita tahu sumber daya hutan itu sangat erat dengan kedaulatan pangan, energi dan air. Kita ke depan akan menguasai pangsa pasar dunia dari produk hasil hutan.”

Pengembangan masterplan pembangunan kehutanan menuju 2045 ini berlandaskan sinergi rencana kehutanan tingkat nasional, rencana pembangunan jangka panjang, dan dokumen National Determined Contribution Indonesia.

Implementasi ini menggunakan prinsip, antara lain, menjembatani prinsip trade-off antara tujuan pertumbuhan ekonomi makro dengan tujuan nilai penting jasa ekosistem sumber daya hutan, mewujudkan proses pengambilan keputusan berlandaskan pengetahuan dan fakta (science and evidence based policy making process). Juga mengacu integrated landscape approach dan menerapkan prinsip transparansi dan partisipatif dalam menyusun kebijakan.

Dilihat kecenderungan, katanya, sumber daya hutan sekarang akan berkurang mengingat jumlah penduduk bertambah hingga keperluan lahan juga meningkat.

”Tentu dari tren kecenderungan, kita tidak bisa lihat dari kebutuhan ekonomi kemudian lingkungan, tidak bisa siapa yang dahulu tapi harus berjalan beriringan,” katanya.

Melalui langkah penataan kembali dan pengelolaan hutan, katanya, Indonesia mampu mencegah pelepasan emisi karbon ke udara dan tetap menjaga keragamanhayati.

Adapun, penyusunan redesain kawasan hutan ini, Bappenas menghitung antara lain melalui indeks daya dukung dan daya tampung lingkungan, kemudian berdasarkan wilayah yang memiliki high conservation value atau keragamanhayati dan penyimpanan karbon tinggi.

Berdasarkan draf masterplan redesain pembangunan hutan Indonesia, terdapat 72.330.909 hektar jadi arahan optimasi ke hutan lindung. Nur berharap, luasan hutan ini tidak berubah fungsi.

Kalau dihadapkan pada pilihan rehabilitasi, proses ini dinilai memerlukan waktu lama. Luasan hutan itu, katanya, sangat baik tak hanya dari sisi keragamanhayati, juga secara sosial konflik masih sangat kecil, bahkan tak ada.

Dia bilang, ada 7,4 juta hektar alokasi penggunaan lain (APL) yang memiliki nilai konservasi tinggi. “Kita harapkan ini dijaga, tidak ada izin baru. Meski tidak menutup kemungkinan sudah ada yang dibebani izin. Kalaupun iya, harus menggunakan proses yang berkelanjutan,” katanya.

Bappenas akan menawarkan kepada pemerintah daerah untuk menaikkan status seluas itu jadi kawasan hutan. Sedangkan kawasan hutan yang sudah terdegradasi jadi APL.

Luasan APL itu tidak berada di satu hamparan hingga jadi tantangan tersendiri. Sementara itu, ada kawasan hutan yang memerlukan rehabilitasi dan restorasi seluas 8.036.504 hektar.

Sumber: Mongabay.co.id

KLHK-BPS tanda tangani nota kesepemahaman pengembangan data lingkungan hidup

Jakarta (ANTARA News) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)  dan Badan Pusat Statistik (BPS) menandatangani Nota Kesepahaman
tentang Penyediaan, Pemanfaatan Serta Pengembangan Data dan Informasi Statistik Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

“Nota Kesepahaman ini bertujuan untuk penyediaan, pemanfaatan serta pengembangan data dan informasi statistik lingkungan hidup dan kehutanan yang akurat, konsisten, berkesinambungan dan tepat waktu sebagai unsur penting perumusan kebijakan, strategi, rencana, program, pelaksanaan dan evalausi terkait lingkungan hidup dan kehutanan,” kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan  Siti Nurbaya Bakar dalam acara penandatanganan nota kesepahaman itu di Jakarta, Senin.

