Perhutanan Sosial Sudah Terealisasi 2,1 Juta Hektare

Pemerintah pusat telah mencanangkan program Perhutanan Sosial yang melegalkan masyarakat untuk mengelola hutan yang saat ini sudah terealisasi seluas 2,1 jutha Hektare dari target tahun 2019 seluas 4,3 juta hektare. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, menuturkan hutan sosial merupakan program pemerintah yang keberadaannya dapat dikelola oleh masyarakat menjadi lahan produktif sehingga memberikan manfaat lanngsung buat masyarakat sekitar hutan.

Program pemerintah Presiden Joko Widodo itu, kata dia sudah direalisasikan secara nasional  termasuk di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Program Pengelolaan lahan hutan dapat dijual oleh masyarakat untuk mendapatkan modal, sesuai peraturan yang berlaku tidak boleh. Tetapi lahan hutan yang dikelola masyarakat dapat dikerjasamakan dengan perusahaan agar hasil hasilnya bisa dipasarkan dan masyarakat bisa lebih produktif sehingga memberikan keuntungan.

sumber : Antaranews.com

Banyak Celah Kerugian Negara Dampak Kebijakan Fiskal Batubara, Ini Alasannya

Batubara masih jadi ‘andalan’ mengurangi defisit keuangan negara. Harga jual tinggi, US$107 pada Oktober 2018 jadi alasan terus meningkatkan produksi dan ekspor. Benarkah ekspor batubara dapat menyelamatkan keuangan negara?

Firdaus Ilyas, Koordinator Divisi Riset Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan, banyak celah kebocoran sebabkan kerugian negara karena kebijakan fiskal batubara.

“Kerusakan lingkungan, bencana alam, kehilangan air bersih tak sebanding dengan pendapatan Rp20-Rp30 triliun per tahun?” katanya dalam diskusi awal Oktober lalu.

Batubara, katanya, sumber daya alam masih dalam lingkaran setan untuk mengongkosi biaya politik yang tinggi.

Mengutip data Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian Keuangan, dari 7.115 wajib pajak pertambangan mineral dan batubara (minerba) dan minyak dan gas (migas), hanya 1.035 wajib pajak ikut program pengampunan pajak (tax amnesty) periode pertama. Dalam realisasi periode pertama tax amnesty, wajib pajak pribadi dan badan sektor pertambangan minerba 6.001. Sebanyak 967 wajib pajak ikut tax amnesty total nilai tebusan Rp221,71 miliar. Rata-rata tebusan Rp229, 27 juta.

Untuk migas, baru 68 dari 1.114 wajib pajak ikut tax amnesty dengan nilai tebusan Rp40,60 miliar atau rata-rata Rp527,29 juta.

Data realisasi uang tebusan tax amnesty periode pertama, paling rendah ada Rp5.000 untuk minerba dan Rp10.000 migas.

Sisi lain, kontribusi penerimaan pajak minerba, sejak 2012-2015, terus turun dari 5% ke 2%. Tahun 2016, penerimaan pajak batubara Rp16,23 triliun, turun 2014 sebesar Rp15,34 triliun dan Rp28,94 triliun pada 2012.

Untuk mineral juga turun jadi Rp4,51 triliun dari Rp8,11 triliun pada 2014 dan Rp14,13 triliun pada 2012.

Dari sisi kepatuhan pelaporan surat pemberitahuan tahunan (SPT) minerba juga lebih banyak tak melapor dibanding melapor. Tahun 2015, tercatat 3.580 wajib pajak melapor, sisanya 4.523 tak melaporkan SPT tahunan.

Padahal, katanya, kalau lihat neraca batubara Indonesia, sebagian besar ekspor. Data Ditjen Minerba Energi dan Sumber Daya Mineral pada 2015, dari 461 juta ton produksi, 365 juta ton ekspor. Hanya 86 juta ton untuk dalam negeri. Begitu juga 2016, dari 445 juta ton, 331 juta ton ekspor dan 128 juta ton untuk keperluan domestik.

