Rapat Koordinasi PPID 2019

implementasi dari UU No.14 tahun 2018 tentang keterbukaan informasi publik, untuk mewujudkan pelayanan informasi secara cepat, tepat dan sederhana disetiap badan publik. Yaitu dengan cara menunjuk pejabat pengelola informasi dan Dokumentasi( PPID).
.
(Selasa 30/04/2019) PPID sumatera selatan mengadakan Rapat Koordinasi. Kegiatan dibuka langsung Plt. kepala Dinas Kominfo Provinsi Sumatera Selatan, Jon Kenedy. Hadir Juga Ketua Komisi Informasi Provinsi Sumatera Selatan, Herlambang, kepala Ombudsman RI perwakilan Sumsel, M. Adrian Agustiansyah serta para peserta RAKOR meliputi PPID Pembantu OPD dilingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan.

PINUS Sumatera Selatan adalah salahsatu yang mendorong inovasi untuk keterbukaan informasi sektor sumberdaya alam. Yaitu Sistem Informasi minerba http://minerba.desdm.sumselprov.go.id .

Saat Perempuan Bersyukur dengan adanya Hutan Desa, “Lanang Kami jadi tidak perlu pergi Merantau”

  • Masyarakat Semende menganut tradisi matrilineal yang disebut “tunggu tubang”, anak perempuan tertua menjadi pewaris tunggal harta keluarga berupa rumah, sawah atau tebat.
  • Banyaknya kaum lelaki yang merantau menyebabkan beban kerja perempuan di desa kian berat. Mereka bukan hanya mengurus rumah, juga sawah dan kebun, bahkan sebagian menjadi buruh tani.
  • Sejak adanya perhutanan sosial, beban kerja perempuan berkurang karena para lelaki kembali ke desa, sehingga dapat mengelola sawah, tebat dan kebun bersama perempuan.
  • Banyak potensi ekonomi yang dapat dikembangkan di Semende yang dapat diperankan perempuan seperti pengolahan buah durian dan perikanan.

 

Masyarakat Semende menganut tradisi matrilineal, yang disebut “tunggu tubang”. Anak perempuan tertua menjadi pewaris tunggal harta keluarga. Secara adat maka rumah, sawah, tebat (kolam ikan) dan aset keluarga, tidak boleh diperjualbelikan.

Namun sebagian pihak menuding, tradisi ini turut mendorong munculnya perambahan dan pembukaan kebun kopi di sejumlah kawasan hutan di Bukitbarisan oleh pria Semende. Benarkah?

“[Sebenarnya bukan karena faktor adat budaya] tapi lebih ke faktor ekonomi,” jelas Tasriani, petani perempuan dari Desa Muara Danau.

Desa ini berpenduduk sekitar 550 jiwa yang sebagian besar warganya bertani dan berkebun kopi.

“Tidak banyak istri atau ibu yang senang suami atau anaknya merantau atau pergi buka kebun di BukitBarisan. Berbahaya, juga tidak selalu berhasil,” lanjutnya.

Persawahan di Desa Muara Danau. Dalam mengelola alam, perempuan dan laki-laki turut terlibat. Foto Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

Faktor ekonomi yang dia maksud adalah hasil kebun dan sawah yang tidak lagi mencukupi. Biaya hidup tambah hari tambah bertambah. Katanya, kebutuhan itu mencakup mulai dari biaya listrik, BBM, pendidikan anak hingga konsumsi harian.

Tasriani menepis, jika tradisi tunggu tubang berarti semua harta warisan dikuasai sepihak oleh anak perempuan tertua.  Anggota keluarga lain boleh mengelola aset yang ada. Pewarislah yang mengatur agar harta warisan tidak dijual, atau diubah menjadi kegunaan lain.

“Itu yang membuat perempuan memiliki tanggung jawab besar atas kehidupan keluarga,” ucapnya

Tasriani aktif di Kelompok Tani Tebat Mampur, ia juga menjadi pengajar PAUD untuk anak-anak. Atas keaktifannya, dia pernah difasilitasi untuk ikut sebuah kunjungan belajar ke Vietnam untuk belajar handling produk perkebunan kopi rakyat.