Menteri Siti mengharapkan kerja sama pertukaran data dan informasi antara KLHK dan BPS dapat berjalan baik.

“Kerjasama KLHK dan BPS kami rasakan kebutuhannya setelah hampir lima tahun ini melaksanakan berbagai mandat tugas Rencana Kerja Pemerintah dari tahun ke tahun di mana Program Prioritas Nasional dimandatkan kepada KLHK rata-rata per tahun antara 57-79 persen dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Artinya, ada tugas berat KLHK untuk melaksanakan mandat pembangunan nasional bagi masyarakat,” ujarnya.

Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto menuturkan nota kesepahaman itu merupakan lanjutan dari kerja sama dengan KLHK.

“Kerja sama yang sudah terjalin dengan cukup baik tetapi ke depan saya berharap bahwa kerja sama antara BPS dan KLHK akan terus meningkat dan koordinasinya bisa lebih solid lagi,” tuturnya.

BPS secara rutin mengeluarkan data dan publikasi yang terkait hal dengan lingkungan hidup maupun kehutanan.

Secara rutin, BPS merilis publikasi mengenai statistik lingkungan hidup Indonesia.

Kita juga mengabarkan statistik sumber daya laut dan pesisir, indeks perilaku ketidakpedulian masyarakat terhadap lingkungan hidup, potensi desa dan indikator tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) .

“Saya sungguh berharap bahwa penandatanganan nota kesepahaman ini akan mendukung tugas KLHK untuk menjaga kualitas lingkungan hidup, menjaga jumlah dan fungsi hutan dan juga merawat keseimbangan ekosistem dan keberadaan sumber daya alam,” tuturnya.

Sebaliknya bagi BPS, penandatanganan nota kesepahaman itu bermanfaat  karena dengan menggunakan berbagai data yang ada di KLHK, diharapkan BPS akan bisa menyusun indikator SDGs terkait dengan pilar lingkungan, penghitungan pertumbuhan ekonomi sub sektor kehutanan.

“Dan satu lagi yang sekarang sedang kita kerjakan adalah penyusunan system of enviromental economical accounting,” ujarnya.*

Sumber: Antara.news.com

Catatan Akhir Tahun: Lingkungan Rusak, Bencana Makin Mengancam, Bagaimana Prediksi 2019?

Duka menyelimuti akhir tahun ini. Berjarak kurang lebih 200 kilometer dari Jakarta, tsunami menghantam Banten dan meluluhlantakkan pesisir pantai provinsi itu di sepanjang Selat Sunda. Pantai Carita, dan Pantai Anyer, dua obyek wisata di Banten, rusak parah. Tsunami juga mengenai Lampung Selatan dan Tanggamus, Lampung. Kejadian pada Sabtu malam (22/12/18) sekitar pukul 21.30 itu menyebabkan ratusan orang tewas dan ribuan luka-luka.

Data dari Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB), sampai Selasa (25/12/18), 429 orang meninggal dunia, 1.485 luka-luka, 154 orang hilang, dan 16.082 mengungsi. Tak hanya korban jiwa, hantaman gelombang tinggi yang diduga dampak longsoran karena erupsi anak Krakatau ini menyebabkan sekitar 882 rumah rusak. Sebanyak 73 penginapan, 60 warung, 434 perahu dan kapal alami kerusakan. Belum lagi puluhan mobil dan motor juga rusak.

Sepanjang 2018, belum termasuk tsunami di Selat Sunda, ada 2.426 bencana alam melanda Indonesia. Tiga bencana menelan korban lumayan besar yakni, gempa bumi di Nusa Tenggara Barat, terutama Lombok, dengan 564 orang tewas, gempa dan tsunami Sulawesi Tenggara 2.101 orang meninggal dunia dan tsunami Selat Sunda.

Data BNPB sampai akhir Desember—sebelum memasukkan tsunami Selat Sunda—selama 2018, mengakibatkan 4.231 orang meninggal, 6.948 luka-luka dan 9,9 juta orang terdampak.

