BPN Sebut KLHK Harus Dipisahkan Agar Tak Konflik Kepentingan

Jakarta, CNN Indonesia — Direktur Materi dan Debat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Sudirman Said menyebut pemisahan antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan perlu dilakukan agar tak terjadi konflik kepentingan.

Wacana pemisahan itu dicetuskan Prabowo dalam debat capres kedua Pilpres 2019 dua malam lalu. Sementara di era Presiden Joko Widodo, kedua sektor itu disatukan dalam Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

“Kehutanan kan mengelola hutan, pasti ada urusan yang mengganggu lingkungan. Sementara lingkungan tugasnya untuk awasi dan menindak. Kalau digabung dalam satu tempat itu dikhawatirkan ada konflik kepentingan,” kata Sudirman melalui pesan singkat, Selasa (19/2).

Oleh karena itu, kata dia, antara yang mengelola dan mengawasi atau memberi penindakan haruslah dipisah, tidak bisa disatukan dalam satu kelembagaan.

“Harus dipisah, tidak bisa disatukan,” katanya.

 

Sementara Pemerhati sekaligus Dekan Fakultas Hukum dari Universitas Nasional, Ismail Rumadan juga menyebut gagasan pemisahan kembali dua kementerian yang sebelumnya disatukan Jokowi itu sangat tepat.

Gagasan tersebut dinilai memiliki argumentasi kuat, apalagi sejak disatukan banyak permasalahan lingkungan hidup yang tidak tuntas.

Sebut saja dalam kasus kerusakan lingkungan hidup akibat penambangan PT Freeport Indonesia. Hasil audit BPK yang dipublikasi pada Maret 2018 menunjukkan adanya kerusakan ekosistem akibat limbah PT Freeport Indonesia senilai Rp185 triliun.

“Penyelesaian kasus ini sampai sekarang tidak transparan dan terkesan ditutup-tutupi,” kata Ismail.

Tak hanya itu, banyak juga kasus kebakaran hutan yang tak ada sanksi tegas bagi para pelakunya. Jika pun sudah sampai di meja hijau dan pelaku dinyatakan bersalah hingga harus membayar denda, denda tersebut hingga kini belum dibayar.

“Selama penggabungan kedua kementerian tersebut, penyelesaian atas masalah kerusakan lingkungan terkesan tertutup,” katanya.

 

Seperti diketahui, Prabowo akan memisahkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bila kelak terpilih memimpin Indonesia periode 2019-2024. Menurutnya, langkah pemisahan ini penting agar pengawasan pada sektor kehutanan dan lingkungan hidup dapat difokuskan.

Prabowo mengaku heran mengapa masalah kehutanan dan lingkungan hidup hanya diurus oleh satu kementerian. Menurutnya, masalah kehutanan dan lingkungan hidup harus diurus oleh kementerian yang berbeda.

“Saya akan tegakkan pemerintahan yang bersih yang tak akan kongkalikong cemari lingkungan. Kita akan pisahkan, menteri kehutanan kok jadi satu dengan lingkungan hidup”, kata Prabowo dalam debat capres kedua, Minggu (17/2). (tst/osc)

sumber:cnn.indonesia

Ketika Presiden Minta Selesaikan Masalah Lahan Rakyat di Kawasan Hutan dan HGU

  • Presiden meminta pendataan dan penataan tanah-tanah di kawasan hutan, harus dipercepat agar masyarakat maupun masyarakat adat dapat menerima manfaat. Sederhanakan proses, jangan berbelit-belit.
  • Caranya? Ada yang mengusulkan bikin perppu, ada yang mengusulkan segera bentuk tim kerja.
  • AMAN menyatakan, peta wilayah adat yang sudah diserahkan kepada pemerintah seluas 9,8 juta hektar, bisa jadi prioritas dalam percepatan ini
  • Walhi mengingatkan, soal peta desa atau tata batas desa banyak belum selesai, hingga penyelesaian masalah pemukiman di kawasan hutan jangan sampai memunculkan konflik baru.

Penghujung Februari lalu, dalam rapat terbatas, Presiden Joko Widodo, memerintahkan jajarannya menyelesaikan soal pemanfaatan tanah bagi masyarakat di dalam kawasan hutan, termasuk lahan pelepasan kawasan yang sudah jadi hak guna usaha, dalam waktu dua bulan.

“Perlu saya ingatkan, kebijakan pemanfaatan tanah di kawasan hutan sangat penting dalam memberikan perlindungan hukum terutama pada rakyat, yang memanfaatkan bidang tanah,” katanya, dalam ratas itu.

Dia cerita, kala bertemu warga di Bengkulu, yang mengeluhkan lahan bersengketa dengan penguasa konsesi. “Juga di Jawa, saya kira banyak sekali, terutama di dalam kawasan Perhutani, banyak kampung-kampung di kawasan Perhutani tidak bisa, misal, jalan tak bisa di aspal karena setiap mau mengaspal harus izin terlebih dahulu,” katanya.

Menurut dia, pendataan dan penataan tanah-tanah di kawasan hutan, harus dipercepat agar masyarakat maupun masyarakat adat dapat menerima manfaat.

“Kemudian inventarisasi dan verifikasi penguasaan tanah dalam kawasan hutan. Jangan sampai proses berbelit-belit, sederhanakan, dipercepat hingga keluhan-keluhan rakyat yang disampaikan ke kita itu bisa selesaikan cepat,” katanya.

Rapat terbatas ini dihadiri antara lain, Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menko Polhukam Wiranto, Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menko Kemaritiman Luhut B. Pandjaitan, Mensesneg Pratikno. Lalu, Seskab Pramono Anung, Menkeu Sri Mulyani, Menkumham Yasonna H. Laoly, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Menteri Sosial Agus Gumiwang, dan Menteri BUMN Rini Soemarno.

Hadir pula, Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Indonesia, Eko Putro Sandjojo, Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil, Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru, Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Jambi Fachrori Umar, dan Kepala BPKP, Ardan Adiperdana.

Presiden memberikan waktu dua bulan kepada pihak-pihak terkait menyelesaikan konflik pemukiman di kawasan hutan, termasuk di wilayah pelepasan kawasan hutan dan kini jadi hak guna usaha (HGU).

Mengutip laman Setkab.go.id, Siti Nurbaya membenarkan, banyak persoalan di dalam kawasan hutan. Masalah pemukiman dalam konsesi, baik itu hutan maupun HGU banyak terjadi.

Dia bilang, sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83/2017, soal inventarisasi penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan (PPTKH), sudah jalan di 26 provinsi.

“Sudah 26 provinsi menerbitkan Surat Keputusan Pencadangan, sudah ada kawasan-kawasan yang dilepaskan dari hutan, sudah diverifikasi, misal, kalau dari kawasan hutan, yang pemukiman, rakyat ada di dalamnya,” katanya.

Dia mencontohkan, pemukiman transmigrasi dan lain-lain ada 264.000 hektar, pemukiman dalam hutan, ada pemukiman, ada fasilitas umum, ada fasilitas sosial 307.000 hektar. Kemudian lahan garapan, sawah dan lain-lain seluas 64.000 hektar dan lahan kering sekitar 183.000 hektar.

“Ïni sudah diinvetarisir, dibahas dengan kepala daerah. Hanya pemerintah daerah harus lebih aktif mendorong usulan-usulan masyarakat,” katanya.

Presiden, katanya, telah meminta Menko Perekonomian, mengundang para gubernur membahas maslaah ini agar bisa menyelesaikan ketidakpastian warga-warga yang tinggal di kawasan hutan.

“Tadi, perintah presiden utamakan kepentingan rakyat, tapi jangan lupa ada juga kepentingan lingkungan, ada kepentingan bisnis. Itu harus diimbangkan.”

 

Sejumlah petani yang tegabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) di Desa Sahbandar, Kecamatan Kertajati, Kabupaten Majalengka, melakukan tanam kedelai di lahan Perum Perhutani, Blok Cibeda, Kamis(4/5/2017). Foto : Donny Iqbal

Saat ditemui Mongabay dalam acara raker teknis Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK di Jakarta, Siti mengatakan, pokok pembahasan dalam ratas itu mengenai inventarisasi masalah-masalah dalam kawasan hutan termasuk HGU (yang sudah lepas dari kawasan hutan).

“Jadi presiden meminta masalah-masalah seperti itu, yang jumlahnya sangat banyak di daerah, segera diselesaikan. Intinya, masalah pemukiman di kawasan hutan baik kawasan hutan, dan HGU-HGU yang sudah dilepaskan dari kawasan hutan.”

Dia bilang, presiden meminta KLHK berkoordinasi dengan Menko Perekonomian, dalam menyelesaikan masalah ini. Jadi, katanya, kalau ada pemukiman di kawasan hutan, bukan rakyat yang keluar tetapi kawasan hutan yang harus dilepaskan. Siti bilang, sudah ada ratusan ribu hektar siap keluar dari kawasan hutan.

Caranya?

Menanggapi ini, Peneliti Lingkar Pembaruan Desa dan Agraria (Karsa) Yando Zakaria mengusulkan, presiden menerbitkan perppu untuk percepatan penetapan hutan atau tanah adat.

“Saya kira pendataan dan penataan tanah-tanah di kawasan hutan harus dipercepat agar rakyat dapat manfaat,” katanya.

Dia merujuk, Pasal 18 B ayat (2) dan Pasal 28i ayat (3) UUD 1945. Melalui perppu, dapat menyatakan, Pasal 67 UU Kehutanan, berikut segala peraturan turunan dicabut dan tak berlaku lagi.

“Lalu, memerintahkan kepada bupati dan atau walikota memberlakukan peraturan bupati dan atau peraturan walikota tentang susunan masyarakat adat yang menjadi subyek dan obyek pegakuan hak masyarakat adat khusus terkait sumberdaya alam, terutama tanah dan hutan, berikut tata cara pendaftaran hak-hak masyarakat adat atas tanah dan hutan,” katanya.

Kemudian memerintahkan, kepada bupati dan walikota untuk membentuk panitia pendaftaranhak masyarakat adat atas tanah dan hutan dengan ketua dan keanggotaan sesuai kebutuhan verifikasi lapangan, berikut pengadaan anggaran untuk melaksanakan tugas-tugas itu.

“Memerintahkan para menteri terkait, khusus Kementerian ATR dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, untuk proses pengadministrasian lebih lanjut ke dalam sistem pengelolaan hak atas tanah dan pengelolaan pemanfaatan hutan sesuai dengan fungsi-fungsi kawasan yang telah ditetapkan dalam sistem tata ruang.”

Warga Komunitas Napu, pasang plang setelah putusan MK bahwa hutan adat bukan hutan negara. Foto: AMAN Tanah Bumbu

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, juga harus mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan yang dianggap perlu dalam memperlancar proses pencapaian tujuan sesuai perppu ini.

Nur Hidayati, Direktur Eksekutif Walhi Nasional mengatakan, perintah presiden memang harus dilakukan. Dalam kenyataan, banyak desa berada dalam kawasan hutan, bahkan ada yang sudah tak lagi berhutan.

Walaupun begitu, dia tak yakin dua bulan ini bisa selesai terlebih ada peta wilayah administratif desa belum usai. Namun, setidaknya, dari perkiraan umum sudah tahu titik-titik desa di dalam kawasan hutan hingga bisa segera proses konsolidasi.

Yaya, sapaan akrabnya, mengatakan, desa-desa dalam kawasan hutan merupakan masalah lama. Persoalan bertambah kala pemetaan wilayah desa belum selesai, begitu juga penetapan kawasan hutan.

“Malah, kadang-kadang ada antar desa terjadi konflik tata batas. Kalau dua bulan itu agaknya gak realistis. Yang harus dilakukan banyak hal. Kalau terburu-buru takutnya malah makin memperbesar konflik,” katanya, seraya bilang penyelesaian masalah ini bukan hanya tanggungjawab KLHK juga Kementerian Dalam Negeri terutama melihat peta-peta tata batas desa itu.

Dia tak sepakat usulan menerbitkan perppu karena proses akan lama. Perppu, katanya, memerlukan persetujuan DPR. Dia mengusulkan, presiden membentuk tim kerja percepatan identifikasi wilayah desa meliputi beberapa kementerian, misal, Kemendagri, KLHK, ATR/BPN, dan Kementerian Desa.