Kerusakan ekologi dampak pertambangan. Ini salah satu pertambangan batubara di Lahat, Sumsel. Mencemari sungai dan munculkan masalah ekologi. Foto: Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia

Data beda

Berdasarkan data produksi batubara Indonesia selama 2006-2015, KESDM mencatat produksi 3.315,2 juta ton. Sedangkan Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan data produksi batubara periode sama hanya 3.266,2 juta ton.

“Dengan kata lain ada selisih data produksi 49,1 juta ton,” kata Firdaus.

Data tak sama dalam neraca batubara juga ditemui untuk ekspor Kementerian Perdagangan sebesar 3.421,6 juta ton. Menurut KESDM volume ekspor batubara Indonesia periode sama 2.902,1 juta ton.

“Terdapat lagi perbedaan data ekspor 519,6 juta ton.”

Kalau dibandingkan lagi dengan data catatan negara pembeli dalam periode sama ditemukan angka 3.147 juta ton. Ada selisih 274,2 juta ton, dimana data versi Indonesia atau data Kementerian Perdagangan lebih tinggi dari data negara-negara penerima.

Selama 2006-2016, nilai ekspor batubara Indonesia US$184,853 miliar. Data negara pembeli, nilai impor batubara Indonesia US$226,525 miliar, terdapat selisih US$41,671 miliar.

Berdasarkan data-data ini, ICW menyimpulkan, ada dugaan transaksi kurang dilaporkan ke negara. Selama periode ini, katanya, terindikasi nilai transaksi perdagangan batubara, atau ekspor kurang lapor secara tak wajar mencapai US$27,062 miliar atau sekitar Rp365,3 triliun (kurs Rp.13.500).

Rinciannya, US$1,455 miliar pada 2006, naik periode 2010-2013 dan terakhir 2016 mencapai US$2,917 miliar.

“Dari total nilai transaksi kurang dilaporkan atau dilaporkan tidak wajar, akan berdampak pada kewajiban kepada keuangan negara baik royalti maupun pajak. Secara keseluruhan nilai indikasi kerugian negara mencapai Rp.133,6 triliun, dari kewajiban pajak Rp95,2 triliun dan royalti Rp38,5 triliun.”

Batubara dalam negeri terserap, salah satu sebagai sumber energi buat PLTU. Dalam gambar ini tampak anak-anak kecil bermain di Pantai Menganti, yang hanya berjarak tak sampai satu kilometer dari PLTU barubara. Foto: Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia

UU No 4/2009 tentang mineral dan batubara dan PP No 23/2010 mengamanatkan, arah kebijakan batubara menjamin ketersediaan sebagai sumber energi dalam negeri. UU juga mengatur, pengendalian produksi dan ekspor batubara harus untuk kepentingan nasional.

Untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya batubara wajib pengolahan dan penetapan kebutuhan dalam negeri.

“Ekspor batubara setelah terpenuhi kebutuhan dalam negeri,” kata Sri Raharajo, Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Ditjen Minerba KESDM.

Dia bilang, pengendalian produksi batubara untuk memenuhi ketentuan aspek lingkungan, konservasi sumber daya dan mengendalikan harga batubara. Pengendalian penjualan batubara, katanya, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan stabilitas harga minerba.

Kebijakan ini lahir dari strategi dan rencana aksi 2015-2019, antara lain soal peningkatan jatah batubara domestik (DMO) sekitar 27% per tahun atau pada 2019 sekitar 60% dari rencana produksi nasional. Ia diikuti penurunan persentase ekspor 14% per tahun, dan penyusunan neraca batubara nasional serta pengawasan pelaksanaan DMO pada izin pertambangan.

Selain itu, arah kebijakan batubara juga harus memprioritaskan batubara sebagai sumber energi. Kata Sri, itu jadi dasar pemerintah membuat aturan DMO batubara dengan mewajibkan pengusaha mengalokasikan 25% produksi mereka bagi keperluan dalam negeri. Harga pun dipatok US$70 per ton.

Harga batubara acuan US$70 per ton ini berlaku untuk 2018 dan pada 2019 dengan volume penjualan paling banyak 100 juta metrik ton per tahun.