Bencana juga mengakibatkan kerusakan 374.023 rumah, 1.928 fasilitas pendidikan, 110 fasilitas kesehatan dan 1.120 fasilitas peribadatan.

Willem Rampangilei, Kepala BNPB, pekan lalu mengatakan, secara umum, tren bencana di Indonesia dari 2009-2018, terus meningkat baik intensitas maupun frekuensi. Kondisi ini, katanya, dipicu kerusakan lingkungan.

Dia sebutkan, daerah aliran sungai (DAS) kritis, perubahan iklim, pertumbuhan penduduk tak terkendali, urbanisasi, hingga perilaku masyarakat belum sadar dengan budaya peduli bencana menjadi antara lain pemicu bencana.

“Perilaku masyarakat belum mencerminkan budaya sadar bencana. Indikasinya orang masih menebang pohon, masih mengotori sungai dan lain-lain,” katanya.

Sumber PNPB

Selain itu, tutupan hutan makin berkurang juga menyebabkan makin bencana makin marak. Willem menyebut, total lahan kritis di Indonesia seluas 14.006.450 hektar.

Dari serangkaian peristiwa bencana itu, katanya, banjir, longsor dan puting beliung masih mendominasi. Puting beliung terjadi 750 kali, banjir 627, tanah longsor 440, kebakaran hutan dan lahan 370, kekeringan 129, letusan gunung api 55, gelombang pasang atau abrasi 34, gempa bumi 20 kali, gempa bumi beserta tsunami satu kali dan tsunami buntut erupsi.

Dari seluruh bencana 2018, katanya, sebanyak 2.350 (96,9%) merupakan bencana hidrometeologis. Sementara yang masuk kategori bencana geologi 76 kali (3,1%).

“Meskipun bencana geologi hanya 3,1%, namun menimbulkan dampak lebih besar, terutama gempa bumi dan tsunami. Seperti terjadi di Nusa Tenggara Barat dan Sulteng.”

“Di Sulteng ini unik. Kita tak pernah mengalami seperti ini sebelumnya. Gempa bumi diikuti tsunami dan likuifaksi sekaligus. Sekarang banyak tim ahli dari berbagai negara mempelajari ini mencari tahu apakah tsunami karena likuifaksi atau ada penyebab lain?”

Willem mengatakan, korban meninggal dan hilang karena bencana alam, terbanyak dialami tahun ini. Beberapa peristiwa lain yang menimbulkan korban lebih 1.000 orang, pernah terjadi 2009 saat gempa bumi di Sumatera Barat. Lalu 2010, saat terjadi banjir bandang di Wasior, tsunami Mentawai dan erupsi Gunung Merapi.

“Pada 2010, bencana alam terjadi di tiga lokasi berbeda di waktu yang hampir bersamaan. Saat itu kita harus mngerahkan semua sumber daya yang ada,” katanya.

Secara angka, katanya, kalau dibandingkan dengan bencana pada 2017, terjadi penurunan. Pada 2017, bencana sebanyak 2.862 kali tetapi dari segi jumlah korban, tahun ini jauh lebih banyak.

Kalau diuraikan berdasarkan waktu kejadian, pada 23 Januari terjadi gempa bumi di Lebak, Banten, mengakibatkan 8.467 rumah rusak. Lalu 5 Februari longsor di empat titik di Kabupaten Bogor (Ciawi, Cisarua, Cijeruk, Babakan Madang) menyebabkan enam orang meninggal dunia, 81 mengunggsi dan sembilan rumah rusak.  “Maret tak ada kejadian bencana.” Pada 18 April, gempa bumi di Banjarnegara, menyebabkan dua orang meninggal dunia, 2.125 mengungsi, 27 luka-luka dan 465 rumah rusak.

