
Kepala Kantor Perwakilan Pinus Sumatera Selatan Yunita Sari dan Program Manager Pinus Sulawesi Selatan Muh.Idrus di depan booth Pinus di Pasar Kolaboraya. (22/11/2025)
Yogyakarta, 22 November 2025 – Pada 22–23 November 2025, PINUS berpartisipasi dalam Pasar Kolaboraya yang digelar di JNM Bloc Yogyakarta. Kolaboraya merupakan platform dan pendekatan gerakan kolektif yang muncul sebagai respons atas berbagai krisis global seperti krisis iklim, pangan, air, energi, hingga demokrasi. Dengan pendekatan ekosistem, Kolaboraya mendorong solusi inovatif yang lahir dari kolaborasi lintas sektor. Gerakan ini bertumpu pada tiga nilai utama: kolaborasi sebagai metode kerja, eksperimentasi sebagai sikap adaptif, dan raya sebagai semangat gotong royong berskala luas. Nilai-nilai tersebut diwujudkan melalui tiga pilar: Connect (ruang interaksi), Collaborate (penguatan inovasi sosial), dan Change (perawatan ekosistem perubahan).
Dalam rangkaian acara di Pasar Kolaboraya tahun ini, PINUS mengangkat tema Woman Forest Defender (WFD) untuk memperkenalkan peran perempuan penjaga hutan serta kontribusi komunitas dalam merawat ruang hidup. Melalui produk-produk dari Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) binaan PINUS di Sumatera Selatan dan Sulawesi Selatan, pengunjung dapat melihat bagaimana WFD menjadi contoh praktik perhutanan sosial yang berhasil, karena tidak hanya menghasilkan nilai ekonomi yang selaras dengan kelestarian ekologi, tetapi juga membuka ruang bagi para perempuan untuk berkontribusi dalam pengelolaan hutan sosial melalui berbagai pendekatan seperti pemberdayaan ekonomi, advokasi kebijakan, dann peningkatan kapasitas perempuan dalam usaha perhutanan sosial.
PINUS juga mengenalkan gagasan Asuransi Perhutanan Sosial, sebuah inisiatif pertama di Indonesia yang dirancang oleh PINUS untuk memberikan perlindungan risiko bagi pengelola hutan berbasis komunitas. Skema ini dihadirkan untuk menjawab kerentanan terhadap krisis iklim seperti ketidakpastian cuaca, hingga potensi gagal panen yang selama ini membebani kelompok perhutanan sosial tanpa mekanisme pengaman finansial yang memadai.
Krisis iklim kini berdampak langsung pada kehidupan masyarakat di kawasan hutan: curah hujan tidak menentu, kekeringan berkepanjangan, serta peningkatan risiko banjir dan kebakaran. Lebih dari 1,4 juta rumah tangga pengelola 8,3 juta hektar hutan dalam skema Perhutanan Sosial kini menanggung risiko ekologis dan ekonomi yang terus meningkat, meski mereka berperan penting menjaga keseimbangan lingkungan.
Asuransi Perhutanan Sosial (APS) dikembangkan untuk menjawab kebutuhan ini. Skema ini memberikan perlindungan finansial terhadap risiko iklim dan bencana dengan menggunakan pendekatan parametrik-hybrid, yang memungkinkan pembayaran klaim secara cepat dan objektif berdasarkan indikator cuaca dan ekologi. Desainnya dibuat sederhana, inklusif, dan mudah diakses oleh kelompok masyarakat kecil, termasuk perempuan dan komunitas adat.

Tim Pilar Nusantara Jakarta setelah berdiskusi dengan rekan-rekan Lembaga Alam Tropika Indonesia (LATIN).
Selama dua hari berlangsungnya acara, booth PINUS menjadi titik diskusi yang mempertemukan pengunjung, pegiat komunitas, peneliti, dan pemangku kepentingan yang ingin mendalami peran perempuan dalam pengelolaan hutan, serta bagaimana skema asuransi perhutanan sosial dapat memperkuat resiliensi ekonomi masyarakat hutan.
