TERBITNYA PERATURAN BUPATI ALOKASI DANA DESA (ADD) TRANSFER ANGGARAN KABUPATEN BERBASIS EKOLOGI (TAKE) KABUPATEN BULUKUMBA SULAWESI SELATAN

Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan baru saja menerbitkan Peraturan Bupati Nomor 25 Tahun 2024 tentang Tata Cara Pengalokasian, Pembagian, dan Penyaluran Alokasi Dana Desa (ADD) Tahun Anggaran 2025. Melalui Perbup ADD TA 2025 ini, Pemkab Bulukumba mulai mengadopsi kebijakan Transfer Anggaran Kabupaten berbasis Ekologis (TAKE). Kebijakan TAKE sendiri sudah mulai banyak diadopsi daerah dan selaras dengan Permendagri Nomor 15 Tahun 2024 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025. Dalam proses penyusunan kebijakan ini, Pemkab Bulukumba didampingi oleh Perkumpulan Pilar Nusantara Indonesia (PINUS) yang didukung oleh Ford Fondation.

Urgensi penerapan Transfer Anggaran Kabupaten Berbasis Ekologi (TAKE) dalam proses pengimplementasiannya adalah belum semua desa memasukkan isu lingkungan pada dokumen perencanaan dan penganggaran pembangunan di desa, meskipun terdapat regulasi baik di tingkat nasional dan daerah yang mengatur tentang pentingnya memprioritaskan pengelolaan lingkungan dalam pembangunan berkelanjutan. Di sisi lain, pada tingkat kabupaten untuk menstimulus desa dalam melakukan inovasi program dan kegiatan pengelolaan lingkungan perlu adanya landasan kebijakan regulasi daerah sebagai payung hukum. Dasar pelaksanaan TAKE ditetapkan melalui Peraturan Bupati dengan melakukan reformulasi dalam pendistribusian Alokasi Dana Desa (ADD). Penerapan mekanisme skema TAKE melalui Alokasi Dana Desa (ADD) diharapkan mampu memberikan kontribusi positif dalam pengembangan praktik kebijakan anggaran di daerah yang berorientasi pada keberlanjutan dan perlindungan lingkungan hidup serta desa didorong untuk berkompetisi dalam melakukan inovasi-inovasi terkait ekologis.

Pengadopsian kebijakan TAKE ini mengakomodir pengalokasian anggaran kinerja perlindungan lingkungan hidup sebesar 3% dari anggaran keseluruhan ADD setelah dikurangi alokasi dasar dan ditambahkan 0,5% yang diambil dari disinsentif desa, untuk itu keseluruhan alokasi kinerja mencapai 3,5% atau sebesar Rp 1.616.447.622 dari pagu ADD Kabupaten Bulukumba sebesar Rp 85.365.776.800. Alokasi Dana Desa Kinerja (ADDK) sebesar 3,5% tersebut dibagikan kepada 15 desa berdasarkan Indeks Kinerja Desa (IKD) tahun sebelumnya dari peringkat 1 sampai dengan peringkat 15, dalam hal terdapat desa yang memiliki peringkat yang sama, maka untuk menetapkan desa terpilih berdasarkan kinerja terbaik pada kriteria tata kelola keuangan desa. Indeks Kinerja Desa ini digunakan sebagai alat ukur untuk menilai serta memantau kinerja suatu desa dalam berbagai aspek, baik dari aspek ekonomi, sosial, dan infrastruktur.    

Penilaian kriteria kinerja desa tersebut berkaitan dengan tata kelola keuangan desa dan kategori kinerja pelestarian serta lingkungan hidup desa termasuk indikator kebijakan desa tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, proporsi anggaran desa untuk kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, capaian indeks kualitas lingkungan desa, dan bank sampah aktif.  Dalam pengimplementasian Perbup ADD Tahun Anggaran 2025, terdapat 15 desa yang mendapatkan alokasi kinerja, yaitu sebagai berikut:

NoKecamatanDesaBesaran Anggaran Alokasi Kinerja Yg Diperoleh TA 2025 (Rupiah)
1.KindangMattirowalie112.670.945
2.Ujung LoeSeppang111.426.149
3.Ujung LoeMannyampa111.426.149
4.KindangSipaenre110.145.895
5.Ujung LoeLonrong109.015.709
6.GantarangBontonyeleng108.783.490
7.Bonto TiroBatang107.807.669
8.KindangSomba Palioli107.277.977
9.Bonto TiroTamalanre107.005.109
10.GantarangPadang106.694.254
11.KajangMalleleng106.662.152
12.Ujung LoePaccarammengang106.518.201
13.GantarangTaccorong106.438.926
14.GantarangBarombong105.877.556
15.KindangKahayya104.773.788

Dengan terbitnya Perbup ADD 2025 yang di dalamnya mengatur tentang kebijakan TAKE ini memasukkan Kabupaten Bulukumba menjadi kabupaten/kota ke-4 yang mengadopsi Ecological Fiscal Transfer (EFT) di Provinsi Sulawesi Selatan setelah Kota Parepare, Kabupaten Maros dan Kabupaten Sinjai. Perbup ini juga menjadi bukti tingginya komitmen Pemerintah Kabupaten Bulukumba terhadap perlindungan ekologis.

Roadshow Juknis Penerapan Insentif Kinerja Berbasis Ekologis di Sulawesi Selatan

Perkumpulan Pilar Nusantara (Pinus) menggelar diskusi publik mengenai petunjuk teknis tata cara penerapan insentif berbasis kinerja ekologis di Hotel Claro Makassar, pada Selasa, 16 Juli 2024. Kegiatan ini dihadiri oleh DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, lima Organisasi Perangkat Daerah Provinsi, 24 Kepala Bappeda Kabupaten/Kota, lima Kepala Dinas Kota Makassar, empat perguruan tinggi, serta 20 lembaga, CSO, dan praktisi. Acara ini juga didukung oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan dibuka langsung oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel.

Diskusi publik ini merupakan roadshow lanjutan setelah sebelumnya digelar di Sumatera Utara dan Aceh. Perwakilan Pinus, Hari Kusdaryanto, menjelaskan bahwa tujuan acara ini adalah untuk menjaring masukan terkait rancangan petunjuk teknis yang dapat membantu daerah dalam mengeluarkan kebijakan yang memberikan insentif kepada daerah yang berprestasi dalam menjaga lingkungan dan mengimplementasikan inovasi ekologis.

Hari juga menjelaskan bahwa petunjuk teknis ini bertujuan untuk memastikan daerah-daerah yang berkomitmen terhadap pelestarian lingkungan akan mendapatkan insentif lebih banyak dalam bentuk anggaran. Di Indonesia, sudah ada 39 daerah, termasuk provinsi dan kabupaten/kota, yang mengadopsi kebijakan insentif berbasis kinerja ekologis dengan total anggaran mencapai Rp 289 miliar dalam empat tahun terakhir. Dari 39 daerah tersebut, 4 merupakan provinsi, 29 kabupaten, dan sisanya kota.

Di Sulawesi Selatan, dua daerah—Kota Parepare dan Kabupaten Maros—sudah mengadopsi kebijakan ini sejak dua tahun lalu, dan diharapkan Kabupaten Bulukumba akan segera menyusul. Dengan keluarnya petunjuk teknis yang resmi, diharapkan semakin banyak daerah yang mengadopsi kebijakan insentif berbasis kinerja ekologis.

Sumber: Sumber 1 dan Sumber 2

Kemendagri Bersama Pilar Nusantara Sosialisasikan Petunjuk Teknis Insentif Kinerja Berbasis Ekologis di Aceh

Pilar Nusantara, bersama dengan Kemendagri RI Bina Pembangunan Daerah (Bangda), mendorong pemerintah daerah di Aceh untuk mengadopsi kebijakan transfer fiskal berbasis ekologis/lingkungan (EFT), yang saat ini sedang disusun petunjuk teknis terkait tata cara penerapan insentif kinerjanya.

“Kami telah menyusun petunjuk teknis mengenai penerapan kinerja berbasis ekologis. Diharapkan hal ini dapat mendorong penerapan EFT di daerah-daerah yang belum menerapkannya,” ujar Kasubdit Lingkungan Hidup Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, Kunto Bimaji, di Banda Aceh, Selasa.