Satu unit alat berat dikerahkan untuk menyingkirkan batu besar di Sungai Batang Arau pasca banjir yang melanda kota Padang, Jumat (2/11/18). Terlihat sebuah jembatan gantung yang rusak akibat terseret kerangka jembatan disebelahnya yang hanyut terbawa arus pada saat banjir. Foto Vinolia/ Mongabay Indonesia.

Pada Mei, terjadi dua bencana. Pertama, erupsi Gunung Merapi mengakibatkan 1.900 orang mengungsi. Kedua, banjir di Sulawesi Selatan terdampak pada 13.000 orang (10.000 orang di Kabupaten Bone, 5.000 Luwu Timur), 3.040 hektar sawah terendam.

Pada 13 Juni, gempa di Sumenep mengakibatkan enam orang luka-luka, 25 rumah rusak, tiga fasilitas peribadatan rusak, dan dua fasilitas pendidikan juga rusak.

Juli terjadi gempa di NTB. Korban jiwa mencapai 564 orang, 1.886 orang luka-luka, dan 149.715 rumah rusak. Lalu, Agustus, terjadi kebakaran hutan dan lahan dan kekeringan di beberapa wilayah. Pada 28 September terjadi gempa disusul tsunami dan likuifaksi di Sulteng.

Pada 11 Oktober, gempa bumi di Sumenep mengakibatkan tiga orang meninggal dunia, 36 luka-luka, 552 rumah rusak dan 11 fasilitas umum juga rusak. Lalu 12 Oktober, banjir di Mandailing Natal menyebabkan 17 meninggal dunia, 500 mengungsi, 41 rumah rusak dan tiga fasilitas umum rusak.

Pada 10 November, ada longsor di Nias Selatan, tujuh orang tertimbun. Masih November, longsor di Nagekeo, Nusa Tenggara Barat, menyebabkan tiga orang meninggal, 2.125 orang mengungsi dan lima rumah tertimbun.

Pada 6 Desember, puting beliung di Bogor menyebabkan satu orang meninggal dunia, tiga luka-luka, 942 mengungsi, 1.700 rumah rusak.

Menjelang tutup tahun, 22 Desember lalu, tsunami menghantam Banten dan Lampung, menyebabkan 400 orang lebih tewas.

Dia bilang, provinsi paling sering bencana antara lain Jawa Tengah (551), Jawa Timur (422), Jawa Barat (322), Aceh (150), dan Kalimantan Selatan (95). Kabupaten paling sering bencana antara lain Bogor (76), Cilacap (57), Wonogiri (54), Serang (46), dan Ponorogo (41).

“Jumlah bencana terbanyak berada di Pulau Jawa, karena penduduk terbanyak di Jawa. Kalau kejadian bencana misal, gempa dan tak ada korban penduduk, itu bukan bencana,” kata Willem.

Erupsi gunung

Di Indonesia, terdapat 127 gunung aktif (13% dari total di dunia). Gunung yang berstatus awas atau level empat yaitu Gunung Sinabung. Ia terus erupsi sejak 2 Juni 2015. Gunung dengan berstatus siaga antara lain Gunung Agung sejak 10 Februari 2018 dan Gunung Soputan sejak 3 Oktober 2018.

Gunung berstatus waspada seperti Merapi, Ili Lewotolok, Banda Api, Dempo, Bromo, Rinjani, Karangetang, Lokok, Gamalama, Sangeangapi, Rokatenda, Ibu, Gamkonora, Semeru, Anak Krakatau, Marapi, Dukono dan Kerinci.

Beberapa peristiwa erupsi gunung pada 2018, pertama, Gunung Merapi meletus Mei 2018, letusan beberapa kali sejak 11 Mei.

Akibatnya, 1.900 orang mengungsi. Bandara Adi Sucipto juga sempat ditutup. Kedua, Kawah Sileri pada Gunung Dieng meletus pada 1 April menyebabkan 56 orang keracunan gas berbahaya.