Tugas mereka, katanya, harus menyelesaikan peta tata batas wilayah desa di seluruh Indonesia. Dia berharap, pemerintah tak grasak-grusuk menyelesaikan persoalan ini karena menyelesaikan konflik di lapangan tak mudah. Menurut dia, hal semacam itu harus ada dalam proses kebijakan satu peta.

Yaya bilang, kalau pemukiman di kawasan hutan memang mesti dikeluarkan. Kalau tidak, akan ada problem, misal, dana pembangunan desa tak boleh masuk kawasan hutan. “Gak bisa diserahkan di desa-desa yang status masih berada dalam kawasan hutan. Itu problem memang kompleks banget,” katanya.

Rukka Sambolinggi, Sekjen AMAN mengatakan, yang disampaikan Presiden Jokowi merupakan kabar menggembirakan. Dia mengusulkan, peta wilayah adat yang sudah diserahkan AMAN kepada pemerintah seluas 9,8 juta hektar jadi prioritas.

“Kalau dari AMAN, kami justru menyambut ini dengan baik dan berharap peta wilayah adat yang sudah diserahkan AMAN kepada pemerintah jadi acuan. Presiden Jokowi kan berbicara soal masyarakat adat juga,” kata Rukka.

“Jadi tak perlu diperpanjang lagi. Selama ini, proses dibuat berbelit-belit. Untuk hutan adat saja harus ada perda, dan verifikasi satu per satu padahal jelas-jelas itu wilayah adat.”

Dia juga meminta, presiden bisa memastikan menteri-menteri segera mempercepat proses pengesahan Undang-undang masyarakat adat. Berbagai permasalahan muncul, katanya, karena ketiadaan regulasi yang mengatur. Hingga kini, daftar inventarisasi masalah (DIM) belum ada.

 

Keterangan foto utama: Pembukaan lahan untuk kebun sawit yang berkonflik dengan Komunitas Adat Laman Kinipan di Lamandau. Kinipan, perlu pengakuan dan perlindungan wilayah adat. Foto: Safrudin Mahendra-Save Our Borneo

Sumber: Mongabay.co.id

 

Lima Tahun Pasca Tragedi Penertiban Tambang Emas Limun (Bagian 1)

  • Kecamatan Limun, Kabupaten Sorolangun, Jambi, di sungai maupun darat jadi sasaran tambang emas. Lubang-lubang galian di mana-mana. Dulu, tambang emas di sungai, dengan cara tradisional. Kini, sudah pakai alat berat
  • Aparat pun beberapa kali lakukan operasi penertiban, antara lain, pada 1 Oktober 2013, berujung cerita berdarah. Tragedi bentrok warga dan aparat yang patroli tambang emas ilegal di Limun, menyebabkan, tiga orang tewas,–dua warga dan satu aparat polisi—masih menyisakan tanya walau sudah lima tahun lalu
  • Amir, yang dituduh menganiaya polisi—saat operasi tambang ilegal—sudah selesai menjalani hukuman. Sedang, Asep, pemuda yang tewas terkena tembakan tak ada proses hukum kepada pelaku
  • Usai kejadian, pejabat berdatangan ke rumah Sapni, kuli tambang yang tewas saat ada operasi. Salah satu, Wakil Gubernur Jambi, janji beri istri Sapni, Helmalia, kerja dan anak disekolahkan. Hingga kini, janji tinggal janji…

 

 

 

Siang itu, 1 Oktober 2013. Di ujung Dusun Mengkadai, Sapni, kehausan. Mengendarai motor buntut dia bergegas pulang ke rumah mertuanya di Dusun Mengkadai, dekat lapangan Desa Temenggung dengan membawa jerigen kosong. Turun dari motor, lelaki 31 tahun itu jalan terkimbang-kimbang hingga menabrak Helmalia, istrinya.

Apo bang?” tanya Hel, heran.

“Ayo dek, abang nak cepat,” katanya, sembari menyodorkan jerigen. Istrinya melangkah ke dapur mengisi jerigen kosong dengan air rebusan.

Sapni menunggu di samping pintu. Di tempatnya berdiri, dia melihat anak perempuannya baru 14 hari tertidur pulas di ruang tengah. Dia hanya diam, seakan takut suaranya akan membangunkan tidur si bayi. Setelah dapat air, Sapni bergegas pergi dan lenyap dari pandangan Helmalia.

Seperti umumnya di Limun, Sapni dan Helmalia, punya niat buat acara syukuran anak baru lahir, sekaligus memberi nama. Siang itu, Sapni harus bekerja agar dapat uang untuk modal syukuran. Saban hari Sapni bekerja sebagai kuli dompeng—sebutan umum bagi penambang emas dengan mesin diesel. Nama dompeng merujuk pada dongfeng, merek mesin diesel buatan Tiongkok.

Penambangan emas di Kecamatan Limun, sejatinya ilegal, kendati demikian pekerjaan ini begitu umum dan jadi pekerjaan pokok warga untuk menopang hidup.

Kecamatan Limun, Kabupaten Sorolangun, Jambi, di sungai dan darat jadi sasaran tambang emas. Sungai Limun, sampai 1990, masih jernih. Setelah ada tambang emas, hingga kini, air sungai berwarna cokelat gelap mirip kopi susu.

Sungai Limun, adalah anugerah bagi warga desa-desa yang tinggal di sekitar. Sumber air, sekaligus sumber emas. Sungai ini punya kesamaan dengan apa yang ditemukan William Marsden, di Sumatera pada 1771. Dalam buku History of Sumatra, Marsden menemukan aliran sungai bernama Sungai Limun yang mengandung banyak emas.

Bukti yang dikatakan Marsden, barangkali adalah yang ditemukan pendahulu Bustami. Sebuah penambangan kuno di Sungai Batang Rebah, Limun. “Sungai Batang Rebah, itu pernah di-dam. Itu sampai ke hulu Batang Asai, itu dulu ketemu bekas galian tambang, zaman neneksayo,” kata Bustami, Ketua Lembaga Adat Limun.

Bukan hanya sungai, daratan Limun, juga mengandung banyak emas. Saturi, warga Pulau Pandan, mengatakan, sekitar 1980-an, melihat aliran Sungai Limun, masih jernih, orang-orang di Limun, menambang hanya menggunakan dulang.

“Zaman dulu, cari emas itu sampingan.Balekmeladang, dari kebun baru cari emas.”

Zaman mulai berkembang, era 1990-an warga di Limun, mulai membuat galian-galian tambang mirip sumur. “Kalau di sini dulu paling cuma enam meter, beda dengan Merangin,bisopuluhan meter.”

Seiring waktu, model penambangan emas juga berubah. Sekitar 2000, warga di Limun, mulai mengenal mesin diesel dongfeng atau yang dikenal dompeng. Penambangan emas mulai populer, sejalan waktu jumlah berubah berkali-kali lipat. Tak ada lagi cara-cara tradisional.

Kerusakan tampak nyata, kolam kolam kecil bermunculan, berakumulasi dalam waktu, dan menciptakan kubangan luar biasa luas. Struktur tanah hancur. Sawah, kebun, berubah daratan batu putih yang gersang. Kawasan sungai yang punya kandungan emas lebih baik ikut porak-poranda.

Di hari sama, 1 Oktober itu, sekitar 300 aparat gabungan, satu kompi Brimob Detasemen B Pamenang Polda Jambi, satu pleton anggota TNI, satu pleton Satpol PP, satu pleton Sabhara Polda Jambi ditambah 100 anggota Polres Sarolangun, sedang merazia tambang emas ilegal di Kecamatan Cermin Nan Gedang, sekitar 10 kilometer sebelah utara Limun. Enam hari sebelumnya, ratusan aparat itu baru menyisir tambang ilegal di Mengkadai.

Selasa, awal Oktober itu, hari ke-9 dari 20 hari operasi pertambangan ilegal Siginjai 2013. Aparat gabungan kembali ke Polsek Limun, Pulau Pandan, menunggu kedatangan Kapolres Sarolangun, AKBP Satria Adhy Permana. Beberapa anggota polisi sibuk mengambil langkah sesuai bidangnya. Di tengah kesibukan ratusan personel, Wakapolres, Kompol Nurbani, bersama tiga anggota polisi pergi menuju Mengkadai, enam kilometer dari Pulau Pandan.

Sekitar 200 meter di belakang rumah Sukar, di Mengkadai, suara lima mesin dompeng keong empat seperti beradu keras, terdengar riuh di antara semak-semak di lahan tidur. Puluhan penambang emas berada dalam lubang besar sibuk membuang batu-batu sekepalan tangan, yang lain meruntuhkan tebing dengan menyemprotkan air yang keluar dari ujung selang berukuran satu setengah inch.

Sukar mengingat-ingat, waktu itu sekitar pukul 01.00 siang, empat polisi datang ke Mengkadai. Sukar mengenali salah satunya bernama, Wahyudi, biasa orang memanggil, Yudi, orang Pulau Pandan.

Dompeng-dompeng itu baru sehari bekerja, setelah aparat gabungan pindah ke Kecamatan Batang Asai. Kata Sukar, satu dari lima dompeng yang beroperasi di ujung Dusun Mengkadai itu milik Hidup-kini almarhum. Hidup merasa aman lantaran dibekingi oknum tentara.

Rombongan Sapni, berada paling dekat jalan, sekitar 250 meter dari tepi jalan Desa Temenggung. Hidup punya pekerja delapan orang, salah satu, Sapni, lainnya orang perantauan dari Pati, Jawa Tengah.

Apa yang terjadi siang itu di luar hari biasa. Sukar mendengar jelas suara tembakan berkali-kali, tetapi tak ingin mendekat. “Dor, dor, dor,tigokali, terus orang itu meraung-raung minta tolong, ada yang terkapar,” kata Sukar.

Selang beberapa lama, dia mendengar suara ribut lewat samping rumahnya. Seorang pekerja dompeng dibopong beberapa orang diangkat ke atas mobil polisi. Dua penambang ikut diangkut.

“Waktu lagingurusyangkenotembak itu,duo orang (pekerja dompeng) ini terjun dari mobil terus lari, dikejar Yudi sampai ke belakangsano,” kata Sukar, menunjuk belakang rumah warga di depannya. Sukar melihat, wajah dua pekerja Hidup itu bukan warga Mengkadai, perantau dari Jawa.

“Habis itu mobil laju ke Pulau Pandan.”

Pertambangan emas ilegal di Kecamatan Limun, Sorolangun, Jambi. Foto: Teguh Suprayitno/ Mongabay Indonesia

Kabar penangkapan kuli dompeng itu langsung menyebar ke penduduk kampung. Warga yang penasaran mulai berdatangan dan berkumpul di ujung dusun. Di pinggir jalan depan rumah Sukar, sekelompok orang mulai kasak-kusuk. Kronologi penangkapan mulai dirangkai dari mulut ke mulut. Siapa orang yang dibopong masih misteri.

Aswat, warga dusun, ikut datang ke lokasi, dia melihat Nurbani, yang dikenalnya di rumah Hamid, Kades Tumenggung, waktu operasi tambang ilegal seminggu lalu. Makin sore, kerumunan warga bertambah banyak, jumlah puluhan.

Tak lama, mobil truk, bus, mobil patroli sabhara muncul dari arah Pulau Pandan. Ratusan pasukan turun tak jauh dari kerumuman warga. Kabag Ops. Ricky Hariyanto, yang baru empat hari dinas di Sarolangun, ikut bersama rombongan. Tak ada tanda-tanda perlawanan, warga masih sibuk mengumpulkan cerita penangkapan.

Seorang bocah SD mengendarai sepeda motor melintasi jalan Dusun Mengakadai. Dia memacu motor melewati kerumunan warga, ketakutan melihat banyak polisi. Namanya, Sugeng.

Di tempat berbeda, Helmalia yang sedang merawat banyi dapat kabar buruk, suaminya ditangkap polisi. Perasaan dia penuh kekhawatiran. Dia yang dalam masa pemulihan usai melahirkan, tak bisa berbuat banyak. Hel diminta tetap tinggal di rumah. Sebagian keluarga Helmalia pergi menelusuri kabar penangkapan Sapni.

