Tutup Usaha Pertambangan Malah Pariwisata Sulawesi Utara Tumbuh Pesat

Manado- Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey mengatakan, pelestarian lingkungan ikut mendukung majunya sektor pariwisata di provinsi berpenduduk lebih dari 2,5 juta jiwa itu.

“Pemerintah provinsi berkomitmen menjaga kelestarian alam dan itu telah dibuktikannya dengan tidak menerapkan izin tambang baik dalam bentuk Kontrak Karya maupun Izin Usaha Pertambangan (IUP) di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang luasnya di bawah 2.000 meter persegi, serta pencabutan IUP,” kata Gubernur Olly di Manado, Minggu.

Gubernur mengatakan, pemerintah provinsi sudah menutup 42 usaha pertambangan dalam rangka pelestarian alam.

Dicabutnya puluhan izin tambang itu berdampak positif pada eksistensi kawasan konservasi serta keanekaragaman hayati yang ada di daerah.

Salah satu contoh nyata dari manfaat tersebut adalah berkembang pesatnya sektor pariwisata yang sangat m

“Kami juga sedang membangun ekowisata. Sektor pariwisata merupakan salah satu leading sector pembangunan di Sulut. Selama tiga tahun terakhir, terjadi peningkatan yang signifikan terkait jumlah kunjungan wisatawan ke daerah ini,” ungkap Olly.

Saat ini, lanjut dia, dalam setiap minggunya ada sebanyak 18 trip penerbangan dari Cina ke Manado yang mengangkut wisatawan dari sejumlah kota yang ada di sana.

Pada tahun 2015, jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Sulut mencapai 27.059 orang, dan meningkat menjadi 48.288 orang pada tahun 2016.

Pada tahun 2017 jumlah wisatawan mancanegara mencapai angka 86.976 orang, sementara selang bulan Januari sampai Juni tahun 2018 jumlah wisatawan telah mencapai 59.125 orang.

Pada tahun 2017 tercatat sebanyak 2,7 juta penumpang pesawat udara yang melakukan perjalanan ke Sulut, bahkan diprediksi hingga akhir tahun 2018 ini, jumlah penumpang akan meningkat hingga tiga juta penumpang.

Pencapaian positif sektor pariwisata itu berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi Sulut meskipun harga sebagian komoditas unggulan Sulut seperti kopra, cengkih dan pala sedang turun.

“Selama tahun 2015 sampai tahun 2017 pertumbuhan ekonomi Sulut selalu berada pada angka di atas enam persen atau lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional yaitu lima persen,” kata Olly. (*)

Copyright: POS KUPANG.COM 

 

Rapat Koordinasi Perhutanan Sosial Regional Sulawesi dan Tindak Lanjut Hasil Coaching Clinic

Makassar –  Tujuh Provinsi Region Sulawesi mendukung upaya percepatan akses legal Perhutanan Sosial yang merupakan program prioritas nasional. Hal itu diutarakan Oleh Yulinda Rudjito selaku Pimpinan pada Rapat Koordinasi Perhutanan Sosial Region Sulawesi di Swissbell Hotel Makassar.

Rapat koordinasi Perhutanan Sosial ini adalah tindak lanjut dari hasil coaching clinic yang dilaksanakan sebelumnya, ini adalah program prioritas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dengan diadakannya rakor ini yaitu untuk mensinergikan rencana kerjasama jemput bola perhutanan sosial se-Sulawesi, sosialisasi dan menemukan kesepemahaman tentang kemitraan konservasi dalam Perhutanan Sosial, serta mendetailkan kerja bersama jemput bola tiap provinsi di Sulawesi pada bulan Agustus dan September 2018.

Pada kesempatan tersebut diikuti oleh Direktorat PKPS, Direktorat PKTHA, Balai PSKL Sulawesi, UPT KSDAE Sulwesi, Balai Litbang Kehutanan se-Sulawesi, Pokja PPS Sulawesi Barat, Pokja PPS Sulawesi Tengah, Pokja PPS Gorontalo,  Pokja PPS Sulawesi Utara, Pokja PPS Sulawesi Tenggara, dan TP2PS ( Tim Penggerak Percepatan Perhutanan Sosial).