Mengapa realisasi di lapangan berbeda? KESDM mengakui target dan realisasi produksi batubara 2016-2018, lebih tinggi dari rencana umum energi nasional (RUEN).

Sri beralasan, karena mempertimbangkan kapasitas produksi eksisting pemegang izin pperasi produksi.

“Ada yang meningkat tahapan, semula tahap eksplorasi jadi operasi produksi,” katanya. Alasan lain, katanya, meningkatkan cadangan devisa negara melalui ekspor batubara.

Namun Sri bilang, produksi batubara masing-masing perusahaan sesuai batasan produksi tercantum dalam dokumen studi kelayakan dan izin lingkungan.

“KESDM berkomitmen memenuhi seluruh kebutuhan dalam negeri. Kelebihan produksi akan dialokasikan untuk ekspor.”

Sesuai Keputusan Menteri ESDM No 1925K/30/MEM/2018, perusahaan yang memenuhi DMO dapat kenaikan produksi bersama sampai jumlah produksi nasional bertambah 100 juta ton sepanjang memenuhi kaedah teknik pertambangan baik dan memenuhi kewajiban bidang lingkungan.

Kepmen ini juga mengatur kewajiban menggunakan cara pembayaran letter of credit-sebuah cara pembayaran internasional, yang memungkinkan eksportir menerima pembayaran tanpa menunggu berita dari pemesan atau importir. Llau bisa mengembalikan sepenuhnya penjualan ekspor minerba melalui rekening devisa dalam negeri.

Dalam Kepmen ESDM 1924/30/MEM/2018 menyatakan, produksi batubara untuk 2018 sebesar 485 juta ton. Tambahan produksi batubara 2018 paling banyak 100 juta ton untuk penjualan ke luar negeri hingga produksi tahun ini jadi 585 juta ton. Tambahan produksi 100 juta ton ini, katanya, tak kena kewajiban DMO.

Peledakan buat tambang batubara hanya berjarak puluhan meter dari perumahan warga di Kaltim. Foto: Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia

 

Bagaimana penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari ekspor minerba? PNBP hingga kini masih didominasi migas. Tahun 2017, PNBP migas Rp82 triliun, diperkirakan naik jadi Rp94 triliun 2018.

Non migas, termasuk batubara mengalami fluktuasi. Tahun 2016, menyumbang Rp21 triliun, naik Rp29 triliun pada 2017, diperkirakan turun jadi Rp27 triliun tahun ini.

“Penerimaan mineral non migas berfluktuasi terutama dipengaruhi harga, volume batubara dan kurs,” kata Mariatul Aini, Direktur PNBP Kementerian Keuangan.

Dari 2009-2014, tren penerimaan PNBP minerba naik terutama karena peningkatan volume produksi dari 240 juta ton 2006 jadi 458 juta ton pada 2014. Pada 2014-2016, tren penerimaan menurun terutama penurunan harga batubara, dari harga acuan rata-rata US$73 perton 2014 jadi US$60 per ton 2016.

Pada 2017 dan 2018, penerimaan naik rata-rata US$85,92 hingga rata-rata September 2018, US$99,59.

Kontribusi iuran royalti batubara dan penjualan hasil tambang periode Januari-September 2018, total Rp35,86 triliun dengan rincian Rp15,90 triliun dari iuran royalti dan Rp19,96 triliun dari penjualan hasil tambang (PHT). Pada 2017, iuran royalti Rp.18,69 triliun, dan PHT Rp16,86 triliun.

Sesuai aturan, iuran tetap setiap perusahaan tambang batubara yang dalam tahap eksplorasi kena tarif US$2 perhektar per tahun, tahap operasi produksi US$4 perhektar per tahun. Royalti batubara untuk kalori masing-masing kurang atau sama dari 5.100 kkal kena tarif 3% dari harga jual, 5.100-kurang atau sama dengan 6.100 kkal kena tariff 5% dan lebih 6.100 kkal 7% dari harga jual.