Sapni, tak tertolong. Kabar kematian Sapni, lebih dulu sampai ke telinga polisi. Ricky kemudian memerintahkan satu pleton pasukan menuju RSUDProf Dr HMChatib Quzwain, Sarolangun, untuk mengamankan situasi di rumah sakit yang mulai bergejolak. Kabar yang dia terima, keluarga Sapni histeris dan mulai emosi.

Situasi di Mengkadai yang tenang itu seketika gaduh, setalah ada warga yang teriak. “Ya Allah oi mati, mati!”

Kabar Sapni, meninggal ditembak, menyebar secapat kilat ke kuping kerumunan orang yang sebelumnya sibuk menjalin cerita penangkapan. Kabar kematian memecah misteri siapa kuli dompeng di Mengkadai itu.

Kontan warga ngamuk dan menyerang aparat dengan batu. Mereka lempar apa saja yang bisa mereka lempar. Ricky memerintahkan anggotanya yang hendak ke rumah sakit merapatkan barisan, bertahan menghalau serangan warga, menunggu 100-an anggota lain yang masih terjebak di lokasi tambang. Ricky berada di barisan depan, di jalan setapak menuju lokasi dompeng. Kepala bocor kena lemparan batu.

Aparat melawan. Suara tembakan terdengar bersahutan di tengah terikan warga. Proyektil keluar dari moncong bedil menyasar tak terkendali, melawan lemparan batu yang datang seperti hujan.

“Waktu itu perang, bener-bener perang!” kata Aswat. Matanya menerawang ke langit Mengkadai yang telah gelap.

Beduk ditabuh di mesjid dan mushola kampung tanpa henti. Pertanda situasi desa dalam bahaya. “Perang” di ujung Dusun Mengkadai, terus berkecamuk.

Suara beduk seperti perintah adat, tanpa diundang warga berdatangan ke Dusun Mengkadai, jumlah ratusan.

Seiring “perang” di Mengkadai, kabar kematian Sapni, terus menyebar sampai wilayah Tanjung Raden, Muara Mensao, Ranggo, Demang hingga daerah Limun, paling ujung.

Aswat menyambar stang motor, bergegas menuju rumah sakit memastikan kematian Sapni, sepupunya. Dia menerabas rombongan aparat yang menembaki warga, tak ada peduli dan rasa takut peluru akan menembus tubuhnya.

Di tengah kekacauan di ujung dusun, Haidir, yang lagi istirahat kaget dapat kabar dari anaknya yang pulangnebeng—numpang cari emas di lokasi dompeng.

“Pakmotornyoditahan polisi!” kata anaknya.

Haidir yang terkejut, kontan tanya “Ngapo ditahan?”

Pria 50 tahun itu bingung, anaknya tak bisa beri penjelasan. Dia bergegas menuju ujung Dusun Mengkadai, tempat anaknyanebeng. Lebih 30-an orang dekat jembatan Inum sedang melempari polisi dengan batu. Suara tembakan terdengar jelas di kupingnya.

“Sampai sano, dor, dor, dor, suara tembakan, lah macam orang perang.”

Dalam kemelut, Sukar kebingungan mencari anaknya yang hilang entah ke mana. Hamid bersama David, Kapolsek Limun, minta diselamatkan.

Beberapa warga yang berkumpul di jalan, melihat David, langsung mendatangi rumah Sukar. Warga marah, curiga sopir travel itu sengaja menyembuyikan polisi. Mereka mendesak untuk masuk rumah namun dilarang isti Sukar. Warga mengancam akan membakar.

Yo, kita tidak mungkin nak nolak, walau bagaimanapun namonyo manusio jugo. Binatang pun datang minta aman, wajib kita amankan, apalagimanusio.Tidak peduli polisi apo idak,” kata Sukar, pada saya.

Jembatan Inum, saksi bisu tragedi di Mengkadai, yang menewaskan Asep dan Briptu Marto. Foto: Teguh Suprayitno/ Mongabay Indonesia

 

Sekitar tiga kilometer dari rumah Sukar, Ida sedang menutup kiosnya. Sepriyadi (Asep) adik bungsunya yang baru pulang potong rambut bilang, ingin melihat “perang” di ujung dusun.

Dak usah ke sano,dak dengar tu orang tembak-tembakan.”

Ai nak nengok,” jawab Asep membantah.

Omongan Ida tak digubris. Remaja 16 tahun itu tetap pergi.

Di depan pintu toko, Ida melihat beberapa warga yang melintas kena luka tembak. Pikirannya mulai kacau teringat Alex, bapaknya yang tengah di lokasi keributan.

Pas aku nak nutuptoko, oranglah bawa mayat adek aku,” katanya.

Asep duduk diapit dua orang mengendarai motor, kaki menggelantung terseret ke jalan, kuku-kuku kakinya habis beradu dengan batu koral jalan. Seperti tak percaya, jika lelaki muda dengan muka bersimbah darah itu adalah adiknya, yang baru beberapa menit pergi.

Di tengah deru tembakan, Asep, jatuh terkapar dengan luka lubang di hidung tembus belakang kepala. Kematian Asep, membuat warga makin beringas. Mereka seperti tak takut mati. Warga terus menyerang, memukul mundur aparat. Ratusan polisi lari kalang kabut menyelamatkan diri, mereka berlarian menaiki truk, bus, mobil patroli kembali ke Polsek Pulau Pandan.

Di seberang jembatan Inum, sebuah mobil pikap terlihat kepayahan. Di tengah kejaran warga, sang sopir panik memutar kemudi agar mobil mengarah ke Pulau Pandan. Mobil patroli milik sabara itu justru tersenggol bus dan terperosok ke parit. Sang sopir lompat keluar, berlari mengejar bus, menyelamatkan diri.

Briptu Marto Fernandus Hutalagalung, yang tertinggal ditangkap warga. Dia dipukul, ditendang puluhan orang silih berganti. Wajahnya berlumuran darah berkali-kali dihantam batu. Anggota Brimob Datasemen B Polda Jambi, Pamenang itu tergeletak di lorong semak-semak, sekitar 30 meter dari jembatan Inum.

Nga, mati budak tu!” dari kejauhan sesorang teriak memberitahu Haidir, Brimob itu mati.

Haidir kemudian berlari mendekati Briptu Marto, yang sekarat, berusaha mengahalau warga agar tak lagi memukulnya. “Saya tendang ada yang jatuh ke parit, bangun lagi, saya gini kan—dorong—melanting.”

Puluhan orang terus mendesak ingin memukul, Haidir mulai kerepotan. “Saya cegah di sini (kiri), yang di sini (kanan) masuk,lamo-lamo dak telap(sanggup) jugo napas ini. Tapi sayo tetap, orang ini jangan dibunuh. Walaupun perang nyawo, tapi jangan membunuh!”

Amir berusaha memukul Marto, marah-marah karena dihalang-halangi Haidir. “Sayo jolak, Amir itu jatuh,dio marah.”

Haidir akhirnya menyerah, dia tak sanggup menahan rasa sakit jempol kakinya pecah kena lemparan batu. Dia lihat Briptu Marto, sempat berlari menyelamatkan diri, tetapi warga yang kalap itu kembali mendapatkannya.

Sayo dak sanggup lagi, jadi orang tu lari ngejar.Dak tahu lagi siapo yang mukuli polisi itu,” kata Haidir.

Briptu Marto dipukuli warga hingga tewas. Warga emosi lantaran dua orang Mengkadai, mati ditembak. Mobil polisi yang ditinggal lari dirusak dan dibakar.

Di tengah “perang” yang terjadi, Hamid, Kepala Desa Temenggung, waktu itu, memilih tetap di dalam rumah Sukar bersama David. “Kito nak ngamankanratusan orang itu tak kuat kito. Oranglah hilang pikiran semuo. Kalau waktu kejadian itu dio(David) keluar,dio dulu yang jadi bulan-bulanan,” kata Hamid, saat saya temui di rumahnya pertengahan Januari, lalu.

Lebih 30-an orang terluka karena “perang” di Mengkadai, 13 warga luka tembak. “Yang sini (betis) tembus, yang sini, yang sini,” kata Aswat menunjuk pelipis, tangan, macam-macam, menunjukkan luka 13 warga yang kena tembakan aparat. “Tapi ada yang kena peluru karet, ada yang kena peluru tajam.”

“Si Asep itu mati ditembak sini (batang hidung) tembus sini (kepala belakang).”

Asep sempat dilarikan ke Puskesmas Singkut, lewat Dam Kutur. Keluarganya berharap nyawa remaja 16 tahun itu masih bisa diselamatkan, namun dia banyak kehilangan darah.

Sekitar pukul 08,00 malam, situasi mereda. David keluar dari rumah Sukar, dibawa Rozi dan Bakok, mengendarai sepeda motor menuju Pulau Pandan. Dua penambang yang sebelumnya ditangkap Yudi, akhirnya dilepaskan setelah Magrib. Sejak itu, keduanya tak pernah terlihat lagi di Limun.

 

 

Keributan di Mengkadai, menyulut kegaduhan di Kota Jambi. Rumah Dinas Kapolda Jambi dan Rumah Dinas Gubernur Jambi, didatangi seratusan mahasiswa dari Himpunan Mahasiswa Limun (Himali), Himpunan Mahasiswa Sarolangun (Himasar) yang marah warga Limun jadi korban. Anggota Perkumpulan Hijau (organisasi lingkungan) dan Aliansi Gerakan Reforma Agrasia (AGRA)—organisasi masyarakat, ikut dalam barisan mahasiswa. Mereka menuntut aparat gabungan di Limun, secepatnya ditarik mundur, dan menghukum anggota yang menembak warga. Massa juga minta Kapolda Jambi, Brigjen Pol. Satriya Hari Prasetya, diganti.

Keesokan hari, aksi serupa kembali diterjadi di Simpang Bank Indonesia, Telanaipura, Kota Jambi.

Dalam sebuah rekaman video yang sebelumnya muncul di media, saat konferensi pers, Kapolda Jambi, Brigjen Pol. Satriya, dengan lugas mengatakan, kedatangan anggotanya ke Mengkadai untuk penegakan hukum. Dia juga bilang, kalau warga (Sapni) yang meninggal itu karena jatuh ke lubang tambang, ketakutan melihat polisi. Kata-kata Satriya menegaskan, Sapni bukan mati ditembak.

Duapuluh satu hari setelah kejadian Mengkadai, Kapolres Sarolangun diganti. AKBP Rido Hartawan, resmi dilantik menjadi Kapolres Sarolangun menggantikan AKBP Satria Adhi Permana. Di media Kapolda Brigjen Pol. Satriya berjanji, menangkap para pelaku tambang ilegal beserta bekingnya.

Bekas tambang dompeng di Limun, Sorolangun, Jambi. Foto: Teguh Suprayitno/ Mongabay Indonesia

***

Bustami, Wakil Lembaga Adat Kecamatan Limun, dapat undangan rapat di Kecamatan, Kamis,(3/10/13). Agendanya, penyelesaian kasus penembakan Sapni dan Sepriyadi. Wakil Bupati Sarolangun, Fahrul Rozi, Kapolres Sarolangun, AKBP Satria Adhi Permana, Dandim Sarko, B Panjaitan, dan tokoh masyarakat Limun datang dalam pertemuan itu. Para petinggi Sarolangun itu sepakat, masalah antara aparat polisi dengan warga Mengkadai selesai secara hukum adat. Pemkab Sarolangun, bersedia membayar denda adat: dua kerbau dan beras 200 kilogram, untuk makan bersama.

“Bahasa adatnyo itu, setinggi pinggang telago darah, tambunan bangkai,surutnyo baik.Artinyo, selesai itu baik, kalau bekeras terus kan tak baik,” kata Bustami. Kini, dia ketua lembaga adat di Limun.

Acara makan bersama di lapangan Desa Temenggung. Fahrul Rozi, AKBP Satriya Adhi Pernama, Susi Ketua DPRD Sarolangun, semua kades ikut dalam rangkaian hukum adat. Banyak warga mengira setelah proses adat, masalah bentrokan di Mengkadai, selesai. Mereka keliru. Beberapa hari setelah acara adat, warga mulai ditangkapi.