Coaching clinic merupakan bentuk pembelajaran bagi daerah dalam proses pengusulan sehingga usulan lengkap dan benar. Selanjutnya, dilakukan verifikasi teknis (vertek) sebagai dasar pemberian akses legal Perhutanan Sosial.

Provinsi Sulawesi  salah satu provinsi yang aktif mendorong proses perhutanan sosial, dalam rapat koordiasi tersebut masing-masing provinsi merumuskan target fasilitas usulan dalam  tiga skema yaitu Hutan Kemasyarakatan, Hutan Desa dan Hutan  Kemitraan. Wilayah-wilayah tersebut diantaranya  Provinsi Sulawesi Barat dengan  Target Fasilitasi Usulan seluas  1.250  Ha dan Target Verifikasi Teknis 5.465 Ha, Provinsi Sulawesi Tenggara dengan Target Fasilitasi Usulan 6.500 Ha dan Target Verifikasi Teknnis seluas 8.249 Ha, Provinsi Gorontalo dengan Target Fasilitasi Usulan seluas 3.844 Ha, Provinsi Sulawesi Utara dengan Target Fasilitasi Usulan Seluas 6.401,5 Ha, Provinsi Sulawesi Selatan dengan Target Fasilitasi Usulan Seluas  6.802 Ha, Target Verifikasi Teknis dan evaluasi PAK seluas 4.092 Ha, Provinsi Sulawesi Tengah dengan Target Fasilitasi Usulan Seluas 515 Ha dan Target Verifikasi Teknis Seluas 3.340 Ha. Target tersebut direncanakan akan dilakukan pada bulan Agustus-September mendatang.

Dalam pelaksanaannya, ada 2 desa diwilayah provinsi Sulawesi Selatan yang di dampingi oleh Pinus Sulsel  dengan skema Hutan Desa, diaharapkan program percepatan perhutanan sosial ini Pinus dapat mengakselerasi capaian perhutanan sosial dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian sumber daya hutan khususnya di sulawesi selatan.

 

Pemerintah Kaji Pungutan Ekspor Batu Bara

TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengemukakan pemerintah tengah mengkaji alternatif menjaga keuangan PT PLN (Persero) sebagai pengganti jika penetapan harga khusus batu bara domestik dicabut. Salah satunya adalah pemberlakuan pungutan ekspor batubara. Nantinya, penambang yang menjual batubaranya ke luar negeri wajib menyetor sejumlah uang jika harga batubara melewati batas yang ditentukan pemerintah.

“Besaran pungutannya tergantung. Sekarang harga di Newcastle (Coal Price Index) US$ 125 per ton. Nanti ada kalorinya berapa, kami hitung,” ungkap Luhut di kantornya, Senin 30 Juli 2018.

Luhut irit berbicara soal detil opsi ini. Soalnya, kata dia, rencana tersebut masih dalam pembahasan bersama Kementerian Keuangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, serta PLN. Dia optimistis kebijakan nantinya akan menguntungkan semua pihak.

Dia pun tak bisa memastikan apakah pencabutan harga khusus batubara berlaku dalam waktu dekat. “Kami belum lihat tahun ini. Tapi bisa saja nanti kalau perhitungan tuntas kami bisa pertimbangkan,” tutur dia.

Luhut mengemukakan pencabutan harga khusus bertujuan untuk menambah pendapatan negara. Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan, regulasi harga batubara domestik membuat negara kehilangan potensi pendapatan sebesar Rp 6 triliun tahun ini. Sementara, pemerintah tengah mencari segala cara untuk menekan defisit neraca perdagangan.

Pengusaha batubara menyambut positif perubahan skema ini. Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia Hendra Sinadia, pungutan ekspor adalah solusi yang menguntungkan bagi semua pihak. Sebab, PLN tetap mendapatkan dana untuk menekan biaya produksi setrum. Sedangkan pengusaha tetap bisa beroperasi dengan jaminan harga batubara yang ditentukan pasar.