Dalam buku Etnoekologi Komunikasi, Orang Semende Memandang Alam, Yenrizal Tarmizi penulisnya, menyebut tradisi tunggu tubang adalah simbol ketahanan pangan dan lingkungan.

Tunggu tubang dapat dimaknai sebagai penjaga kelestarian alam. Perempuan yang pegang kendali atas sawah, rumah dan tebat, agar tidak diperjualbelikan. Harapannya, lewat tangan perempuan hasil pangan bakal terjamin dan lingkungan alam pun dapat terjaga.

Dengan demikian, perempuan tidak hanya mengerjakan aspek domestik rumah tangga. Mereka pun turut turun bersawah dan berkebun kopi bersama laki-laki.

Rumah panggung kayu yang berusia ratusan tahun ini tetap bertahan karena tradisi tunggu tubang karena harta warisan tidak boleh diperjualbelikan. Foto Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

Dampak Hutan Desa

Sejak tahun 2014, Pemerintah menetapkan Hutan Desa Muara Danau lewat SK Menteri Kehutanan No.622/Menhut-II/2014. Hal ini amat jelas membuat senang para istri dan ibu di desa.

“Sejak dua tahun terakhir tak ada lagi laki-laki yang membuka hutan di Bukitbarisan. Semua kerja di perhutanan sosial. [Bisa hasil] asal kita rawat dengan benar,” ucap Tasriani.

 

Model hutan desa sendiri mengizinkan warga untuk memadukan antara tegakan kayu hutan dengan tanaman produktif warga seperti kopi. Mereka pun menanami tanaman buah seperti durian dan petai.

Dampaknya laki-laki pun jadi tidak perlu merantau. Walhasil, pekerjaan berkebun dan bersawah dapat dilakukan oleh laki-laki. Beban pekerjaan perempuan menjadi sedikit berkurang.

“Senang nian setelah adanya hutan desa, lanang (laki-laki) sudah jarang merantau ke tempat lain, mereka mengurus kebun dan sawah saja di sini. Beban kami jadi berkurang,” tutur Nuraini, petani perempuan di Desa Muara Danau.

“Saya setuju hutan desa. Kaum laki-laki tidak lagi merambah hutan di tempat lain buat berkebun kopi,” lanjutnya.

Perempuan Semende, dari dapur ke sawah, ke kebun hingga mengambil air buat kebutuhan keluarganya. Foto Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

Memajukan Ekonomi perempuan

Untuk mendorong lebih lanjut ekonomi warga dan perempuan, Tasriani menyebut banyak hasil pertanian dan perkebunan yang dapat dikembangkan ke depan.

“Di sini banyak buah durian, tapi baru dijual buahnya. Padahal bisa ada nilai tambah kalau dijual sebagai tempoyak (daging buah durian yang difermentasi) atau lempok, atau dodol buah durian. Buah durian Semende sangat enak dan sangat dikenal,” katanya.

“Perempuan di sini baru buat tempoyak atau lempok untuk konsumsi keluarga. Belum dijual. Mereka tidak tahu bagaimana pemasaran dan pengemasannya.”

Juga Desa Muara Danau tuturnya bagus untuk usaha perikanan darat. Namun belum berkembang, karena belum tahu pemasaran dan cara buatnya.

“Karena sulit dijual akhirnya dimakan sendiri atau dibagikan kepada keluarga. Padahal ikan dapat dijadikan ikan sale atau ikan asap. Tapi kami belum paham membuat ikan sale.”

Dari potensi tersebut, dia berharap adanya pelatihan dan bantuan teknologi sederhana dalam pengemasan produk tempoyak, lempok maupun ikan sale atau asap. Baik dari pemerintah maupun lembaga yang peduli dengan nasib petani.

“Kalau ada ilmunya (pengetahuan), dan tahu pasar, percayalah perempuan di sini akan bekerja secara baik dan produktif,” timpal Nuraini.

SUmber: Mongabai.co.id

Hari Bumi Sedunia, Warganet Saling Ingatkan untuk Peduli Lingkungan

Jakarta – Bumi hijau, udara dan air bersih menjadi cita-cita bersama. Karena itu, untuk mempercepat transisi ke dunia yang lebih bersih, kita perlu mengubah pola tata cara hidup kita menjadi perilaku yang ramah lingkungan.