Untuk pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) kena penjualan hasil tambang dihitung dari bagian pemerintah pusat 13,5% dikurangi tarif royalti.

Mariatul menjelaskan, ada beberapa hal yang mempengaruhi sensifitas batubara yakni kurs, volume, subsidi, HBA dan DMO. Setiap depresiasi rupiah terhadap dollar sebesar Rp100, akan meningkatkan PNBP Rp0.29 triliun dengan nilai kurs rata-rata Rp14.047. Sementara kenaikan volume batubara 1 juta ton akan meningkatkan PNBP Rp0,08 triliun. Setiap perubahan 1 USD harga batubara berdampak pada besaran subsidi listrik Rp0,2 triliun.

“Apabila DMO dihapus PNBP akan meningkat Rp3,7 triliun,” katanya.

Setiap kenaikan harga batubara acuran (HBA) US$1 akan meningkatkan PNBP Rp0,4 triliun.

Pengawasan lemah

Kemenkeu membenarkan pengawasan pemerintah lemah di lapangan atas volume, kalori, dan harga karena hanya mengandalkan surveyor. Hal itu, katanya, menyebabkan PNBP batubara tak oprimal.

Kementerian juga menyadari verifikasi dokumen belum optimal, dalam menguji kebenaran pembayaran karena saat ini masih pakai post audit oleh BPKP.

“Belum terintegrasi sistem antarkementerian dan lembaga menyebabkan data berbeda,” kata Mariatul.

Untuk itu, katanya, pemerintah perlu memperbaiki mekanisme pengawasan lapangan, memastikan dijalankannya tugas verifikasi dan melakukan integrasi atas sistem yang dibangun masing-masing instansi.

“Untuk selanjutnya dibuat single identity bagi setiap transaksi ekspor tambang minerba agar dapat penelusuran masing-masing elemen data yang dimiliki kementerian.”

Selain itu, kata Mariani, perlu juga sanksi penghentian pengapalan dan pencabutan izin bagi perusahaan yang masih punya tunggakan PNBP. Juga perlu bimbingan teknis bagi pengusaha minerba dan pemerintah daerah soal tata cara pemungutan, penghitungan dan PNBP minerba.

Batubara yang diangkut kapal tongkang sebanyak 7 ribu ton dari Palembang ini, berceceran di pantai Lampuuk, Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, Rabu (01/8/2018). Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Kementerian Perdagangan mencatat hingga 12 September 2018, ada 391 eksportir terdaftar (ET) batubara dan produk batubara. Rinciannya, 38 PKP2B, 310 izin operasi, 41 izin khusus pengangkutan dan penjualan serta dua izin khusus pengolahan.

Merry Maryati, Direktur Ekspor Produk Industri dan Pertambangan Kementerian Perdagangan mengatakan, dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 102/2018 mulai berlaku 7 Oktober 2018, mengatur kebijakan ekspor batubara. Mulai 1 Februari 2019, wajib gunakan asuransi nasional, mulai 1 Mei 2020 wajib pakai angkutan laut yang dikuasai oleh perusahaan angkutan laut nasional.

“Bank Indonesia juga sedang sinkronisasi kebijakan devisa hasil ekspor guna mendorong peningkatan devisa.”

Kalau tarik data 2013-2017, catatan Kemendag, tren ekspor batubara turun 6.49%, volume turun 2,63%. Tahun 2018, periode Januari-Juli dibanding 2017 periode sama berdasarkan nilai juga naik 25,74% dan volume naik 14.05%.

Catatan Badan Perencanaan Nasional (Bappenas) menyebutkan, setidaknya 48 juta jiwa tinggal di kawasan hutan dan hidup bergantung dengan alam. Sekitar 10.2 juta hidup miskin.

“Terdapat 11 provinsi kaya sumber daya alam dengan kinerja ekonomi tak lebih baik dibandingkan yang lain,” kata J Rizal Primana, Direktur Sumber Daya Energi Mineral dan Pertambangan Bappenas.

Eksklusivitas pengelolaan migas menyebabkan migas hanya sumber pendapatan semata, namun tak memberikan dampak pengembangan luas pada wilayah setempat.