Siang itu, Sukar, baru saja mengantar penumpang ke Asrama Haji, berniat menuju loket travel di daerah Transito, Kota Jambi. Di depan Mal Jamtos, mobil Sukar, dihadang. Beberapa orang lalu merangsek masuk ke mobil dan mengambil posisi setir. Sukar dipindahkan ke bangku tengah diapit dua orang. Mobil melaju ke Thehok dan berhenti di Mapolda Jambi. Sukar, baru sadar yang membawanya adalah polisi.

Dia ditahan dua hari dua malam. Sukar diintrograsi banyak petugas. Mereka tanya siapa orang yang membunuh Briptu Marto. Sukar selalu jawab, “tidak tahu.”

Sekitar pukul 01,00 malam, 18 hari setelah kejadian di Mengkadai, rumah Haidir dikepung 17 anggota polisi. Pria 54 tahun itu ditangkap saat keluar dari pintu dapur.

Haidir digelandang masuk mobil, hanya mengenakan celana pendek, bertelanjang dada, tanpa alas kaki. Haidir, dibawa ke Polres Sarolangun, tak lama kemudian dibawa ke Polda Jambi.

Kepala Dusun Mengkadai itu ditangkap berdasarkan rekaman video kejadian yang tersebar media sosial. Dalam video, Haidir, tampak jelas terlihat berdiri dekat Briptu Marto, yang tergeletak di semak-semak.

“Dalam video itu kan sayo gini, gini.” Haidir memperagakan gerakannya saat mengahalau warga. Haidir dianggap tahu siapa saja orang di video yang ingin memukul Marto, waktu itu.

“Orang tu banyak,dak tahu lagi siapo-siapo,” katanya. Namun, dia ingat pernah mendorong Amir, hingga jatuh terjungkal karena ingin memukul Marto.

Amir adalah paman Sepriyadi, yang tewas ditembak saat bentrokan di Mengkadai. Haidir mengaku, tidak tahu kesaksian siapa yang membuat Amir jadi tersangka.

Unyil yang ditengarai mendanai makan dan minum warga saat bentrokan terjadi, juga ditangkap. Akhirnya bebas. Sejak itu, Dusun Mengkadai, sepi, banyak warga ketakutan akan ditangkap polisi.

 

***

Minggu, sekitar pukul 2.30 subuh, dua mobil lewat depan rumah Amir. Istrinya yang terbangun lalu menyibak tirai dan melihat ke jendela. Dia mengira hari telah pagi, karena mobil pedagang pasar Minggu, telah lewat. Istri Amir mematikan lampu depan dan tidur kembali. Ada yang ganjil. Dia mendengar suara mobil itu pelan berjalan mundur ke belakang dan berhenti persis di depan rumahnya. Tirai jendela ditutup rapat-rapat, perasaan mulai tak karuan. Ada orang datang. Suara derap sepatu terdengar samar-samar. Langkah orang-orang itu cepat mengelilingi rumah.

Sayo nengok lagi ke jendela, polisi!” kata istri Amir.

Pintu belakang didobrak, beberapa orang masuk rumah menyergap Amir, yang masih tertidur. Anak perempuannya yang masih kelas empat SD itu melihat jelas bagaimana bapaknya ditelikung, digelandang ke mobil. Sejak itu, anak Amir, tak lagi berani masuk kamar.

Sepanjang perjalanan menuju Polres Sarolangun Amir, terus dipukuli. “Tibo di sel Polres, lebih orang 40 ngeroyok kami,” kata Amir.

Mukonyo dak ado lagi (babak-belur), dipukuli polisi,” kata perempuan tua, yang duduk di samping Amir, menyela. Dia mengaku masih kerabat.

Tiga hari Amir, dipukuli, disuruh mengaku kalau dia yang menganiaya Briptu Marto, hingga tewas. Amir berpikir, waktu itu harus ada tumbal. Jika tidak, Polres Sarolangun, akan diserang Polda, diserang Brimob.

Di Pengadilan Sarolangun, Amir dinyatakan bersalah dan menyebabkan Briptu Marto Fernandus Hutagalung, tewas. Amir dihukum lima tahun penjara.

Para buruh tambang emas pakai dompeng. Foto: Teguh Suprayitno/ Mongabay Indonesia

***

Saya melacak nama-nama yang disebut dalam laporan media waktu kejadian Mengkadai. Beberapa media menulis nama keliru, bahkan ada nama Pria Budi—Kapolres Pare Pare—yang sama sekali tak terkait, juga disebut ikut dalam bentrokan di Mengkadai.

Dari Pria Budi, saya tahu jika yang jadi Wakapolres Sarolangun saat itu,Kompol Nurbani. Kini, dia tugas di Ditlantas Polda Jambi, pangkat AKBP.

Jumat siang, minggu kedua Fabruari lalu, saya ketemu Nurbani, setelah dua kali bolak-balik ke Ditlantas tak ketemu, dapat kabar Nurbani, sakit. Seorang polisi berpangkat Bripka mengingatkan saya, agar kejadian di Mengkadai tak diungkit-ungkit lagi.

Nurbani terkesan tertutup ditanya soal perannya waktu penggerebekan tambang ilegal di Mengkadai. Dia jawab semua data kegiatan operasi di Mengkadai, ada di Polres Sarolangun. Nurbani menyarankan, saya menemui Kapolres Sarolangun, dan anggota bintara yang masih tugas di Polres.

“Kalau saya ada yang ingat ada yang lupa,” katanya.

Apa yang masih diingat?

“Kalau yang ingat, saya sudah lupa. Saya tidak mau ingat-ingat lagi!”

Saya kembali tanya, bagaimana kejadian di Mengkadai, itu bisa terjadi?.

“Ya, kitagaktahu ceritanya seperti apa,kokbisa kejadian itu saya juga tidak tahu.Kanskenario siapa yang buat, saya juga tidak tahu. Tahu-tahu kejadian seperti itu.” Nurbani duduk bersandar, sambil tangan maingamedi ponsel.

Dia bilang, semua anggota Polres Sarolangun, waktu itu terlibat langsung dalam kejadian di Mengkadai, mulai dari Kapolres, anggota bintara sampai TNI ikut dalam operasi gabungan.

“Bukan saya sendiri,” kata Nurbani, terdengar mulai kesal.

Wongmati, mati jatuh sendirikokpolisi yang jadi korban.”

Nurbani, besikukuh jika dia tahu kronologi kematian Sapni. “Akugaktahu,wongtahu-tahu ada orang di bawah, jatuhnya seperti apa, juga saya tidak tahu. Tahu-tahu kami disuruhnolongorang yang ada di dalam situ, sudah!”

Yang suruh untuk menolong siapa?

“Yang suruhnolong, siapa?” suara Nurbani mulai mengeras.

“Sekarang logikanya kamu jatuh dari situ, kami datang ke situ, kira-kira sayabiarin?Apo saya tidak tolong, logikanya? Ya, pasti kami disuruh nolong kan, siapa yang nyuruh nolong, kemanusiaan kamilah,” katanya.

Waktu itu, para penambang keluar dari lubang tambang seperti semut. Ada yang jatuh ke lubang lalu ditinggal. Nurbani tak mau melanjutkan cerita. Pria asal Jawa Timur itu menyarankan saya mencari anak buah Hidup.

Selama wawancara, saya menangkap ada rasa kecewa dari Nurbani jika mengingat kejadian di Mengkadai. Dia bilang, pelajaran dari Mengkadai, adalah, “jangan percaya orang!” Dia tak menjelaskan lebih lanjut soal ini.

Pekan ketiga Februari, saya datang ke Polres Sarolangun, menemui Yudi, diaanggota Banit Paminal Propam, berpangkat Bripka. Dia mengakui, jika ada empat orang termasuk dirinya dan Wakapolres Nurbani, datang ke Mengkadai, sebelum bentrokan terjadi.

“Saya waktu itu cuma sopir,gak tahu ceritanya,” katanya. Dia enggan diwawancarai, dan menyarankan saya ketemu Kapolres.

Saya kemudian, izin untuk ketemu Kapolres Sarolangun, AKBP Dadan Wira Laksana, saya sampaikan asal dan tujuan saya untuk wawancara. Kapolres tak mau menemui. Lewat stafnya saya diarahkan ketemu Kabag Ops. Kompol Nazaruddin. Nazaruddin menyarankan, saya ke Polda Jambi. “Masalah itu ditangani Polda langsung, datanya di sana,” katanya.

Esoknya, saya kembali ketemu Nazaruddin, saya minta izin untuk wawancara Yudi. Yudi yang saya temui, menolak wawancara dengan alasan, “Saya mewakili institusi Polri, jadi harus lewat atasan tidak bisa langsung sama kita.”

Katanya, masalah Mengkadai, ditangani Polda Jambi, dan beberapa anggota Polres Sarolangun, disidang. “Pak Nurbani, disidang, saya saksi. Tapi pasal yang diterapkan saya tidak tahu.”

Dia menyarankan, saya ketemu bagian humas. Iptu Ardiansyah, Kasubag Humas Polresta, bilang sama sekali tak tahu soal kejadian di Mengkadai. Dia mengarahkan saya ketemu Aiptu Agung Pramuji, Kaur Mintu Polres Sarolangun. Dari Agung saya diminta ketemu Kasat Reskrim, Iptu Bagus dan mengajukan surat permohonan data ke Polres Sarolangun. Agus tak yakin, data lima tahun lewat itu masih ada.

“Kalau suratnya disetujui pak kasat, nanti Pak Kasat akan menghadap Pak Kapolres, nanti akan saya cari datanya,nggak tahu apa masih ada, karena sudah lama.”

Penambang emas tukang nebeng. Mereka hanya ikut-ikutan nambang bersama pekerja lain. Foto: Teguh Suprayitno/ Mongabay Indonesia

***

Keluarga Samsidar, orangtua Asep, tak terima Amir, ditangkap polisi. Ida, anak Samsidar, menganggap masalah di Mengkadai itu semestinya selesai karena hukum adat sudah jalan. Ida akhirnya datang ke Polres Sarolangun, membuat laporan, minta kasus penembakan Asep, diusut hingga tuntas. Laporan ini sebagai respon penangkapan pamannya.

Ida mengaku sudah bolak-balik ke Polres bawa saksi yang tahu bagaimana adiknya itu mati. “Aku sudah beberapa kali ngadu, aku bawa saksi tapi dak diproses. Yang menyebabkan brimob meninggal diproses habis,” katanya, tak terima.

Dari penuturan Ida, hasil visum rumah sakit menyebut Asep meninggal karena jatuh. Alasan ini kemudian menjadi dasar polisi untuk tidak melanjutkan kasus kematiannya. Ida yakin jika adiknya mati ditembak.

“Mas, kami ini orang awam yo. Namanya orang awam lawan dengan orang polri, dak biso, mas,dak biso,mas, sudah kemano-mano, dak biso, mas,” kata Ida, matanya mulai berkaca-kaca.

“Jadi kito balikkan ke Tuhan, Tuhan Maha Tahu, kek itu bae. Semoga adek aku senang di alam sano, kalau dio tidak senang, pasti arwah adek aku ngejar dio(penembak),itu bae.” Suara Ida, terdengar pelan, air mata perlahan mengalir. Pipinya basah.

“Sudah puas, aku bawa saksi, sudah puas ke polres, tapi hasilnya nol.” Ida menarik nafas panjang, berusaha menguatkan diri.

“Aku kalau ingat itu, sakit mas, sakittt nian.”

Ida menunjukkan foto dari ponselnya, sosok pemuda dengan kulit sawo matang, penuh senyum duduk santai. Ialah Asep. Foto itu jadi kenangan dan akan selalu disimpannya.

“Inilah yang aku lihat, jika aku rindu.” Ida berurai air mata.

***

Pertengahan Januari 2019, saya datang ke rumah Amirudin, atau Wak Amir. Dia sudah bebas. Lelaki 40-an tahun itu sedang duduk di teras dengan beberapa perempuan, istrinya, Samiar, dan perempuan kerabat.