Tepat hari ini, Senin (22/4/2019), penghuni planet ini mempringati Hari Bumi sedunia setiap 22 April tiap tahunnya. Banyak masyarkat di berbagai negara membuat aksi peduli lingkungan ini, di antaranya dengan menanam pohon, menghemat pemakaian air bersih, mengirit energi listrik dan lainnya.

Namun, tak hanya dengan melakukan aksi. Pantauan tim PINUS, publik, khususnya para pengguna jejaring sosial memperingatinya dengan cara mereka sendiri. Namun, banyak pula yang membuat beragam twit atas kepedulian mereka terhadap lingkungan dan bumi.

Hari Bumi diselenggarakan pertama kalinya lebih dari 43 tahun lalu pada 22 April 1970, di Amerika Serikat. Penggagas Earth Day adalah Gaylord Nelson, senator Amerika Serikat dari negara bagian Wisconsin yang juga seorang pengajar tentang lingkungan hidup.

Jutaan orang turun ke jalan, berdemonstrasi dan memadati Fifth Avenue di New York ketika itu untuk mengecam para perusak bumi. Momen tersebut kemudian menjadi tonggak sejarah diperingatinya sebagai Hari Bumi.

Yuk, sama-sama jaga Bumi kita dengan hal-hal kecil yang ada di sekitar.

Efek Nobar Sexy Killer, Ternyata Ada 4 Perusahaan Batubara Terbesar di Indonesia

AKURAT.CO, Sobat Milenial belum lama ini ramai perbincangan soal film Sexy Killers dimana film ini tergolong sensitif karena bertepatan dengan pesta demokrasi. Sementara film tersebut mengupas tuntas perusahaan tambang batubara yang memiliki keterkaitan dengan penguasa dan jaringannya.

Dalam film tersebut juga terkuak sejumlah data dari masing-masing kubu yang ikut konstestasi dalam bursa pilpres. Dimana beberapa konstestan dan jaringan kelompoknya memiliki investasi cukup besar disektor pertambangan batubara.

Hal ini tentu saja membuka mata kita bahwa penguasa juga bisa memiliki bisnis pertambangan batubara. Boleh jadi aksesnya lebih mudah dan bisnisnya lebih terjamin karena ada embel-embel pemerintah? Entahlah kita tidak perlu berspekulasi.

 

Batu bara memang sangat menjanjikan, sebab sedang menjadi primadona dibidang energi. Pasalnya batu bara dianggap lebih murah dibading menggunakan energi alternatif lainnya. Al hasil batubara begitu diburu oleh perusahaan energi.

Nah sobat milenial, berikut data 4 perusahahaan tambang batu bara terbesar di Indonesia.

1. Kaltim Prima Coal (KPC)

KPC bergerak dibidang pertambangan dan pemasaran batu bara. Kebanyakan batu bara hasil produksi KPC di pasok untuk industri baik di dalam maupun di luar negeri. Perusahaan ini berlokasi di Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Kaltim.

KPC mengelola konsesi area pertambangan mencapai 90.938 hektar di Sanggatta. Saham KPC dikuasai PT Bumi Resourches Tbk. Adapun hasil produksinya lumanyan menjanjikan yakni mencapai 57,6 juta ton dan laba mencapai Rp3,79 triliun pada akhir tahun 2017 silam.

2. Adaro Indonesia

Berdiri sejak tahun 1966 perusahaan ini memegang konsesi di wilayah Kalimantan Selatan dengan mengelola 3 pertambangan sekaligus yaitu di daerah Tutupan, Paringin dan Wara. Adaro Indonesia mampu menghasilkan produksi mencapai 54 juta ton pada 2018 silam.

Adaro juga mencatatkan pendapatan mencapai angka fantastis yakni sekitar Rp 37 triliun. 43 Persen Saham Adaro Indonesia dikuasai PT Adaro Strategic Investmen dan sebagian sahamnya dimiliki Gabribaldi dan Erik Tohir dan share publik.