Hendra mengemukakan pembatasan harga terbukti sulit dilaksanakan. Banyak penambang belum bisa memasok batubara karena tak cocok dengan standar milik PT PLN (Persero) sebagai pembeli. Pembangkit batubara PLN hanya mampu menerima batubara dengan Spesifikasi 4.000-5.000 kalori per gram. Padahal, penjual harus memenuhi kuota DMO sesuai dengan kewajiban pemerintah. Jika tak mencapai kuota, pemerintah bakal memangkas batas produksi batubara penambang di tahun berikutnya.

Kementerian Energi sebenarnya membolehkan penambang melakukan transfer kuota. Artinya, penambang yang tidak menjual batubara sesuai kewajiban bisa membeli kuota dari perusahaan yang memiliki persentase produksi berlebih. Namun surat itu tak membuat masalah beres. Sebab, banyak penambang yang keberatan harus membeli kuota dengan harga yang mahal.

“Banyak perusahaan yang sudah melaporkan kesulitan memasok batubara karena kebijakan ini,” ungkap Hendra.

Asosiasi nantinya akan menghelat kajian lanjutan untuk skema pungutan ekspor. Bisa saja, kata Hendra, dana nantinya dikelola oleh lembaga khusus. Skemanya seperti Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit yang mengelola setoran ekspor minyak sawit (crude palm oil/CPO).

“Kami akan mengkaji detil arahnya dan dari pemerintah maunya bagaimana,” tutur Hendra.

Meski begitu, Hendra memberi catatan bahwa asosiasi menginginkan kebijakan khusus batubara domestik hanya berlaku hingga tahun depan. Sebab, ini sesuai dengan komitmen pemerintah menahan tarif listrik sampai 2019.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Bambang Gatot Ariyono mengakui masih ada penambang batu bara yang belum melaksanakan kewajibannya. Pemerintah saat ini juga sulit menghukum perusahaan yang melanggar. Sebagian besar di antaranya adalah penambang kecil yang mengantongi izin dari pemerintah provinsi. Namun, kata Bambang, hal itu bukan satu-satunya alasan pemerintah untuk membatalkan kebijakan. “Penambang memang ada yang memenuhi dan ada yang tidak. Tapi belum ada rencana itu (penghapusan harga khusus batubara)” tutur dia.
Sumber : Tempo.co

Reporter: Robby Irfany

Editor: Ali Akhmad Noor Hidayat

IZIN TAMBANG KHUSUS : Keputusan Lelang Ditentukan Pekan Ini

JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyatakan bahwa enam wilayah izin usaha pertambangan Khusus bisa segera dilelang apabila tidak ada BUMN atau BUMD yang berminat.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Bambang Gatot Ariyono mengatakan bahwa keputusan untuk melelang wilayah izin usaha pertambangan Khusus (WIUPK) tersebut akan diambil setelah batas akhir BUMN dan BUMD memberi respons pada 17 Juli 2018. Jika ada wilayah yang tidak diminati, kementerian akan langsung menyiapkan mekanisme untuk dilelang.

“Kalau penawaran ini lewat, baru bisa dilelang. Nanti mekanismenya ditentukan lagi. Paling 1 atau 2 hari,” ujarnya, akhir pekan lalu.

Menurutnya, apabila BUMN dan BUMD tidak berminat untuk menggarap wilayah yang ditawarkan, bukan berarti prospek di wilayah tersebut buruk. Oleh karena itu, Bambang menilai bahwa hal itu justru menjadi peluang bagi pihak swasta.

“Kita melihatnya harus positif karena itu justru jadi kesempatan buat investor swasta masuk,” katanya.

Ilustrasi: Aktivitas pekerja tambang di Unit Bisnis Pertambangan Emas (UBPE) Pongkor, Desa Bantar Karet, Bogor, Jawa Barat, Rabu (14/9). – JIBI/Nurul Hidayat

Selain WIUPK, pemerintah juga akan melelang 10 wilayah izin usaha pertambangan (WIUP). Kewenangan untuk melakukan lelang ada di tangan pemerintah provinsi.

Bambang menuturkan bahwa instansinya sudah mengirim seluruh data yang diperlukan kepada pihak provinsi. Namun, dia belum bisa memastikan waktu pelelangan.