Di Lhokseumawe, Aceh, misal pernah jadi penghasil gas bumi terbesar di Indonesia. Pada 1990, PT Arun NGL mengelola LNG terbesar di dunia dengan kapasitas 1,5 juta ton pertahun dan ekspor ke Jepang dan Korea Selatan.

Data 2017, laju pertumbuhan jasa dari kegiatan ekonomi (PDRB) Aceh, 4,19%, lebih rendah dari PDRB nasional yakni 5,23%. PDRB per kapita Rp23.367, sementara PDRB per kapita nasional Rp38.169.

Jumlah penduduk miskin Aceh per 2017 masih 15,92% sementara nasional 10,12%.

“Tidak seluruh daerah penghasil migas mampu berkembang menjadi daerah maju,” kata Rizal.

Begitu juga dengan batubara. Indonesia merupakan eksportir batubara terbesar dunia, namun komposisi produk ekspor masih tertinggal.

Karena itu, kata Rizal, perlu transisi penyediaan energi dengan perubahan paradigma dari bahan mentah jadi pemanfaatan modal pembangunan.

 

Kendalikan dari perencanaan

Maryadi Abdullah, Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia mengatakan, pemerintah harus bisa mengendalikan produksi dan ekspor batubara mulai penyusunan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB). Pemerintah tak bisa mengandalkan angka ajuan perusahaan begitu saja.

“Dimana kedaulatan kita kalau perusahaan yang menentukan berapa produksi? Pemerintah harus memberikan kuota produksi,” katanya.

Untuk itu, katanya, perlu audit perjanjian jual beli dengan perusahaan batubara sebagai evaluasi dan kontrol produksi.

“Posisi negara harus lebih tinggi. Kontrol lapangan juga tidak hanya saat awal, bisa per triwulan. Degan begitu kalau ada gelagat melebihi target negara bisa kendalikan.”

Alasan menyelamatkan defisit keuangan negara, kata Maryati, bisa kendalikan dengan bikin modeling lewat menghitung aset sumber daya alam. Kalau perlu, katanya, negara bikin kebijakan pajak progresif.

“Bukan hanya memandang ini sebagai komoditas.”

 

Keterangan foto utama: Tongkang batubara dibawa ke muara Sungai Samarinda untuk dibawa kembali ke PLTU atau ekspor ke negara luar. Foto Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia

Copyright: Mongabay

Semester I Tahun 2018, Produksi Batu Bara Capai 349 Juta Ton

Jakarta, TAMBANG – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan capaian realisasi produksi batu bara nasional dari para pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP). Hingga Juni 2018, total produksi emas hitam itu mencapai 319 juta ton.

 

“Tingkat produksi 319 juta ton, data IUP daerah hasil rekonstruksi sampai dengan akhir Juni 2018,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Publik Kementerian ESDM, Agung Pribadi, Sabtu (13/10).

 

Kalau mengacu pada target volume produksi batu bara nasional yang dipatok 505 juta ton, maka capaian tersebut sudah menembus angka realisasi sekitar 63 persen. Sebelumnya, target volume produksi hanya dicanangkan sebanyak 485 juta ton, lalu ditambah lagi 20 juta ton khusus untuk ekspor.

 

 

Sebagaimana diberitakan tambang.co.id, Kementerian ESDM mengoreksi target tambahan ekspor batu bara, hanya mungkin terealisasi 20 juta ton saja, dari terget volume ekspor sebelumnya yang ditargetkan mencapai 100 juta ton sampai akhir tahun.

 

Tambahan ini diharapkan, bisa mengurangi defisit neraca berjalan yang sedang terjadi. Saat rencana tersebut bergulir, beberapa perusahaan batu bara mengajukan minatnya. Bahkan sempat dikabarkan kalau pengajuan tersebut totalnya mencapai 25 juta ton, dan sudah disetujui.