Amir, masih emosi jika ingat kejadian Minggu, lima tahun lalu, saat dia digelandang polisi lalu dipukuli, dipaksa mengaku sebagai orang yang bertanggung jawab atas kematian Briptu Marto. Meskipun begitu, Amir menganggap, masalah sudah selesai. “Masalah kamidak adolagi, yang sudah, sudahlah.”

Kaloanak kami (Asep) nih kan mungkinlah ajalnyo, kalo orang janji nyap(diam)bae yo,sudahlah,” kata Samsidar, menyela.

Peta sebaran tambang emas ilegal di Jambi

Tagih janji Pemerintah Jambi

Amir berpesan pada saya, jika masalah di Mengkadai, mau dibuka lagi, dia ingin agar janji Fachrori Umar, Wakil Gubernur Jambi–saat itu 2 Oktober 2013–, kala datang ke rumah Samsidar, bisa dipenuhi. Waktu itu, Fachrori bilang, jika keluarga yang jadi korban akan dibantu.

Janjinya, istri Sapni—saat ini sudah delapan tahun jadi tenaga kerja sukarela sebagai guru SD–akan diangkat jadi PNS dan anaknya akan disekolahkan sampai tamat kuliah. Abang Asep, waktu itu masih kuliah, juga akan dianggat jadi PNS.

Amir kasian dengan Helmalia, keponakannya. Sapni dan Asep, masih saudara. Samsidar adalah saudara tua dari orangtua Helmalia. Delapan tahun jadi tenaga kerja sukarela, Hel hanya dapat bayararan Rp700.000 tiap tiga bulan.

“Kami bukan minta, janji itu kami tagih.Dak usahlahanaknyadisekolahin, angkat bini Sapnibaejadi pegawai negeri, hiduplah anaknyatuh,” kata Amir.

Jelang pemilihan legislatif 2019, Amir, beberapa kali diajak Samsidar, ketemu Fahrul Rozi, yang datang ke rumahnya minta dukungan. Amir menolak. Kejadian di Mengkadai, membuat Amir kecewa denga Fahrul, bahkan benci.

Meski keduanya adalah saudara jauh. Di lain waktu Hasan Basri Agus, juga pernah datang dengan maksud sama. Keduanya jadi caleg Partai Golkar. Bedanya Hasan caleg DPR RI, Fahrul berebut kursi di DPRD Sarolangun. Waktu kejadian di Mengkadai, keduanya punya posisi penting di pemerintahan, Fahrul sebagai Wakil Bupati Sarolangun dan Hasan adalah Gubernur Jambi.

Amir kecewa karena janji pemerintah lima tahun lalu hingga kini tak pernah ada. Fahrul yang saya hubungi lewat telepon mengaku tak pernah janji apapun. Dia bilang, semua masalah telah selesai dengan hukum adat. Proses hukum terus berlanjut. “Kanorang sudah ditangkap semua, masalahnya sudah selesai,” kata Fahrul.

Saya tanya apakah pemerintah menjanjikan pekerjaan untuk keluarga korban di Mengkadai?

“Kalau saya tidak ada janji, tapigaktahu kalau Pak Fahrori.”

Ida, juga maju jadi Caleg DPRD Sarolangun, dari partai berlambang Beringin. Kesamaan partai inilah yang mungkin membuat Fahrul dan Hasan, datang ke rumah Samsidar.

***

Rabu siang itu, Fachrori Umar, dikerubuti wartawan. Beberapa wartawan menanyakan harapannya pada Kepala Dinas Koperasi dan UMKM yang baru dia lantik. Sebagian lagi menanyakan kepastian kabar dia akan dilantik jadi Gubernur Jambi—waktu saya temui Fahrori masih pelaksana tugas. Dia dilantik jadi gubernur devinitif 13 Februari lalu.

Saya tanya, apa benar pemerintah berjanji mengangkat dua orang keluarga korban Mengkadai jadi PNS?

Fachrori, tampak bingung. “Mengkadai, itu dimanasih?” JohansyahKaro Humas,kemudian berbisik,“Sarolangun.”

Fachrori, yang masih tampak bingung, lalu bercerita dua anak sekolah umur 17 tahun tenggelam di sungai diRantau Panjang, Merangin. Keduanya tenggelam karena tak bisa berenang. Dia ingin anak-anak diajarkan berenang. Makin lama jawaban Fachrori kedengaran ngelantur.

Apa yang di Sarolangun itu benar? tanya saya.

“Nanti-nanti saya belum ini, ini. Iya nanti.” Johansyah, kembali membisikkan kejadian di Mengkadai itu zaman Gubernur Zumi Zola—Johansyah, keliru, yang benar zaman Gubernur Hasan Basri Agus, dan Fachrori, jadi wakil gubernur.

“Kalau besebut gubernur waktu itu saya wagub, kadang-kadang tak sampai berita itu pada saya.”

“Bukankah bapak yang datang sendiri ke Mengkadai? tanya saya, mendesak. Fachrori, tampak kaget. Ekspersinya kebingungan.

“Nanti kita pelajari, saya ada tamu sebentar.” Fachrori berlalu pergi sembari tersenyum meninggalkan kerumunan wartawan.

Saya kembali ke Mengkadai, di jalan saya ketemu Aswat, yang pulang dari kebun. Saya tanya di mana rumah Helmalia, dia menunjukkan rumah batu di sebelah kanan, persis di hadapan saya.

Di depannya, saya lihat enam anak-anak sedang bermain. “Itu anak Hel,” katanya, sambil menunjuk ke bocah perempuan berkaos hijau, rambutnya sebahu, mengenakan celana cingkrang, tanpa alas kaki.

Seketika pikiran saya, dialah bayi 14 hari itu. Kini usianya sudah lima tahun.

Saya menemui Helmalia, dia sedang hamil dua bulan. Agustus 2018, Helmalia menikah lagi, suaminya sekarang juga kuli dompeng. Bocah itu ikut menghampiri ibunya lalu bergelayut di lengan Hel.

Pandangannya selalu ke bawah. Dari Helmalia, saya tahu bocah lima tahun itu bernama Siti Khodijah, nama yang diberikan Fachrori, waktu datang ke Mengkadai.

Dijah, tak tahu bagaimana wujud asli bapaknya. Dia hanya tahu wajah bapaknya dari foto pernikahan yang kini masih disimpan Helmalia.

“Kalau dulu, umur dua tahun sering manggil, bapak, bapak, bapak.”

Kata Hel, anaknya bermimpi ketemu bapaknya. “Saya sering bilang, ‘nak, bapak sudah meninggal.’”

Saya tanya pada Helmalia, apakah masih ada yang diharapkan dari pemerintah? Di bilang, sampai sekarang masih berharap janji pemerintah lima tahun lalu membantunya mendapatkan pekerjaan, bisa terwujud.

Bagaimana jika yang dibilang Fachrori, itu hanya janji saja? tanya saya.

Kalo cuman janji-janji bae yo sudahlah,” katanya pasrah.

Sekitar 15 menit kami bicara, tak banyak yang diceritakan Helmalia. Dia menjawab pertanyaan saya sekenanya. Raut wajahnya menampakkan kesedian, barangkali karena saya mengungkit masa lalu yang pahit.

Sebelum pamit, saya kembali bertanya pada Helmalia, apakah dia masih dendam dengan kejadian lima tahun silam, yang merenggut nyawa suaminya.

Helmalia, hanya diam, terlihat seperti berat untuk bicara. Dia menatap anaknya yang masih bergelayutan di lengannya.

“Yang sudah ya sudahlah, sudah ikhlas.Kalodulu punya keinginan hukuman setimpal, nyawa harus dibayar nyawa.”

“Dulu, katanya mau dikasih kerja tapingakada, jadinya kami kecewa. Sudahlah, biarlah orang berbuatkayak gitudengan kami,” katanya.

Hel, kemudian merangkul Dijah, dan memeluk erat-erat.

“Tuhan tuh dak tidur ada do’a anak yatim.”

Hel dan keluarga menanti realisasi janji. Di Limun, bagaimana kondisi sekarang, bebaskah dari pertambangan emas setelah kejadian kelam lima tahun lalu? Ataukah malah lebih buruk, tambang makin menggila dan lingkungan makin rusak? (Bersambung)

Sumber: Mongabay.co.id

 

Potret Relasi Pebisnis Tambang di Balik Kedua Calon Presiden

  • Ada beberapa nama penting terkait dan terlibat dalam bisnis tambang di Indonesia. Sebagian nama-nama ini punya posisi penting baik langsung sebagai calon presiden, wakil presiden, sebagai tim sukses maupun tim kampanye nasional atau badan pemenangan pasangan calon
  • Di kubu Jokowi-Amin, ada nama terkait langsung dengan bisnis tambang dan energi yakni Luhut Binsar Pandjaitan, Fachrul Razi, dan Suadi Marasambessy. Mereka tergabung dalam apa yang disebut tim lima. Ada nama lain seperti Hary Tanoesoedibjo, Surya Paloh, Sakti Wahyu Trenggono, Jusuf Kalla, Andi Syamsuddin Arsyad, Oesman Sapta Oedang dan Aburizal Bakrie
  • Di kubu Prabowo-Uno, lebih gamblang lagi. Prabowo dan Sandiaga Uno sendiri merupakan pemain lama sektor tambang dan energi. Ada Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto, Maher Al Gadrie, Hashim Djojohadikusumo, Sudirman Said dan Zulkifli Hasan
  • Oligarki tambang begitu kental di balik pasangan calon presiden dan wakil presiden yang akan bertarung pada pilpres 2019, dinilai sebagai ancaman demokrasi.

 

 

 

Pemilihan Presiden 2019 diikuti dua pasang calon, Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Kedua pasangan kental berelasi dengan pebisnis tambang. Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mengangkap kaitan ini lewat laporan Paket Informasi Oligarki Tambang, di Balik Pilpres 2019, dalam jumpa pers di Jakarta, pekan lalu.

“Ini terlihat jelas dalam lingkaran kedua pasangan calon,” kata Merah Johansyah, Koordinator Jatam Nasional.

Dia menyebut, ada beberapa nama penting terkait dan terlibat dalam bisnis tambang di Indonesia. Sebagian nama-nama ini punya posisi penting baik langsung sebagai calon presiden, wakil presiden, sebagai tim sukses maupun tim kampanye nasional atau badan pemenangan pasangan calon.

Di kubu Jokowi-Amin, katanya, ada nama terkait langsung dengan bisnis tambang dan energi yakni Luhut Binsar Pandjaitan, Fachrul Razi, dan Suadi Marasambessy. Mereka tergabung dalam apa yang disebut tim lima.

Selain mereka ada nama lain seperti Hary Tanoesoedibjo, Surya Paloh, Sakti Wahyu Trenggono, Jusuf Kalla, Andi Syamsuddin Arsyad, Oesman Sapta Oedang dan Aburizal Bakrie.

Di kubu Prabowo-Uno, lebih gamblang lagi. Prabowo dan Sandiaga Uno sendiri merupakan pemain lama sektor tambang dan energi. Ada Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto, Maher Al Gadrie, Hashim Djojohadikusumo, Sudirman Said dan Zulkifli Hasan.

Mereka ada yang punya bisnis tambang langsung, sejumlah saham atau punya peran atau kewehnangan saat menjabat sebelumnya dalam memuluskan ekspansi pertambangan melalui kebijakan yang mereka kendalikan.

Selain itu, biaya kampanye kedua pasangan menurut Jatam juga diduga bersumber dari industri tambang. Sandiaga, misal tercatat sembilan kali menjual saham untuk menutupi biaya kampanye.

Di kubu Jokowi, 86% dari total biaya kampanye yang dilaporkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) berasal dari perkumpulan Golfer TBIG yang diduga PT. Tower Bersama Infrastructure Group dan perkumpulan Golfer TRG, juga diduga PT Teknologi Riset Global Investama.

Setelah ditelusuri pendiri kedua perusahaan itu adalah Wahyu Sakti Trenggono, bendahara tim kampanye nasional Jokowi-Amin.

Wahyu Sakti Trenggono bersama Garibaldi Tohir, juga komisaris PT. Merdeka Copper Gold, salah satu pemegang saham PT Bumi Suksesindo yang menambang emas di Tumpang Pitu, Banyuwangi.