Pernyataan tersebut disampaikan Kunto Bimaji dalam sosialisasi dan diskusi publik mengenai petunjuk teknis tata cara penerapan insentif kinerja berbasis ekologis (IKE) di daerah.

Kunto menjelaskan bahwa Kemendagri telah bekerja sama dengan Pilar Nusantara untuk mengembangkan inovasi pendanaan berbasis ekologis, yaitu Ecological Fiscal Transfer (EFT), dengan tujuan meningkatkan skema pembiayaan untuk lingkungan hidup di daerah.

“Dengan EFT ini, diharapkan bisa memberikan kompensasi dan insentif kepada daerah atas upaya perlindungan ekologis yang dilakukan oleh pemerintah daerah,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa EFT merupakan model pengalokasian belanja transfer dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah di bawahnya. Hal ini mencakup transfer anggaran nasional berbasis ekologi (TANE), transfer dari provinsi ke kabupaten/kota (TAPE), serta transfer dari kabupaten ke desa (TAKE).

“Harapannya, inovasi ini dapat menjadi praktik baik yang diterapkan oleh pemerintah daerah dan dikembangkan di kabupaten/kota lain, sehingga pembangunan dapat terus berlanjut,” tambah Kunto.

Sementara itu, Direktur Perkumpulan Pilar Nusantara (Pinus), Rabin Ibnu Zainal, mengatakan bahwa sosialisasi petunjuk teknis ini bertujuan untuk mendapatkan masukan terhadap draf yang telah disusun sejak 2023.

Hingga saat ini, Rabin menyebutkan, sebanyak 39 pemerintah daerah di Indonesia telah mengadopsi konsep EFT, dengan dana sekitar Rp289 miliar yang dialokasikan sebagai insentif berdasarkan kinerja ekologis kepada pemerintah daerah di bawahnya.

“Poin utama kami adalah tidak ingin menambah kebijakan baru, tetapi ingin EFT dapat diadopsi melalui kebijakan yang sudah ada,” jelas Rabin Ibnu Zainal.

Sumber : Kemendagri dorong pemda di Aceh adopsi kebijakan transfer fiskal berbasis ekologi

Mengembangkan Skema Alokasi Transfer Anggaran Provinsi Berbasis Ekologi di Provinsi Jawa Barat

Pilar Nusantara telah menyelesaikan policy brief berjudul “Mengembangkan Skema Alokasi Transfer Anggaran Provinsi Berbasis Ekologi di Provinsi Jawa Barat.” Pilar Nusantara berharap bahwa policy brief ini dapat mendukung konsep penerapan skema TAPE di Provinsi Jawa Barat. Untuk melihat hasil lengkap dari policy brief ini, silakan akses tautan berikut ini: Mengembangkan Skema Alokasi Transfer Anggaran Provinsi Berbasis Ekologi di Provinsi Jawa Barat.

Provinsi Jawa Barat
Jawa Barat terletak di bagian barat Pulau Jawa, berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Tengah. Dengan luas wilayah sekitar 37.040 km², provinsi ini memiliki populasi sekitar 49,94 juta jiwa, dengan kepadatan sekitar 1.348 jiwa/km². Bentang alamnya terdiri dari dataran tinggi/pegunungan dan dataran rendah, serta mencakup sekitar 200 Daerah Aliran Sungai (DAS). Pesisir utara Jawa Barat berbatasan dengan Laut Jawa, sedangkan pesisir selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia. Rata-rata curah hujan mencapai 2.000 mm per tahun, bahkan hingga 5.000 mm di daerah pegunungan. Jawa Barat, yang terbagi secara administratif menjadi 27 kabupaten/kota, mengelola pembangunan dengan nilai APBD mencapai 40 triliun Rupiah.

