Women Forest Defender Program: Pemberdayaan Perempuan dalam Perlindungan Hutan Sosial – Perkumpulan Pilar Nusantara Di Sumatera Selatan

Tanah luas yang ditumbuhi pohon-pohon dan biasanya tidak dipelihara oleh manusia disebut hutan (Setiawan, 2024). Hutan merupakan aspek penting bagi kehidupan manusia, karena memberikan berbagai manfaat positif bagi manusia, lingkungan, dan makhluk hidup lainnya. Hutan berperan sebagai pemasok oksigen terbesar di permukaan bumi, yang sangat bermanfaat bagi manusia dan hewan untuk bernapas. Selain itu, hutan juga berfungsi dalam menjaga dan mempertahankan kesuburan tanah, menyediakan habitat bagi berbagai makhluk hidup, menjadi sumber keanekaragaman hayati, serta membantu mencegah bencana alam (Dinas Lingkungan Hidup Kota Semarang, 2020). Meskipun memiliki banyak manfaat, pelestarian hutan masih kurang diperhatikan oleh manusia. Data dari tahun 1992 hingga 2021 menunjukkan bahwa luas hutan di dunia terus mengalami penurunan. Pada tahun 2021, luas hutan dunia mencapai 40.449.474,7 km², mengalami penurunan sebesar 3,77% dibandingkan dengan tahun 1992 (Data, 2024). Indonesia sendiri memiliki luas hutan yang cukup besar, menempati peringkat kedelapan di dunia dengan luas hutan mencapai 915.276,6 km² pada tahun 2021. Namun, luas tersebut telah berkurang sebesar 22,79% sejak tahun 1990 (Data, 2024). Hutan Indonesia juga menyumbang sekitar 2,26% dari total luas hutan dunia. Untuk mengatasi penurunan luas hutan, pemerintah Indonesia telah mengambil berbagai kebijakan guna mencegah laju deforestasi. 

Deforestasi merupakan alih fungsi hutan menjadi lahan lain, baik yang disebabkan oleh aktivitas manusia maupun faktor alami (FAO, 2020). Deforestasi di Indonesia menjadi sorotan dunia, terutama karena pada tahun 2000 angka deforestasi pernah mencapai 3,5 juta hektar. Lima negara—Norwegia, Prancis, Inggris, Jerman, dan Belanda—bahkan datang ke Indonesia untuk mempertanyakan hal tersebut (Adib, 2018). Sorotan global ini berfokus pada peran Indonesia sebagai benteng hutan tropis dunia yang diharapkan dapat menjadi tumpuan dalam pengelolaan sumber daya hutan dan mitigasi perubahan iklim. Untuk mewujudkan harapan tersebut, Indonesia terus mencari strategi pelestarian lingkungan. Salah satu upaya yang diterapkan adalah program Perhutanan Sosial. Perhutanan Sosial merupakan model pelestarian hutan yang tidak hanya efektif dalam menjaga ekosistem, tetapi juga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. Dengan adanya program ini, masyarakat diberikan akses kelola hutan secara legal dan setara. Selain itu, pemanfaatan hasil hutan yang dilakukan harus sesuai dengan prinsip berkelanjutan dan ramah lingkungan, sehingga konservasi hutan dapat berjalan seiring dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2022). Manfaat lain dari Perhutanan Sosial adalah pelibatan masyarakat setempat sebagai pihak utama dalam menjaga kelestarian hutan. Dengan demikian, program ini tidak hanya menjadi solusi lingkungan, tetapi juga mendukung ekonomi masyarakat sekitar hutan. Program Perhutanan Sosial merupakan sebuah inisiatif pemerintah yang menjadi Program Prioritas Nasional, terus menjadi fokus utama dalam upaya pemanfaatan hutan lestari demi kesejahteraan rakyat, Perhutanan Sosial bukan hanya sekedar solusi untuk persoalan tenurial, tetapi juga diharapkan menjadi katalisator untuk pengembangan ekonomi masyarakat (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2023)