Pencantuman sumbangan dari perkumpulan Golfer TBIG dan TRG ini, katanya, patut diduga sebagai upaya menyamarkan sumber pendanaan dari bisnis tambang yang dalam proses bermasalah.

“Kentalnya bisnis tambang dalam pilpres 2019 ini jadi upaya memastikan kenyamanan investasi tambang yang sedang berjalan sekaligus membuka investasi serupa baru, serta terhindar dari upaya penegakan hukum,” katanya.

Dalam kasus Tumpang Pitu, baik Luhut, Wahyu Sakti maupun Sandiaga, sama-sama memiliki hubungan bisnis dalam jaring kepemilikan.

“Khawatir ini jadi bias dalam penegakan hukum, memastikan resistensi warga seperti terjadi pada Budi Pego dan warga lain di Banyuwangi yang dikriminalisasi.”

Dia mencontohkan, PT Adimitra Baratama Nusantara (ABN), Kutai Energi dan Trisensa Mineral Utama, anak-anak perusahaan Toba Bara Group, tercatat meninggalkan 36 lubang tambang. Bahkan ABN menyebabkan rumah-rumah amblas karena aktivitas tambang terlalu dekat dengan pemukiman.

“Sejumah perusahaan ini tetap beraktivitas, bahkan rezim Jokowi-Kalla konsesi tambang milik BSI dan DSI di Tumpang Pitu jadi obyek vital nasional. Polisi menjaga keamanan 24 jam.”

Relasi bisnis dan politik antara elit politik dan pebisnis tambang ini juga ditemukan dalam kasus tambang di pulau-pulau kecil.

Ada tambang di 55 pulau kecil di Indonesia, terutama Pulau Gebe, Pulau Gee dan Pulau Wawoni di Maluku Utara, tak lepas dari Fachrul Razi yang tergabung dalam tim Bravo 5.

Dia Presiden komisaris PT Central Proteina Prima dan Komisaris Utama PT Antam, juga menambang di pulau kecil. Fachrul juga komisaris PT Toba Bara Sejahtera.

“Siapapun yang menang dalam Pilpres 2019 rakyat tetap berada di pihak kalah, menanggung risiko akibat praktik eksploitatif. Pebisnis tambang berikut elit politik terkait tambang menang melanjutkan ekstraksi untuk keuntungan diri dan kelompok mereka,” kata Merah.

Enam rumah warga hancur akibat longsor dampak operasi tambang batubara di Sanga-sanga. Foto: dokumen Jatam Kaltim-Istimewa

Di balik Jokowi-Ma’ruf

Luhut Binsar Pandjaitan. Sumber data dari database Jatam dan penelusuran aktor-aktor dan perusahaan berdasarkan data beneficial ownership yang diakses Jatam melalui Dirjen AHU Kemenkumham menemukan hubungan antara Joko Widodo dengan Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan melalui bisnis meubel di Solo. Mayoritas saham PT Rakabu Sejahtera dipegang putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, sisanya PT Toba Sejahtera milik keluarga Luhut.

Menurut Jatam, keterkaitan bisnis dan dukungan saham Toba Sejahtera atas Rakabu Sejahtera, menunjukkan temali bisnis Joko Widodo dengan Luhut, hingga rentan dengan konflik kepentingan bermuara pada abai penyelesaian atas kasus-kasus tambang yang melibatkan perusahaan milik Luhut.

Luhut merupakan pemegang saham Toba Sejahtera Grup yang bergerak di sektor pertambangan dan energi, migas, perindustrian, properti, pembangkit tenaga listrik, serta kehutanan dan sawit.

Fachrur Razi. Adalah Jenderal TNI AD Purnawirawan yang sekarang berperan sebagai Ketua Tim Bravo 5, menjabat sebagai Presiden Komisaris PT Central Proteina Prima dan Komisaris Utama PT Antam sejak 2015.

Dia punya saham Antam yang banyak beroperasi di pulau-pulau kecil mulai Pulau Gebe, Pulau Gee, dan Pulau Wawoni. Selain itu, Fachrur juga komisaris Toba Sejahtera, perusahaan milik Luhut.

Suaidi Marasambessy, adalah salah satu anggota Tim Bravo 5, mengurus beberapa perusahaan tambang batubara milik Luhut Pandjaitan. Dia juga Direktur PT Perkebunan Kaltim Utama sejak 2010 hingga kini. Dia merangkap sebagai Direktur Utama PT Kutai Energi sejak 2015 hingga kini.

Anak perusahaan Toba Bara lain, PT Perkebunan Kalimantan Utama I, PT Kutai Energi dan PT Trisensa Mineral Utama berkonflik lahan dengan petani dan nelayan. Ada enam kelompok tani, seluas 1.309 hektar di Sang-sanga, Kecamatan Muara Jawa dan, Kecamatan Loa Janan, Kalimantan Timur.

Surya Paloh, Ketua Umum Partai Nasdem ada di balik PT Emas Mineral Murni (EMM) melalui PT Media Mining Resources, di sana terdapat PT Surya Jaya Capital. Direktur PT SJC adalah Prananda Surya Paloh, putranya.

EMM menambang emas di Nagan Raya dan Aceh Tengah, NAD yang ditolak masyarakat. Sebagian lokasi juga berada dalam Kawasan Ekosistem Leuser.

Wahyu Sakti Trenggono. Dia adalah bendahara TKN Jokowi-Ma’ruf. Dia komisaris PT Merdeka Cooper Gold. Anak perusahaan ini PT Bumi Suksesindo merupakan aktor utama kriminalisasi Budi Pego, Trimanto, Cipto Andreas, dan Ratna Sari, warga Banyuwangi yang menolak tambang emas Tumpang Pitu.

Operasi BSI menyebabkan pencemaran di pesisir pantai Pulau Merah. Kawasan pariwisata ini tercemar.

Oesman Sapta Odang, adalah Ketua Umum Partai Hanura, sekaligus anggota Tim Kampanye Nasional Jokowi- Ma’ruf di jajaran dewan penasihat.

Di sektor pertambangan, Oso Group memiliki PT Karimun Granite di Pulau Karimun, Riau. Tambang ini merupakan tambang granite terbesar di Asia Tenggara yang banyak melayani pasar ekspor.

Sumber: presentasi Jatam

 

Oso Group juga bermain di tambang batubara di bawah bendera PT Total Orbit Prestasi. Anak perusahaan Oso group ini punya konsensi seluas 64.740 hektar di Barito Utara, Kalimantan Timur dan 649 hektar di Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.

Ada pula PT Mangan Kupang Industri, yang mengelola tambang bauksit di Sukadana, Kalimantan Barat.

Andi Syamsudin Arsyad, pria ini biasa dikenal dengan Haji Isam, pengusaha sawit dan batubara di Kalimantan Selatan.

Isam adalah pemilik pertambangan batubara Johnlin Group yang beroperasi di Kabupaten Tanah Laut, Tanah Bumbu, dan Banjar Kota Baru. Dia juga memiliki perkebunan sawit, PT Multisarana Agro Mandiri, yang terlibat konflik kepentingan, menyeret-nyeret tentara dan kepolisian dalam perebutan konsesi.

Isam juga pemilik perusahaan kayu PT Kodeco Timber, menggusur tanah warga di Tanah Bumbu sekitar 13.000 hektar.

Harry Tanoesoedibjo, merupakan CEO MNC Group yang membawahi MNC Energy and Natural Resources, dan Ketua Umum Partai Perindo (Persatuan Indonesia).

Ada sembilan perusahaan tergabung dalam MNC Energy and Natural Resources, yakni, PT Nuansacipta Cipta Investment (NCI), PT Bhakti Coal Resources (BCR), PT Bhum S Perdana Coal, PT Primaraya Energy, PT Titan Prawira Sriwijaya, PT Mua Coal, PT Indonesia Batu Prima Energy, PT Arthaco Prima Energy, PT Energy Inti Bara Pratama.

Selama 2013, NCI berkonfrontasi dengan warga di Kecamatan Palaran, Kaltim, terkait pencemaran limbah lumpur pertambangan terhadap lahan warga. NCI juga merusak hutan hingga banjir sering terjadi di Palaran. Salah satu perusahaan Harry lain, PT BCR, memiliki delapan konsesi di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan juga bermasalah.

BCR membangun pelabuhan batubara tanpa analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dan di salah satu konsesi mengakibatkan longsor.

Jusuf Kalla, memiliki bisnis pertambangan dan energi di bawah naungan Kalla Group; Kalla Arebama (emas dan batubara), PT Kalla Electrical System (tenaga listrik-kerjasama dengan PLN).

Aburizal Bakrie. Jejak Aburizal dalam sektor pertambangan dan energi, katanya, sangat nyata.

Kasus-kasus besar seperti tragedi semburan lumpur lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur, menyebabkan lebih 20.000 jiwa terdampak, rumah-rumah warga tenggelam, dan mengungsi.

Selain itu, kasus perampasan dan penggusuran lahan masyarakat adat Dayak Basap di Kutai Timur, dan pencemaran Sungai Keraitan, Bengalon, dan Sungai Sangata. Semua, katanya, melibatkan PT Kaltim Prima Coal, anak perusahaan Bumi Resources milik Aburizal.

PT Citra Palu Mineral, di bawah Bakrie Group, juga terlibat dalam praktik penambangan ilegal yang dilakukan PT Dinamika Reka Geoteknik (DRG). DRG ini bersama empat perusahaan lain menambang emas, bahkan diduga menggunakan merkuri yang mengancam sekitar 400.000 jiwa warga Kota Palu.

Aktivitas pencarian jenazah almarhum Alif di lubang bekas tambang batubara. Foto dok Jatam Kaltim

Di balik Prabowo-Sandi

Prabowo Subianto, tercatat sebagai pemilik Nusantara Energy Resources yang, menaungi 17 anak perusahaan yang bergerak di berbagai bidang, kehutanan, kertas dan bubur kertas, sawit, tambang batubara, dan perusahaan jasa.

Nusantara Energy Resources diduga terlibat dalam kejahatan pajak, tercantum di antara 13,4 juta dokumen hasil investigasi International Consortium of Investigative Journalist (ICIJ) yang diberi judul Paradise Paper. Isinya, merinci orang kaya di seluruh dunia yang melarikan diri dari pajak dengan menimbun uang di negara bebas pajak.

Prabowo tercatat sebagai direktur dan wakil ketua perusahaan ini yang terdaftar di Bermuda, negara suaka pajak di dunia. Disebutkan, perusahaan ini terdaftar di Bermuda pada 2001 dan tutup 2004. Perusahaan ini dinilai sebagai “debitur yang buruk.”

Selain masalah pajak, Nusantara Energy Resources juga diduga terlibat dalam perebutan lahan konsesi tambang batubara Churchill Mining dan Ridlatama di Kutai Timur.

“Semua itu terjadi atas relasi politik dan bisnis antara Bupati Kutai Timur saat itu Isran Noor dengan Prabowo,” kata Merah.

Sandiaga Salahuddin Uno, antara lain pebisnis sawit, tambang dan batubara. Jejaknya tercatat pada sejumlah perusahaan tambang, mulai Saratoga Group yang terhubung dengan Interra Resources Limited, berbisnis minyak bumi dan gas alam.

Selain itu juga terhubung dengan Merdeka Copper Gold yang terkait tambang emas PT Bumi Suksesindo dan PT Damai Suksesindo di Gunung Tumpang Pitu, Banyuwangi, Jawa Timur.

Status kawasan hutan lindung turun menjadi hutan produksi dan dikompensasi dengan tukar guling kawasan juga bermasalah. Operasi perusahaan ini, diduga kuat berdampak pada banjir lumpur tiap tahun di Pulau Merah, dan mengancam 49.247 penduduk di Kecamatan Pesanggaran, serta 753 keluarga nelayan di Pantai Lampon, Pancer dan Rajekwesi.

Jejak Sandiaga juga muncul di PT Adaro Energy, perusahaan tambang batubara terbesar di Indonesia saat ini.

Sandiaga juga terkait dengan tambang batubara PT Multi Harapan Utama di Kutai Kartanegara dengan lubang tambang menyebabkan anak-anak tewas.