3. Berau Coal 

Satu lagi perusahaan Batubara dari Kalimantan Timur, yang berpusat di Berau. Perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan dan perdagangan batu bara ini memperoleh konsesi lahan seluas 118.400 hektar di Berau Samarinda.

Sementara untuk kepemilikan saham dikuasai Vallar Investment UK Limited dan Sinarmas Group. Adapun total produksi berdasarkan data tahun 2016 mencapai 26 juta metrix ton.

4. Kideco Jaya Agung

Masih dari Kalimantan Timur Kideco Jaya Agung sudah mulai operasionalnya sejak tahun 1982 terletak di Kabupaten Pasir, Kalimantan Timur.

Saham perusahaan batu bara Kideco Jaya Agung ini dikuasai PT Indika Energi sebanyak 91 Persen. Sisanya dimiliki Samtan co.,Ltd. Dengan total produksi per akhir tahun 2018 mencapai 26,1 juta metrik ton.[]

 

sumber: Akurat.co

KLHK Didesak Hentikan Pertambangan Ilegal di Kawasan Hutan

Perwakilan masyarakat sipil yang terdiri perwakilan masyarakat Barito Timur dan Berau menuntut tindakan tegas dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam penegakan hukum pidana bagi perusahaan tambang yang melakukan usaha tambang di hutan secara ilegal.

Komitmen KLHK, institusi yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam perlindungan hutan dan lingkungan hidup di Indonesia, dalam menegakkan hukum patut dipertanyakan. Pasca koordinasi dan supervisi atas pengelolaan pertambangan mineral dan batubara yang digalakkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), masih saja ditemukan perusahaan-perusahaan tambang yang membangkang pada aturan. Dua dari ribuan perusahaan yang membangkang tersebut adalah PT Bangun Nusantara Jaya Makmur (PT BNJM) dan PT Kaltim Jaya Bara (PT KJB), masing-masing merupakan perusahaan tambang batubara yang beroperasi di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.

“KLHK harus segera merespon laporan masyarakat dan menindak tegas PT BNJM, karena sampai saat ini belum mengantongi IPPKH. Bukti-bukti yg dilampirkan juga menunjukkan dengan jelas bahwa sejak memperoleh Izin Usaha Pertambangan (IUP), beroperasi di kawasan hutan dan sampai saat ini, tidak pernah mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan atau IPPKH,” ujar Raynaldo Sembiring dari ICEL dalam keterangan resmi, Kamis (6/4/2017).

“Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan merupakan izin yang wajib dimiliki oleh siapapun yang akan menggunakan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan, termasuk untuk kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, maupun eksploitasi bahan tambang supaya kegiatan pertambangan terkontrol,” tambah Raynaldo.

Merah Johansyah dari JATAM menegaskan, “Selain menghancurkan kawasan hutan dan mengakibatkan kerugian negara karena diduga beroperasi tanpa IPPKH, penambangan ilegal di kawasan hutan jelas bertentangan dengan komitmen Indonesia yang menargetkan akan mengurangi emisi GRK sampai 29 persen, salah satunya menjaga kawasan hutan dan lahan dengan pencegahan dan penegakan hukum, terutama di kawasan hutan bumi Borneo yang berfungsi sebagai paru-paru dunia.”

Selain itu, Mardiana, perwakilan tokoh Perempuan Adat Dayak Maanyan, Kabupaten Barito Timur menyatakan, “Kegiatan tambang di hutan telah menghilangkan sumber kehidupan masyarakat dan memaksa masyarakat untuk membayar mahal terhadap kebutuhan sehari – harinya . Sebelumnya, masyarakat dapat menikmati madu, buah-buahan dan ikan-ikan dari hutan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.”

Menambang tanpa IPPKH di kawasan hutan merupakan bentuk tindak pidana yang serius dan banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan tambang. Maka dari itu, sekali lagi, masyarakat menuntut ketegasan dari Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan dan Kehutanan untuk menghukum perusahaan-perusahaan yang tidak taat pada aturan dan telah merusak kelestarian hutan dan keseimbangan ekosistem.

Sumber: Suara.com

 

× Hubungi Kami Untuk Pemesanan