“Sebanyak 75 Kabupaten kota berada di daerah bahaya sedang hingga tinggi dari erupsi gunung api di Indonesia. Sekitar 3,5 juta penduduk terpapar bahaya sedang-tinggi dari erupsi gunung api,” katanya.

Kebakaran hutan dan lahan

Willem mengatakan, pada 2018, dampak kebakaran hutan dan lahan tak signifikan. BNPB bersama berbagai pihak sudah melakukan upaya penanggulangan secara baik.

“Tidak berdampak seperti penutupan bandara dalam waktu lama, pencemaran udara, atau tidak ada sekolah libur,” katanya.

Meskmi begitu, katanya, di beberapa tempat karhutla masih terjadi. Titik panas sepanjang 2018 masih terpantau tetapi jauh menurun dibandingkan peristiwa serupa pada 2015.

Data BNPB sepanjang 2018 hingga 14 Desember, beberapa provinsi masih terdeteksi titik panas di Kalimantan Barat (11.605), Papua 6.787, Kalimantan Tengah 6.661, NTT 5.569, dan Riau 3.525 titik.

“Di Kalbar sempat terjadi karhutla cukup parah. Waktu itu kami menurunkan semua sumber daya. Baru bisa memadamkan api setelah satu minggu,” katanya.

Api berkobar melalap pasang sabana di TNBTS. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia

Kerugian ekonomi

Menurut Willem, bencana alam membawa dampak buruk bagi pertumbuhan ekonomi. Data Bappenas terkait dampak benca alam di Sulteng, misal, menunjukkan berdampak negatif bagi pertumbuhan ekonomi. Kalau tak ada bencana, pertumbuhan ekonomi di Sulteng bisa 6,24%. , setelah bencana, hanya 1,75%. Selain itu juga menimbulkan inflasi dari semula 3,65% jadi 10,28%.

“Dampak bencana sedemikian kompleks, bukan hanya pada kehidupan juga ekonomi dan lingkungan. Ini menunjukkan, ke depan kita perlu melakukan upaya dalam pengurangan risiko bencana. Kita negara rawan bencana, harus melakukan investasi di dalam pengurangan risiko bencana,” katanya.

Menurut dia, penurunan pertumbuhan ekonomi karena bencana alam di Sulteng, meningkatkan jumlah penduduk miskin baru sebanyak 18.400 jiwa. Dengan begitu, kemiskinan Sulteng pada 2019 naik 14,42%, atau 438.610 jiwa.

“Seiring perbaikan ekonomi pasca pemulihan, perlahan kemiskinan di Sulteng dapat menurun kembali, diperkirakan memerlukan waktu tiga tahun.”

Namun untuk melakukan upaya pemulihan, katanya, juga perlu dana tak sedikit. Untuk pemulihan Sulteng, dia perkirakan perlu dana Rp22 triliun dan untuk NTB Rp12 triliun, total Rp34 triliun. Pendanaan yang ada total hanya Rp18,39 trilun, asih ada kekurangan Rp15,60 triliun. Perkiraan ini belum masuk perhitungan setelah tsunami di Selat Sunda.

“Bayangkan baru dua bencana saja di NTB dan Sulteng, kita harus menganggarkan Rp34 triliun.”

Tutupan hutan yang terus hilang pelahan mengubah iklim negeri dan memicu bencana. Foto: dokumen Laman Kinipan

Bencana masih tinggi 2019

Tahun depan, kata Willem, secara umum musim di Indonesia diprediksi normal. Tidak ada El-Nino dan La-Nina intentitas kuas. Musim penghujan dan kemarau pun, normal.

Meski begitu, BNPB memprediksi bencana yang akan terjadi di Indonesia, bisa 2.500, didominasi banjir, longsor dan puting beliung.