 

“Dari 100 juta ton rencana tambahan produksi batu bara, saat ini sudah ada beberapa perusahaan yang mengajukan penambahan produksi total 25 juta ton dan telah disetujui. Persetujuan sudah ditandatangan Menteri ESDM. Harga batu bara saat ini baik untuk meningkatkan devisa,” tutur Kepala Biro Komunikasi, Layanan dan Informasi Publik Kementerian ESDM, Agung pribadi beberapa waktu lalu.

 

Dari total 25 juta ton itu, diprediksi devisa yang mengalir ke negara mencapai USD1,5 miliar. Saat ditanya progres terkini, Agung membenarkan kalau realisasi tambahan ekspor hanya akan mencapai 20 juta ton saja.

Copyright : Tambang.co.id

Kementerian ESDM setujui tambahan produksi batubara 21,9 juta ton

 

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan tambahan kuota produksi batubara. Dari 100 juta ton kuota yang ditawarkan, hanya ada tambahan sebesar 21,9 juta ton yang disetujui.

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi menyebutkan, ada 32 perusahaan yang telah mendapatkan izin penambahan produksi dari Menteri ESDM yang dinyatakan dalam persetujuan RKAB 2018 perusahaan. Sayang, Agung enggan membuka perusahaan mana saja yang telah diizinkan menambah produksi.

“Terdapat 32 perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) operasi produksi penanaman modal asing (PMA) yang telah mendapatkan izin penambahan produksi dari Menteri ESDM,” kata Agung saat dijumpai di kementerian ESDM, Rabu (26/9).

Melalui Direktorat Mineral dan Batubara, lanjut Agung, Kementerian ESDM telah menyelesaikan evaluasi atas seluruh permohonan peningkatan produksi yang diajukan oleh perusahaan pemegang PKP2B dan IUP operasi produksi PMA. “Sehingga tidak ada lagi permohonan yang sedang diproses” imbuhnya.

Agung juga mengungkapkan, sesuai dengan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 1924 K/30/MEM/2018, tambahan produksi yang telah disetujui ini tidak dikenakan kewajiban domestic market obligation (DMO) sebesar 25% dari total produksi. Artinya, lanjut Agung, perusahaan dapat menjual seluruh volume tambahan produksi untuk diekspor.

Untuk diketahui, sarat dari penambahan kuota produksi ini adalah kewajiban DMO yang harus terlebih dulu dipenuhi oleh perusahaan yang bersangkutan. Terkait hal ini, sebelumnya pada 20 Agustus 2018 lalu, Agung mengemukakan bahwa ada 40 perusahaan yang mengajukan tambahan.

Dari sejumlah perusahaan itu, 18 perusahaan telah memenuhi kewajiban DMO 25% dan 12 perusahaan telah memenuhi DMO pada kisaran 12,5%-25%. Sementara 10 perusahaan lainnya masih di bawah 12,5% sehingga otomatis tereliminasi. Untuk 32 perusahaan yang telah positif disetujui, Agung memastikan, semuanya telah memenuhi kewajiban DMO.

Dengan adanya tambahan kuota produksi ini, jumlah produksi batubara pada tahun 2018 mengalami perubahan. Dari yang tadinya dipatok sebesar 485 juta ton, kini menjadi 506,9 juta ton.

Sekadar mengingatkan, penambahan kuota yang dibuka hingga 100 juta ton ini berasal dari arahan Presiden Joko Widodo dalam Rapat Terbatas pada 14 Agustus 2018 lalu. Tujuannya, ialah untuk menambah devisa.

Menanggapi hal ini, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia menyebut bisa memakluminya. Langkah ini sekaligus membuktikan bahwa peran sektor batubara dalam menopang perekonomian masih dianggap penting oleh pemerintah.

Namun, Hendra tak menampik adanya kekhawatiran penambahan ini bisa mengakibatkan suplai berlebih, sehingga berpotensi menekan harga batubara. “Kami belum tahu persisnya. Tapi tentu tambahan suplai bisa berpotensi menekan harga yang mana indeks harga jual batubara kita menunjukkan penurunan” jelasnya.