Program Perhutanan Sosial yang memberikan manfaat bagi lingkungan maupun masyarakat, menjadi salah satu fokus utama Lembaga Pilar Nusantara (PINUS) Indonesia. Sebagai organisasi yang memiliki visi dan misi berorientasi pada good governance dan good corporate governance, PINUS menaruh perhatian khusus pada isu Perhutanan Sosial sebagai bagian dari upaya mewujudkan tata kelola lingkungan yang berkelanjutan. Melalui kantor perwakilan di Sumatera Selatan, PINUS secara aktif mengangkat isu Perhutanan Sosial dengan dukungan dari The Asia Foundation melalui program Selamatkan Hutan dan Lahan Melalui Perbaikan Tata Kelola (Setapak) 4. Dalam menjalankan program ini, PINUS juga menyoroti isu gender, khususnya pengarusutamaan gender (PUG), sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) No. 9 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial, khususnya Pasal 107, yang menekankan pentingnya mempertimbangkan aspek gender dalam perencanaan Perhutanan Sosial. PUG merupakan strategi pembangunan yang bertujuan untuk mengurangi kesenjangan antara perempuan dan laki-laki dalam hal akses, partisipasi, kontrol, serta manfaat pembangunan (Muchtar et al., 2023). Oleh karena itu, program yang didukung oleh The Asia Foundation melalui Setapak 4 ini mengusung tema Women Forest Defender Program, yang berfokus pada peran perempuan dalam menjaga kelestarian hutan.

Women Forest Defender Program akan berjalan selama dua tahun, dari Maret 2025 hingga Februari 2027. Program ini dilaksanakan di Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan, khususnya di empat desa yang telah memiliki Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Perempuan, yaitu KUPS Perempuan Muara Jaya di Desa Tanjung Agung (LPHD Tanjung Agung), KUPS Perempuan Beringin Jaya di Desa Tenam Bungkuk (LPHD Tenam Bungkuk), KUPS Perempuan Pandan Indah di Desa Kota Padang (LPHD Kota Padang), serta KUPS Perempuan Anak Belai di Desa Penyandingan (LPHA Ghimbe Peramunan).

Program Women Forest Defender berfokus pada peningkatan peran perempuan dalam pengelolaan hutan sosial di Semende melalui pemberdayaan ekonomi, advokasi kebijakan, dan peningkatan kapasitas perempuan dalam usaha perhutanan sosial. Tujuan utama program ini adalah meningkatkan akses perempuan terhadap lahan melalui skema Perhutanan Sosial serta mendukung kewirausahaan sosial berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). 

Program ini menerapkan pendekatan pemberdayaan berbasis komunitas, dengan tiga strategi utama, yaitu peningkatan kapasitas perempuan dalam pengelolaan hutan sosial, penguatan usaha perempuan dalam Perhutanan Sosial, serta advokasi kebijakan untuk meningkatkan dukungan pemerintah. Melalui program ini, diharapkan terjadi peningkatan partisipasi perempuan dalam pengelolaan Perhutanan Sosial, meningkatnya kesejahteraan perempuan melalui Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS), serta bertambahnya dukungan pemerintah terhadap peran perempuan dalam pengelolaan hutan. Dampak yang ingin dicapai dari program ini adalah memperkuat kepemimpinan kelompok dan forum perempuan penjaga hutan dalam pengelolaan hutan yang adil, setara, dan berkelanjutan. Dengan demikian, tujuan akhir dari program ini adalah memastikan bahwa hutan dikelola secara adil, setara, dan berkelanjutan demi keberlangsungan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.

PINUS SULSEL GELAR PROGRAM PEMULIHAN ASET BERBASIS ALAM DI PERHUTANAN SOSIAL

Sektor kehutanan memiliki peran strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Oleh karena itu, pengelolaan hutan harus dilakukan secara holistik, tidak hanya berfokus pada nilai ekonomi kayu, tetapi juga mempertimbangkan kelestarian ekosistem hutan dan fungsinya. Pengelolaan hutan yang efektif bertujuan untuk mengoptimalkan manfaat lingkungan, sosial, dan ekonomi guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, berdasarkan data KLHK per Januari 2024 angka deforestasi neto Indonesia tahun 2021-2022 tercatat mencapai 104 ribu hektar. Walaupun angka tersebut mengalami penurunan jika dibandingkan periode 2020-2021 yang mencapai 113,5 ribu hektar, akan tetapi pemerintah perlu menempuh langkah korektif untuk menekan laju deforestasi. 