“WIUP yang berwenang lelang gubernur. Nanti terserah mereka kapan,” tuturnya.

Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk. Arie Prabowo Ariotedjo mengatakan bahwa perseroan belum menentukan WIUPK mana saja yang diminati. Namun, pembahasannya sudah dalam tahap finalisasi.

“Tanggal 16 Juli akan ditentukan. Masih finalisasi,” katanya kepada Bisnis.

Arie menjelaskan bahwa ada beberapa pertimbangan yang harus dipikirkan secara matang sebelum memutuskan untuk menggarap wilayah yang ditawarkan. Salah satunya seberapa cepat cadangan yang ada bisa dimonetisasi.

“Cadangan, kualitas, kelayakan. Harus bisa segera di-monetize,” tuturnya.

Terkait dengan ditetapkannya nilai kompensasi data informasi yang harus dibayar perusahaan, hal itu akan menjadi salah satu pertimbangan utama bagi perusahaan yang ingin mengikuti penawaran maupun lelang.

Dari 6 WIUPK dan 10 WIUP yang ditawarkan dan dilelang, total nilai kompensasi data informasi yang harus dibayar perusahaan mencapai Rp4,09 triliun.

Untuk WIUP, total nilai kompensasi data ialah Rp1,76 triliun dengan nilai tertinggi untuk satu wilayah mencapai Rp225 miliar.

Sementara itu, untuk WIUPK, kendati jumlahnya di bawah WIUP yang akan dilelang, total nilai kompensasi datanya ialah Rp2,33 triliun dengan nilai tertinggi untuk satu wilayah Rp984,85 miliar. (Lucky L. Leatemia)

Sumber : Bisnis Indonesia

Rapat Koordinasi Pokja PPS Sumatera Selatan

Untuk memindak lanjuti Hasil Lokakarya Pokja PPS Sumatera Seltan pada tanggal 3-5 April 2018 dan Lokakarya PPS RegioanalSumatera Juni 2018. Pada Tanggal 10 Juli 2018 Pokja PPS Sumatera Selatan telah mengadakan  Rapat Koordinasi  Pokja PPS Sumsel untuk melakukan  Pembahasan Isu-isu Percepatan Perhutanan Sosial khuusnya di Provinsi Sumatera Selatan.

 

Rapat Koordinasi tersebut diikuti oleh semua anggota Pokja PPS Sumatera Selatan dan di pimpin oleh Prof. Dr. Ir  Rujito Agus Suwignyo, M.Agr sebagai ketua Pokja PPS Suumatera Selatan. Beliau menyampaikan bebrapa hal terkait perkembangan sekaligus Capaian Pokja PPS Sumsel diantarnya :

Capaian Perhutanan Sosial  Sumatera Selatan  sampai dengan Bulan  mei 2018 yang diambil dari data bpskl juni 2018, Perhutanan dengan skema Hkm: 4.793 ha, HD : 25.105 ha, HTR: 4.635,45 ha, Kemitraan :10.000 ha, selain itu  perkembangan Perhutanan Sosial  di Provinsi sumatera Selatan sampai dengan bulan juni 2018 ada 24 usulan yang sdah terverifikasi dan menunggu SK seluas 38.068,14 ha (HKm, HD, HTR, dan kemitraan. Berdasarkan informasi dari tim kerja revisi PIAPS Sudah masuk data dari 4  KPH (banyuasin, Lalan sembilang, mekakau saka, dan meranti). Pokja PPS Sumatera Selatan juga akan melakukan coaching clinic pada tanggal 18 Juni 2018 dan pembentukan tim lapangan dalam rangka percepatan Perhutanan Sosial.

Pada saat ini Pokja  mempunya website yang bertujuan untuk memberikan informasi serta  perkembangan Perhutanan Sosial serta kegitan kegiatan yang sedang berlangsung maupun yang akan dikerjakan, bisa dikunjungi  di http://pokja-ppssumsel.org/  .Rapat koordinasi  masih berlangsung untuk menyepakati usulan-usulan yang akan di vertek pada tangga18 Juli 2018 nanti.

 

× Hubungi Kami Untuk Pemesanan