Namun, Agung menekankan, tidak akan ada lagi penambahan produksi kuota batubara. Alasannya adalah pertimbangan rasional, yakni menyangkut dengan kesiapan perusahaan mulai dari kesiapan administrasi, modal, peralatan dan kesiapan teknis produksi lainnya, sehingga perusahaan lebih memilih untuk fous mencapai target RKAB.

“Apalagi mengingat sisa waktu yang ada saat ini, sekarang sudah di penghujung tahun” tandas Agung.

Reporter: Ridwan Nanda Mulyana

Perhutanan Sosial dan TORA, Memastikan Hak Atas Tanah Bagi Rakyat

Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Senin, 24 September 2018. Konflik sosial seringkali mengusik kedamaian di berbagai negara di dunia. Meskipun hampir semua negara telah merdeka, namun persoalan perampasan tanah dan sumber daya alam, yang merupakan simbol dari kolonialisme dan kapitalisme, masih terjadi.
Situasi penanganan konflik sosial di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir telah mengalami perkembangan signifikan. Diantaranya dari sisi kemajuan gerakan sosial yang memperjuangkan hak atas tanah, serta adanya kemajuan politik pemerintah mendorong proses-proses pengakuan hak atas tanah melalui kebijakan reforma agraria dan penyelesaian konflik.
Sejak tahun 2014, Pemerintahan Jokowi-JK mempunyai komitmen politik untuk melakukan land reform melalui program Perhutanan Sosial seluas 12,7 juta ha dan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) 9 juta ha.
Berdasarkan data hingga September 2018, dikatakan Bambang Soepriyanto, Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK pada acara Global Land Forum (GLF) di Bandung (24/09), bahwa telah diberikan akses Perhutanan Sosial seluas 1,917 juta Ha untuk kurang lebih 458.889 KK dengan jumlah Surat Keputusan (SK) sebanyak 4.786 unit SK Ijin/Hak.
“Untuk Hutan Adat, hingga September 2018 telah ditetapkan seluas 25.110,34 Ha dengan jumlah 33 unit SK, dimana sebelum tahun 2015 belum pernah ada” ucap Bambang di hadapan 800 peserta dari berbagai negara.
Sedangkan perkembangan Reforma Agraria menurut Sofyan Djalil, Menteri Agraria dan Tata Ruang, bahwa tahun ini telah diterbitkan 5,4 juta sertifikat dari target 7 juta, dan tahun 2019 ditargetkan 9 juta sertifikat untuk masyarakat. “Pada tahun 2025 diharapkan semua tanah di Indonesia sudah teregistrasi dan bersertifikat”, tegas Sofyan.
Program TORA lebih diperuntukkan bagi desa-desa di dalam kawasan untuk kehidupan masyarakat ada disana. Sedangkan Perhutanan Sosial, kepada masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan untuk mendapatkan hak akses kelola.
Secara garis besar, tanah di Indonesia mempunyai dua yurisdiksi. Untuk kawasan hutan seluas 120 juta (70% dari luas Indonesia) ha berada di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sedangkan 30% di luar kawasan hutan di bawah kewenangan Kementerian Agraria dan Tata Ruang.
Ditegaskan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution bahwa kedua program tersebut demi penyelesaian konflik agraria secara adil. Program reforma agraria bukan hanya memberikan hak atas lahan, tetapi juga memberi kemudahaan atas pasar dan keterampilan. Begitu juga dengan program perhutanan sosial, termasuk pengakuan dan perlindungan masyarakat adat, dimana pemerintah menyediakan bantuan permodalan dan pendampingan.
Berharap melalui spirit Bandung yang mewakili kebebasan, kesetaraan, Hak Asasi Manusia (HAM) dan keadilan sosial seperti yang digemakan Konferensi Asia Afrika 1955 melalui Deklarasi Bandung, GLF tahun ini dapat melahirkan agenda kerja dengan semangat yang sama untuk memastikan pengelolaan tanah berbasis masyaakat, sebagai jawaban mengatasi ketimpangan penguasaan tanah, dan kelaparan yang tengah mengancam jutaan masyarakat di berbagai belahan dunia.
× Hubungi Kami Untuk Pemesanan