Tommy Soeharto , merupakan pemilik PT Humpuss Group yang memayungi anak-anak perusahaan PT Humpuss Patragas, PT Humpuss Trading, PT Humpuss Aromatik, PT HumpussPengolahan Minyak, PT Humpuss Karbometil Selulose, PT Gatari Air Service, PT Usaha Gemilang Utama, PT Kaltim Methanol Industri, PT Sekar Artha Sentosa, PT Humpuss Intermoda Transportasi.

Humpuss Intermoda Transportasi Tbk (HITS) bergerak dalam bidang pengangkutan gas alam cair (liquefied natural gas / LNG), minyak mentah, bahan bakar minyak, bahan kimia, kontainer, batubara, dan kargo laut lain. Perusahaan juga menyediakan layanan awak kapal dan manajemen kepada pemilik kapal. Perusahaan mulai beroperasi komersial.

Sudirman Said. Dia sempat menjadi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral era Jokowi, tetapi tidak sampai selesai. Dia digantikan Ignasius Jonan.

Semasa menjabat Menteri ESDM, Sudirman Said mengeluarkan Permen ESDM No 43/2015 tentang tata cara evaluasi penerbitan izin usaha pertambangan minerba yang mengevaluasi IUP clean and clear (CnC) dan non clean and clear (Non CnC).

Selama menjadi Menteri ESDM, Sudirman tercatat menandatangani izin proyek panas bumi (geotermal) di lereng Gunung Slamet, Jawa Tengah pada 2016. Pengeboran PT Sejahtera Alam Energi (SAE) ini mengakibatkan pencemaran Sungai Prukut, sumber mata air warga, hingga para petani mengalami penurunan panen.

Maher Al Agdrie. Bersama Fahmi Idris, Abdul Latief, Pontjo Sutowo, dan Jan Darmadi, Maher membangun perusahaan PT Kodel Group yang bergerak di bidang minyak & gas, perbankan, dan properti.

PT Kodel Group yang hingga sekarang masih dipimpin oleh Maher, mengelola berbagai perusahaan PT Kodel termasuk Golden Spike Energy Indonesia Ltd (joint venture bersama PT Pertamina–JOB Pertamina–Golden Spike Energy Indonesia) di blok Jambi Merang, Pendopo, dan Raja, Sumatera Selatan, Golden Spike South Sumatra Ltd, dan Golden Spike Yemen Ltd.

Maher juga disebut dalam kasus Paradise Paper, bersama Siti Hutami Adiningsih (Mamiek Soeharto). Maher juga memiliki saham pada PT Nusantara Energy Resources, perusahaan milik Prabowo Subianto.

Kawasan Obolie yang setelah ditinggalkan PT Antam kini dikeruk lagi oleh PT FBLN. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

Ferry Mursyidan Baldan, adalah mantan Menteri Agraria dan Tata Ruang, periode pertama kabinet Jokowi-JK. Kini, menyebrang ke kubu Prabowo-Sandi. Jejak keluarga Ferry terutama istrinya terhubung dengan bisnis pengerukan batubara di Kabupaten Berau dan Moncer saat Ferry masih menjabat sebagai menteri aktif.

Isterinya, Hanifah Husain Mursyidan Baldan menjadi ‘operator’ pada bisnis keluarga ini melalui tiga izin usaha pertambangan batubara di Kabupaten Berau, yaitu PT Syahid Berau Bestari, PT Rantau Panjang Utama Bhakti, dan PT Syahid Indah Utama. Isteri Ferry sendiri menjabat sebagai direktur utama di tiga perusahaan dan rentan conflict of interest mengingat bisnis dikembangkan saat Ferry menjabat sebagai menteri aktif.

Hashim Djojohadikusumo, adalah adik kandung Prabowo Subianto, calon presiden pemilu 2019. Dalam dunia bisnis pertambangan, Hashim memiliki beberapa perusahaan tambang yang erat kaitan dengan perusahaan pertambangan milik Sandiaga Uno.

Sebelum PT Batu Hitam Perkasa (BHP) diakuisisi PT Saratoga Investama Sedaya, Tbk dan kemudian beralih ke PT Toba Bara Energi, perusahaan ini berdiri di bawah paying PT Arsari Group milik Hashim. Saat didirikan, BHP dimiliki PT Catur Yasa atau PT Wahanaputra Aluraya, perusahaan milik keluarga Ginandjar Kartasasmita (33,3%), PT Tirtamas Maju Utama milik Hashim Djojohadikusumo (33,3%), dan PT Swabara Bumi (33,3%).

Zulkifli Hasan. Zulkifli Hasan merupakan Ketua Umum PAN. Pada Pemilu 2019, Zulkifli menjabat sebagai Ketua Dewan Penasihat di Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto– Sandiaga Uno.

Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Zulkifli menduduki jabatan sebagai Menteri Kehutanan. Pada saat itu, Zulkifli mengeluarkan Surat Keputusan tertanggal 19 November 2013, atas pengajuan penurunan status kawasan hutan dari hutan lindung menjadi hutan produksi terbatas oleh Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas.

Usulan pelepasan status kawasan seluas 9.743, 28 hektar itu dikabulkan Zulkifli 1.942 hektar di wilayah BKPH Sukamade, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi.

Penyetujuan pelepasan kawasan hutan itu menjadi salah satu cikal bakal aktivitas tambang emas PT Bumi Suksesindo (BSI) yang, komposisi kepemilikan saham terhubung dengan Sandiaga Uno melalui Merdeka Copper Gold dan Saratoga Group.

Arip Yogiawan dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta mengatakan, oligarki tambang yang kental di balik pasangan calon presiden dan wakil presiden yang akan bertarung pada pilpres 2019, sebagai ancaman demokrasi.

Kriminalisasi terhadap Budi Pego yang menolak tambang di Tumpang Pitu Banyuwangi, katanya, sebagai satu contoh.

“Posisi sebagai pembela lingkungan disematkan sebagai tokoh penyebar komunisme,” katanya.

Kondisi tambah buruk, katanya, dengan jadikan Tumpang Pitu obyek vital nasional. “Apakah dengan jadikan lokasi obyek vital nasional lantas mengabaikan ruang hidup rakyat yang dirampas dan membungkam ekspresi rakyat untuk menyelamatkan lingkungan?” kata Yogi.

 

Keterangan foto utama: Relasi pebisnis tambang dengan kedua pasangan capres. Foto: presentasi Jatam

Sumber; presentasi Jatam

Kekhawatiran warga terjadi dengan kehadiran tambang. Muara penuh lumpur. Dokumentasi 16 Agustus 2016 oleh Pokmas Pariwisata Pulau Merah/ Yogi Turnando

 

Pembangunan Rendah Karbon Harus Jadi Perhatian Capres-Cawapres

  • Dalam visi misi maupun perbincangan kedua kubu capres-cawapres belum ambisius menyikapi ancaman ranjau pemanasan global yang akan mempengaruhi semua warga
  • Kebijakan publik terkait perubahan iklim harus selaras dan sejajar satu dengan yang lain secara lintas sektor dan isu, dalam dan antar kementerian atau lembaga serta pusat maupun daerah
  • Bahasan para capres-cawapres masih belum menyentuh pada pemahaman lingkungan yang penting dalam upaya pembangunan rendah karbon. Konsep pembangunan rendah karbon pun belum menjadi dasar kuat dalam rencana pembangunan yang tertuang dalam visi-misi kedua kubu
  • Pembangunan berkelanjutan dan rendah karbon, setidaknya mempertimbangkan tiga aspek utama, yakni, pertumbuhan ekonomi tetap tinggi, kelestarian lingkungan tetap terjaga dan kesejahteraan masyarakat terjadi dengan mengecilkan kesenjangan sosial.

Laporan soal perubahan iklim terbitan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (Intergovernmental Panel on Climate Change/ IPCC) akhir 2018, belum menjadi perbincangan kedua calon presiden dan wakil yang akan bertarung pada Pilpres 2019. Pada 17 Februari ini, Komisi Pengawas Pemilu (KPU) adakan debat capres edisi kedua dengan tema, energi, lingkungan, sumber daya alam, infrastruktur dan pangan. Berbagai kalangan menekanan, soal perubahan iklim dan pembangunan rendah karbon menjadi perhatian para capres-cawapres.

Sonny Mumbunan dari Pusat Riset Perubahan Iklim Universitas Indonesia mengatakan, dalam visi misi maupun perbincangan kedua kubu capres-cawapres belum ambisius menyikapi ancaman ranjau pemanasan global yang akan mempengaruhi semua warga.

Dia mengatakan, siapapun yang terpilih jadi presiden mau tak mau akan menghadapi tantangan waktu 12 tahun yang disebut dalam laporan IPCC. Ia merupakan batas waktu bumi menuju pemanasan global pada 1,5 derajat celcius.

“Laporan IPCC mengandung sejumlah perihal penting yang akan memperngaruhi makhluk hidup, dan menentukan perikehidupan manusia serta pengorganisasian masyarakat dunia dan Indonesia masa datang,” katanya dalam diskusi di Jakarta, Selasa (13/2/19).

Indonesia, sudah meratifikasi Persetujuan Paris pada 2016 dengan sebuah UU. Indonesia juga telah menyampaikan niat untuk menurunkan emisi gas rumah kaca melalui National Intended Contribution (NDC).

Dalam laporan itu disebutkan, dengan tingkat kepercayaan tinggi pemanasan akan mencapai 1,5 derajat celcius antara 2030 dan 2052, sekitar satu dekade dari sekarang. Kalau pemanasan terus berlangsung dengan laju saat ini, dibanding suhu pra-industri, kegiatan-kegiatan manusia ditaksir menyebabkan pemanasan global antara 0,8 hingga 1,2 derajat celcius.

“Bukan akan kiamat seperti yang disampaikan beberapa pihak, ibarat berjalan dengan ranjau, jika ini dibiarkan ranjau akan makin banyak, Karena itu perlu adaptasi,” kata Sonny.

Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI) dan Thamrin School-sebuah inisiatif multipihak mendorong pemikiran kritis dan progresif tentang tata kelola sumber daya alam, lingkungan dan perubahan iklim. Mereka memberikan sejumlah rekomendasi kepada calon presiden dan wakil presiden mempertimbangkan laporan IPCC.

Rekomendasi ini penting mengingat risiko-risiko laju pemanasan global bisa muncul dalam berbagi konteks, kepulauan, keragaman hayati dan ekosistem, ketahanan pangan, kesehatan, kebencanaan, infrastruktur, dan pertumbuhan ekonomi.

Rekomendasi ini disusun setelah diskusi mendalam sejumlah pakar, pembentuk opini antara lain Edvin Aldrian dari BPPT–ikut menyusun laporan IPCC–, Sonny Mumbunan (RCCC UI), Alan F Koropitan (Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB), Herry Purnomo (Cifor), Nur Hidayati (Walhi), Ari Mochamad (Thamrin School). Lalu, Briggitta Isworo (Harian Kompas), Vanny Narita (ALMI), Jay Fajar (Mongabay Indonesia), Agus Sari (Landscape Indonesia), Dewi Suralaga (CLUA), Togu Manurung (Departemen Hasil Hutan IPB), Januar Dwi Putra (Satgas 155), Asclepias Rachmi (IIEE), Irvan Pulungan (TGUPP Jakarta), Jalal (A+ CSR Indonesia), Hizbullah Arif (Hjauku.com), Mohammad Fadl (APIK) dan Arina Apriyana (WRI).

Menariknya, tim diskusi ini juga melibatkan rohaniawan Victor Rembeth juga pegiat kebencanaan. Kehadiran rohaniawan, kata Sonny, penting sebagai elemen paling dekat dan langsung berhubungan dengan masyarakat. Saat ini, sudah disusun materi khutbah Jum’at dengan tema adaptasi perubahan iklim. Selain itu, ada juga perwakilan tim sukses kedua paangan calon presiden dan wakil presiden.

Kebakaran gambut terjadi di kebun sawit di Dusun Benuang, Desa Teluk Nilap, Kecamatan Kubu Darussalam, Rokan Hilir. Di dusun ini sedikitnya 14 rumah dan sejumlah kendaraan roda dua hangus terbakar pada pekan lalu. Hingga Jumat lalu, api masih berkobar. Foto: Zamzami/ Mongabay Indonesia

Mereka yang punya pendekatan masing-masing dengan isu perubahan iklim diminta mengemukakan tiga poin penting yang harus dilakukan Indonesia terkait laporan IPCC. Poin-poin ini kemudian dikerucutkan jadi 17 poin utama, antara lain, pertama, Indonesiakan laporan IPCC. Dampak pemanasan global dan keperluan menstabilkan iklim dalam laporan IPCC perlu disesuaikan dengan konteks Indonesia.