Menurut (Biro Penjamin Mutu Dan Informasi Digital), Deforestasi adalah proses penghilangan atau pengurangan luas hutan yang berlangsung secara cepat dan besar-besaran, baik yang disebabkan oleh aktivitas manusia maupun bencana alam seperti kebakaran hutan. Deforestasi dapat terjadi karena penebangan liar, konversi hutan menjadi lahan pertanian atau perkebunan, serta pembangunan infrastruktur dan pemukiman. Selaras dengan itu, PINUS Indonesia kantor perwakilan Sulawesi Selatan mempunyai program Pemulihan Aset Berbasis Alam yang menjadi instrumen dalam penyelamatan isu deforestasi di wilayah Sulawesi Selatan, program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Perhutanan Sosial melalui rehabilitasi lahan kritis dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat. Disisi lain, Pinus Sulsel juga mendorong pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), seperti produksi dan pengolahan gula aren. Pendekatan ini diharapkan menciptakan sumber pendapatan berkelanjutan sekaligus menjaga kelestarian hutan sebagai aset jangka panjang. Urgensi program ini terletak pada upaya mengatasi deforestasi dan degradasi hutan yang semakin mengancam ekosistem serta banyaknya pohon yang sudah tidak produktif lagi. Seperti case yang terjadi di Desa Bonto Manurung, di mana salah satu potensi utamanya ialah produksi gula aren, namun pohon aren di wilayah tersebut telah mengalami penurunan produktivitas.Oleh karena itu, diperlukan upaya rehabilitasi kembali untuk memastikan keberlanjutan sekaligus mendukung kesejahteraan masyarakat setempat. 

PINUS SulSel memiliki target untuk rehabilitasi hutan seluas 20 – 50 hektar dalam periode 1 tahun, dengan fokus rehabilitasi di 3 lokasi Perhutanan Sosial (PS) yang ada di Desa Bonto Manurung, yaitu 10 hektar di Hutan Kemasyarakatan (HKM) Ujung Bulu, 10 hektar di HKM Karya Baru, dan 30 hektar di HKM Tanete Bulu. Kegiatan rehabilitasi ini didukung oleh The Asia Foundation melalui dukungan program   melalui Program SETAPAK 4, dengan alokasi anggaran sebesar Rp 500 juta, yang akan digunakan untuk penanaman berbagai jenis bibit, seperti aren, alpukat, mahoni, dan damar. Penentuan lokasi tersebut diidentifikasi berdasarkan beberapa faktor, meliputi: aksesibilitas lokasi, vegetasi, penutupan lahan, kesesuaian potensi, dan jenis tanah. 

Dalam proses pelaksanaannya PINUS SulSel berkolaborasi dengan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) dan Fakultas Kehutanan Universitas Muslim Maros (UMMA). Pembagian sumberdaya dalam program ini dilakukan secara terstruktur sesuai dengan peran masing – masing pihak. PINUS Sulsel bertanggung jawab atas perencanaan dan pelaksanaan program, termasuk penyediaan bibit serta pendampingan kelompok dalam setiap tahapannya. KPH, sebagai pemegang kewenangan atas wilayah hutan, berperan dalam memberikan penyuluhan serta pendampingan teknis guna memastikan keberhasilan rehabilitasi lahan. Sementara itu, UMMA berkontribusi dalam aspek penelitian dan pendidikan dengan memberikan analisis mendalam serta kajian akademik yang mendukung efektivitas program secara berkelanjutan.

Direktur PINUS SulSel, Syamsudin Awing, menegaskan komitmen para pihak dalam memastikan keberhasilan program rehabilitasi hutan. “Kami menargetkan persentase keberhasilan tumbuh pohon mencapai 90%. Monitoring akan terus dilakukan untuk memastikan keberlanjutan program ini,” ujarnya. Selain upaya pemantauan rutin, akan dilakukan evaluasi kondisi tanaman serta pendampingan kepada masyarakat agar teknik penanaman dan perawatan dapat berjalan optimal. Harapannya, program ini tidak hanya berkontribusi pada peningkatan kualitas lingkungan melalui rehabilitasi hutan, tetapi juga memberikan dampak ekonomi yang nyata bagi petani Perhutanan Sosial (PS). 

Salah satu potensi yang didorong adalah Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), seperti produksi dan pengolahan gula aren. Dengan pendekatan ini, diharapkan masyarakat dapat memperoleh sumber pendapatan yang lebih berkelanjutan, sekaligus menjaga kelestarian hutan sebagai aset jangka panjang.

× Hubungi Kami Untuk Pemesanan