Komitmen dan Pendanaan Lingkungan Hidup di Jawa Barat
Komitmen Jawa Barat terhadap perlindungan lingkungan hidup masih terbatas jika dilihat dari realisasi dan alokasi anggaran fungsi lingkungan hidup (LH) tahun 2019-2023. Pada 2023, anggaran untuk fungsi lingkungan hidup dialokasikan sebesar Rp 353 miliar. Meskipun menjadi anggaran terbesar kedua setelah DKI Jakarta, rasionya terhadap total belanja daerah hanya sekitar 1,04%. Rata-rata realisasi anggaran untuk fungsi perlindungan lingkungan hidup selama periode ini hanya sekitar 0,74%.

Urgensi Kebijakan TAPE untuk Pembangunan Berkelanjutan di Jawa Barat
Baik secara normatif-regulatif maupun faktual-operasional, dibutuhkan kerjasama kolaboratif antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk menangani masalah lingkungan di Jawa Barat. Dengan adanya regulasi dan pendanaan yang mendukung, penting bagi Jawa Barat untuk mengadopsi kebijakan Transfer Anggaran Provinsi Berbasis Ekologi (TAPE). Urgensi kebijakan ini bertujuan untuk:

  1. Menetapkan inisiatif kebijakan terkait transfer fiskal ekologi.
  2. Memperkuat keterkaitan antara kebijakan pendanaan lingkungan dan upaya pemulihan lingkungan yang dilakukan oleh pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota di Jawa Barat.

Kebijakan Transfer Anggaran Berbasis Kinerja Ekologi (TAKE) Di Kabupaten Banyuasin

Pilar Nusantara telah menyelesaikan policy brief berjudul “Kebijakan Transfer Anggaran Berbasis Kinerja Ekologi (TAKE) di Kabupaten Banyuasin.” Pilar Nusantara berharap bahwa policy brief ini dapat mendukung konsep penerapan skema TAKE di Kabupaten Banyuasin. Untuk melihat hasil lengkap dari policy brief ini, silakan akses tautan berikut ini : Kebijakan Transfer Anggaran Berbasis Kinerja Ekologi (TAKE) di Kabupaten Banyuasin.

Kabupaten Banyuasin menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan lingkungan, antara lain dalam penanganan sampah, degradasi lahan gambut, kebakaran hutan dan lahan (karhutla), serta upaya melindungi kawasan konservasi seperti Taman Nasional Berbak Sembilang (seluas 202 ribu ha), hutan mangrove (87 ribu ha), dan Hutan Rawa Air Tawar serta gambut (295,8 ribu ha), yang mencakup 13% dari total lahan gambut di Sumatera Selatan. Kondisi ini meningkatkan risiko terjadinya kebakaran lahan atau karhutla. Pada tahun 2023, tercatat 439,2 ha lahan gambut terbakar. Berdasarkan pantauan hotspot Satelit SSMFP, potensi kebakaran hutan dan lahan di Banyuasin tersebar di kecamatan Pulau Rimau, Banyuasin I, Muara Padang, Tungkal Ilir, dan Muara Sugihan, termasuk kawasan Taman Nasional Sembilang yang memiliki lapisan gambut cukup tebal.

Bentang alam Sendang (Sembilang-Dangku) yang meliputi Kabupaten Banyuasin dan Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, mencakup area seluas 1,6 juta ha. Wilayah ini melingkupi Taman Nasional Berbak Sembilang, Suaka Margasatwa Bentayan, Dangku, serta 21 desa yang berbatasan langsung dengan kawasan konservasi. Pengetahuan dan kesadaran generasi muda di desa-desa tersebut tentang nilai-nilai ekologis masih terbatas, bahkan minim pemahaman mengenai keberadaan berbagai flora dan fauna di kawasan konservasi ini.

Kabupaten Banyuasin juga memiliki tantangan dari segi topografi, di mana 80% wilayahnya berupa dataran rendah basah dengan kemiringan 0-8%, membentang dari sepanjang aliran sungai hingga wilayah pesisir. Berdasarkan kajian risiko dan adaptasi perubahan iklim Sumatera Selatan oleh Kementerian Lingkungan Hidup, Banyuasin, yang berbatasan dengan Pantai Timur Sumatera Selatan (Selat Bangka), memiliki risiko tinggi terhadap penggenangan pesisir. Hal ini disebabkan oleh kombinasi faktor seperti kenaikan permukaan laut, gelombang badai, dan fenomena La Niña, yang menyebabkan genangan tahunan mencapai sekitar 914.164,7 ha.