Contoh, bagaimana arti emisi gas rumah kaca tetap tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, ketahanan pangan, dan kejadian bencana alam di Indonesia.

“Atau apa makna stabilisasi iklim global bagi industri dan komoditas penting Indonesia seperti batubara dan sawit?”.

Kedua, perjelas terjemahan dan penilaian NDC Indonesia. Target NDC Indonesia perlu dijabarkan rinci di dalam negeri. NDC terkait upaya menerjemahkan laporan IPCC dan hasil riset ilmiah ke dalam kehidupan sehari-hari hingga level operasional di pemerintahan baik dari segi konten maupun dari segi pertanggungjawaban di lapangan.

“Turunan NDC jelas dan kongkrit perlu untuk menyelarakan kebijakan perubahan iklim kita.”

Ketiga, penjajaran dan penyelarasan perencanan pembangunan terkait perubahan iklim di pusat dan daerah.

Lalu rekomendasi lain dari tim ini terkait integrasi dan koordinasi pembangunan yang sepadan dengan perubahan iklim.

“Penyusunan rencana pembangunan nasional berupaya rendah karbon sekaligus mendorong integrasi dan koordinasi seperti aksi Bappenas dalam RPJMN. Ini perlu diapresiasi,” katanya.

Integrasi sektoral, katanya, soal data dan informasi seperti data curah hujan dari BMKG terintegrasi dengan data Kementerian Kesehatan untuk pencegahan wabah demam berdarah.

Asclepias Rachmi dari Indonesia Institute for Energy Economics (IIEE) mengatakan, kebijakan publik terkait perubahan iklim harus selaras dan sejajar satu dengan yang lain secara lintas sektor dan isu, dalam dan antar kementerian atau lembaga serta pusat maupun daerah.

“Perlu dibuat semacam matriks yang menampilkan peran dan sumbangan tiap-tiap sektor,” kata Rachmi.

Saat ini, setidaknya ada empat perencanaan daerah soal sektor energi. Pertama, ada rencana aksi daerah (RAD) untuk penurunan emisi gas rumah kaca. RAD ini sudah mulai sejak 2014 dan dilaporkan setiap tahun.

Pada 2017, setelahkaji ulang ada kesenjangan pada pemerintahan provinsi. “Pemerintah provinsi sudah diminta menyesuaikan kembali.”

Kedua, rencana umum energi daerah (RUED), baru berjalan dua tahun. Ia perlu dapat perhatian, apakah RUED dan rencana aksi nasional penurunan emisi gas rumah kaca sudah selaras.

Ketiga, ada rencana umum kelistrikan daerah. “Ini belum terlalu jelas bagaimana kaitan dengan RUED dan RAN penurunan emisi gas rumah kaca.”

Keempat, ada sustainable development goals (SDGs) poin ke-tujuh untuk energi bersih.

Laporan IPCC menyiratkan perubahan cukup mendasar dan cepat dalam cara menangani perubahan iklim dan kemungkinan dampak risiko. Karena itu, kata Sonny, perlu ada transformasi pengorganisasian ekonomi dan masyarakat.

Pengembangan ekonomi hijau, katanya, perlu ada transisi agar menggantikan penyerapan kerja yang bergantung fosil dan ekonomi tinggi karbon.

“Perubahan iklim harus jadi persoalan pribadi sekaligus perkara publik.”

Masyarakat penjaga hutan. Pepohonan di hutan adat Marena. Kala akses kelola dan hak kelola, mereka bisa menjaga hutan sekaligus memanfaatkannya. Foto: Minnie Rivai/ Mongabay Indonesia

 

Pembangunan rendah karbon

Tjokorda Nirarta Samadhi, Direktur World Resources Institute (WRI) Indonesia mengatakan, bahasan para capres-cawapres masih belum menyentuh pada pemahaman lingkungan yang penting dalam upaya pembangunan rendah karbon. Bahkan, konsep pembangunan ini belum menjadi dasar kuat dalam rencana pembangunan yang tertuang dalam visi-misi kedua kubu.

”Pembangunan Indonesia berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang dihitung makro, belum memasukkan koreksi-koreksi keterbatasan lingkungan,” katanya.

Untuk itu, katanya, pada calon pemimpin Indonesia, diharapkan memiliki pemahaman mendasar bagaimana mengimplementasikan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat dengan peka lingkungan.

Pembangunan berkelanjutan dan rendah karbon, kata Koni, sapaan akrabnya, pada dasarnya mempertimbangkan tiga aspek utama, yakni, pertumbuhan ekonomi tetap tinggi, kelestarian lingkungan tetap terjaga dan kesejahteraan masyarakat terjadi dengan mengecilkan kesenjangan sosial. “Ketiganya menjadi bagian yang saling berjalan beriringan.”

Koni contohkan, angka produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2010 sebesar Rp6.422 triliun. Angka ini belum memperhitungkan penipisan dan kerusakan sumber daya alam, Rp635 triliun. Dengan ada degradasi sumber daya alam itu, seharusnya GDP Indonesia terkoreksi jadi Rp5.787 triliun.

Menurut dia, perlu ada strategi pertumbuhan berkelanjutan inklusif. ”Faktor pendorong, inovasi dan kelestarian.”

Adapun makna ‘lestari,’ katanya, berarti transisi menuju pembangunan rendah karbon. Kota dengan masyarakat bergerak mudah, berudara bersih dan produktif. Juga, produktivitas sumber daya alam, lahan dan hutan kaya keragaman hayati, berinvestasi pada sumber daya manusia serta memperkuat komunitas.

Hingga kini, pemerintah belum menerbitkan peraturan presiden soal perencanaan pembangunan rendah karbon. Aturan ini bisa membantu pemerintah periode selanjutnya mengimplementasikan pembangunan rendah karbon melalui RPJMN.

Sejauh ini, Kementerian Bappenas sedang merancang aturan pembangunan rendah karbon berlandaskan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Melalui upaya itu, katanya, akan ada skenario kebijakan lintas sektor dalam melihat kemungkinan-kemungkinan mencapai target pembangunan yang bisa mengurangi dampak negatif bagi lingkungan, namun tetap menjamin pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan.

”Implementasi pembangunan rendah karbon pun perlu terintegrasi lintas kementerian dan lembaga, pemerintah pusat hingga daerah. Jadi, Kementerian Dalam Negreri memegang peranan kunci dalam pembangunan rendah karbon ini,” katanya.

Koni pun mengingatkan, berdasarkan hasil pertemuan IPCC menuntut langkah agresif. Dia katakan, dalam laporan itu ada skenario drastis, misal, berhenti menggunakan batubara.

”Apakah ini realistis? Mungkin jika berhenti sama sekali tidak realistis. Transisinya seperti apa, itu tantangan berat dalam bentuk kebijakan pembangunan,” katanya.

Kini, porsi energi terbarukan sekitar 12% dari target 23% pada 2025. Capaian itu, katanya, cukup baik mengingat saat ini Indonesia masih sangat bergantung energi batubara.

”Pembangunan kita harus diatur sedemikian rupa, supaya tidak banyak mengandalkan energi fosil, mengelola lahan dan hutan dalam tata kelola jauh lebih ketat,” katanya.

Yuyun Harmono, Manajer Kampanye Keadilan IKlim Walhi Nasional menyebutkan, kedua paslon tak berani berbicara visi-misi energi kotor menuju energi bersih. Meski ada komitmen energi terbarukan, namun masih belum jelas ingin berbuat seperti apa padahal transisi energi perlu waktu lama.

“Hal inilah yang penting lebih dahulu dibahas, dibandingkan bicara komitmen energi terbarukan, berupa bioethanol dan biofuel.”

Baik Yuyun maupun Koni, meyakini, transparansi skenario rencana enegi Indonesia ini jadi kunci. “Misal, skenario gunakan batubara. Barangkali itu pilihan benar. Tapi kita kan tidak tahu dan tidak diberitahu pemerintah alasan-alasan yang mendasari mengapa ini dipilih,” katanya.

Ketika hal ini jelas bagi publik, masyarakat pun dapat mempertimbangkan pilihan itu masuk akal atau tidak.

 

Begini hutan adat Kinipan, setelah pembukaan untuk kebun sawit perusahaan. Hutan bertutupan bagus, terbabat jadi kebun monukultur, apakah itu pembangunan rendah karbon? Foto: dokumen Laman Kinipan

Masalah lingkungan

Sementara, Leonard Simanjuntak, Kepala Greenpeace Indonesia Jumat (15/2/19) mengatakan, dalam debat kedua capres harus menunjukkan komitmen kuat mengatasi berbagai permasalahan lingkungan.

“Hal yang menentukan hajat hidup bangsa Indonesia ke depan justru banyak ditentukan bagaimana kualitas lingkungan membaik atau merosot,” katanya.

Dia meminta, kedua paslon menunjukkan komitmen menindak kejahatan korporasi di sektor lingkungan.Dia contohkan, kasus kebakaran hutan dan lahan 2015 yang menyeret korporasi, setidaknya 11 kasus perdata—sudah vonis hukum—dengan total harus membayar Rp18,9 triliun tetapi belum eksekusi.

“Kami ingin mengingatkan kepada siapapun nanti presiden dan wakil, bisa tegas jalankan eksekusi hukum.”

Dia bilang, kerugian hutan, lingkungan, dan kekaragaman hayati karena korporasi sangat masif. Kerusakan lingkungan ini, katanya, mengancam ratusan ribu bahkan jutaan orang.

Selain itu, katanya. kedua pasangan capres dan cawapres seharusnya memiliki solusi konkrit menghentikan karhutla dan menegakkan hukum.

Ririn Sefsani, Team Leader Human Rights Defender Kemitraan mengatakan, pembahasan dalam debat kedua merupakan hal penting karena tema usungan akar dari hajat hidup orang.

Dahniar Andriani, Direktur Eksekutif Perkumpulan HuMa mengatakan, ketika membahas mengenai isu lingkungan tak lepas dari isu masyarakat adat. Pengakuan, menghormati dan melindungi hak masyarakat adat atas sumber daya alam dan agraria harus dengan keseriusan kuat kedua pasangan capres cawapres.

Berdasarkan catatan HuMa, hingga Desember 2018, terjadi 326 konflik sumberdaya alam dan agraria. Konflik di 158 kabupaten kota pada 32 provinsi dengan luas 2.101.858,221 hektar. Ia melibatkan 286.631 jiwa korban, terdiri 176.337 masyarakat adat dan 110.294 jiwa masyarakat lokal.

Khalisah Khalid, Koordinator Deivisi Politik Walhi Nasional mengatakan, debat putaran kedua menantang kedua capres menunjukkan komitmen menyelesiakan sengkarut sumber daya alam dan lingkungan.

Dalam pengelolaan sumber daya alam, katanya, seringkali terjadi pelanggaran hukum dan perundang-undangan. Ia juga erat kaitan dengan pengabaian bahkan penyingkiran masyarakat adat.

Korporasi, katanya, seringkali membonceng proses demokrasi termasuk politik elektoral, modus mereka salah satu melalui obral perizinan.

“Persoalan ini harus berani diselesaikan kedua paslon. Perlu keberanian untuk memulihkan lingkungan.”

Hal lain yang luput perhatian adalah mengenai komitmen Indonesia menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29% atas usaha sendiri dan 41% jika ada bantuan internasional dalam Paris Agreement.

“Kedua pasangan capres cawapres harus memperhatikan dan melanjutkan komitmen ini untuk menjaga kepentingan dan kepercayaan rakyat.”

 

Keterangan foto utama: Pembangunn harusnya jaga mangrove bukan merusak. Masyarakat di Kampung Beting, Desa Pantai Bahagia, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, menanam mangrove, demi memperbaiki kondisi lingkungannya. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

Sumber: Mongabay.co.id

 

× Hubungi Kami Untuk Pemesanan