“Diperkirakan lebih 95% bencana hidrometeorologi. Ini karena masih luas kerusakan DAS, lahan kritis, laju kerusakan hutan, kerusakan lingkungan, perubahan penggunaan lahan, dan tingginya kerentanan menyebabkan bencana hidrometeorologi akan meningkat,” katanya.

Dia mengatakan, rata-rata laju perubahan lahan pertanian menjadi lahan non pertanian mencapai 110.000 hektar per tahun.

“Banjir dan longsor masih akan banyak terjadi di daerah-daerah rawan banjir dan longsor sesuai peta wilayah rawan. Kebakaran hutan dan lahan masih akan terjadi tetapi dapat diatasi lebih baik,” katanya.

Pemilu legislatif dan presiden-wakil presiden pada 17 April 2019 akan berpengaruh dalam penanggulangan bencana. Hal ini, katanya, perlu diantisiapasi sejak dini.

Prakiraan BMKG, kondisi El-Nino Southern Osciliation, cenderung netral hingga tak menyebabkan El-Nino atau La-Nina. Puncak hujan diprediksi pada Januari 2019.

Potensi tinggi terjadi banjir, longsor dan puting beliung hampir di sebagian besar Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara. Sementara Sulawesi, Maluku dan Papua berpotensi curah hujan menengah.

Sumber PNPB

Potensi banjir, katanya, diperkirakan melanda 489 kabupaten dan kota berada di daerah bahaya sedang-tinggi, dengan penduduk terpapar dari bahaya sedang -tinggi 63,7 Juta jiwa. Ancaman longsor pada 441 kabupaten dan kota.

“Meningkatnya pembangunan menyebabkan perubahan penggunaan lahan di perkotaan dan permukiman. Konsekuensi perubahan ini keseimbangan hidrologi berubah, meningkatkan aliran permukaan hingga menimbulkan banjir karena upaya pengendalian terbatas.”

Di Pantura Jawa, terdapat daerah seluas 6.996 hektar terendam rob karena amblesan permukaan tanah. Fenomena ini terjadi sejak 1980-an dan cenderung meningkat dan meluas.

“Adaptasi dan mitigasi antara lain pembangunan tanggul, pompa, polder, mangrove, penataan permukiman dan lain-lain,” katanya.

Untuk prediksi kejadian geologi sepanjang 2019, kata Willem, gempa akan terus terjadi. Rata-rata setiap bulan sekitar 500 gempa di Indonesia.

“Gempa bumi tidak dapat diprediksi pasti, berapa besar dan kapan tetapi diprediksikan gempa terjadi di jalur subduksi laut dan jalur sesar di darat. Perlu waspada gempa-gempa di Indonesia bagian timur yang kondisi seismisitas dan geologi lebih rumit serta kerentanan lebih tinggi,” katanya.

Dengan temuan 214 sumber gempa baru, maka teridentifikasi 295 sesar aktif. Di Jawa, ada 37, Sulawesi 48, Papua 79, Nusa Tenggara dan Laut Banda 49 sesar aktif.

Soal potensi tsunami, kata Willem, sangat tergantung dari besaran gempa bumi dan lokasi. Kalau gempa lebih 7 SR, kedalaman kurang 20 km dan berada di jalur subduksi maka ada potensi tsunami.

Setelah tsunami Selat Sunda– muncul tanpa didahului gempa–makin banyak ancaman-ancaman bencana yang perlu mitigasi lebih baik ke depan hingga meminimalisir korban jiwa dan kerugian.

Keterangan foto utama: Kondisi di sekitar pesisir Pantai Banten, setelah sapuan tsunami, Sabtu lalu. Foto: BNPB

Ilustrasi. Longsor di Brebes, baru-baru ini menewaskan belasan orang. Longsor terjadi murni bencana alam karena daerah penyangga bagian atas bertutupan pohon lebat, tetapi masih bisa longsor. Apalagi kalau tak bertutupan bahkan jadi tambang, makin rawan longsor. Foto: BNPB

 

 

× Hubungi Kami Untuk Pemesanan