Sebaliknya, pada musim kemarau, menurut Indeks Risiko Bencana Kekeringan dari BNPB tahun 2022 dan kajian risiko kekurangan air dari Kementerian Lingkungan Hidup, Kabupaten Banyuasin juga menghadapi risiko tinggi kekeringan. Pada periode ini, banyak sumur dan sungai kecil kering, menyebabkan kekurangan air bersih di hampir setiap kecamatan, baik untuk air minum, memasak, mandi, mencuci, maupun irigasi. Berdasarkan kajian, risiko kekurangan air di Banyuasin tersebar di dua dari empat zona utama, yaitu DAS Musi dan DAS Banyuasin, dengan tingkat risiko menengah hingga sangat tinggi.

Peluang Implementasi EFT dalam Alokasi Dana Desa (ADD)

Di Kabupaten Banyuasin, Transfer Anggaran Kabupaten berbasis Ekologi (TAKE) dapat diterapkan sebagai insentif fiskal dari pemerintah kabupaten untuk desa yang berkomitmen pada pembangunan lingkungan dan kehutanan. Kebijakan TAKE, yang diatur melalui Peraturan Bupati, bertujuan mendorong pemerintah desa berkolaborasi dalam mempercepat perbaikan sektor lingkungan. Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), serta Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan OPD lainnya, dengan Bappeda sebagai leading sector, mengelola implementasi kebijakan ini.

Implementasi TAKE dilakukan melalui skema ADD, di mana pagu ADD ditentukan berdasarkan proporsionalitas dan kinerja pembangunan berkelanjutan desa. Kebijakan ini diterapkan melalui reformulasi distribusi ADD yang diatur dalam dua bentuk Perbup: (1) Perbup Pedoman ADD yang berlaku multi-tahun, dan (2) Perbup Pengalokasian ADD yang berlaku satu tahun anggaran. Kebijakan ini mencakup tujuan, mekanisme alokasi, penggunaan, pelaksanaan dan penatausahaan, serta monitoring dan evaluasi.

Tujuan TAKE dalam Skema ADD:

  • Meningkatkan kolaborasi dalam perlindungan lingkungan antara Pemerintah Kabupaten Banyuasin dan pemerintah desa.
  • Mendorong peningkatan kinerja desa dalam pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan, sejalan dengan tujuan pembangunan desa dan kawasan perdesaan.
  • Mengintegrasikan isu ekologi dalam kebijakan dan pelaksanaan pembangunan desa yang sejalan dengan tujuan pembangunan daerah Kabupaten Banyuasin.

Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, pemerintah daerah kabupaten/kota wajib mengalokasikan anggaran dalam APBD untuk pembangunan sarana dan prasarana lokal desa serta pemberdayaan masyarakat desa, dengan minimal alokasi ADD 10% dari Dana Alokasi Umum (DAU) ditambah Dana Bagi Hasil (DBH).

Rekomendasi Implementasi TAKE melalui Reformulasi ADD:

  1. Menyepakati dan menyempurnakan kebijakan TAKE ADD sebagai diskursus kebijakan di tingkat pemerintah daerah dengan melibatkan pemangku kepentingan lintas OPD.
  2. Bappeda Banyuasin menjadi leading sector dalam menyelaraskan kinerja desa sesuai prioritas pembangunan daerah, bekerja sama dengan DPMD, BPKAD, DLH, dan OPD terkait.
  3. Menyusun regulasi yang mereformulasi kebijakan dalam regulasi sesuai kewenangan daerah.
  4. Mensosialisasikan kebijakan TAKE ADD Kinerja dalam ADD, termasuk penilaian kinerja dan reformulasi baru kebijakan ADD, kepada pemangku kepentingan desa.
  5. Menghimpun data sebagai dasar perhitungan pagu ADD (alokasi formula dan kinerja).
  6. Menyepakati pagu anggaran dan perhitungan ADD tahun anggaran 2025.

× Hubungi Kami Untuk Pemesanan