PINUS SULSEL GELAR PROGRAM PEMULIHAN ASET BERBASIS ALAM DI PERHUTANAN SOSIAL

Sektor kehutanan memiliki peran strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Oleh karena itu, pengelolaan hutan harus dilakukan secara holistik, tidak hanya berfokus pada nilai ekonomi kayu, tetapi juga mempertimbangkan kelestarian ekosistem hutan dan fungsinya. Pengelolaan hutan yang efektif bertujuan untuk mengoptimalkan manfaat lingkungan, sosial, dan ekonomi guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, berdasarkan data KLHK per Januari 2024 angka deforestasi neto Indonesia tahun 2021-2022 tercatat mencapai 104 ribu hektar. Walaupun angka tersebut mengalami penurunan jika dibandingkan periode 2020-2021 yang mencapai 113,5 ribu hektar, akan tetapi pemerintah perlu menempuh langkah korektif untuk menekan laju deforestasi. 

Menurut (Biro Penjamin Mutu Dan Informasi Digital), Deforestasi adalah proses penghilangan atau pengurangan luas hutan yang berlangsung secara cepat dan besar-besaran, baik yang disebabkan oleh aktivitas manusia maupun bencana alam seperti kebakaran hutan. Deforestasi dapat terjadi karena penebangan liar, konversi hutan menjadi lahan pertanian atau perkebunan, serta pembangunan infrastruktur dan pemukiman. Selaras dengan itu, PINUS Indonesia kantor perwakilan Sulawesi Selatan mempunyai program Pemulihan Aset Berbasis Alam yang menjadi instrumen dalam penyelamatan isu deforestasi di wilayah Sulawesi Selatan, program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Perhutanan Sosial melalui rehabilitasi lahan kritis dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat. Disisi lain, Pinus Sulsel juga mendorong pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), seperti produksi dan pengolahan gula aren. Pendekatan ini diharapkan menciptakan sumber pendapatan berkelanjutan sekaligus menjaga kelestarian hutan sebagai aset jangka panjang. Urgensi program ini terletak pada upaya mengatasi deforestasi dan degradasi hutan yang semakin mengancam ekosistem serta banyaknya pohon yang sudah tidak produktif lagi. Seperti case yang terjadi di Desa Bonto Manurung, di mana salah satu potensi utamanya ialah produksi gula aren, namun pohon aren di wilayah tersebut telah mengalami penurunan produktivitas.Oleh karena itu, diperlukan upaya rehabilitasi kembali untuk memastikan keberlanjutan sekaligus mendukung kesejahteraan masyarakat setempat. 

PINUS SulSel memiliki target untuk rehabilitasi hutan seluas 20 – 50 hektar dalam periode 1 tahun, dengan fokus rehabilitasi di 3 lokasi Perhutanan Sosial (PS) yang ada di Desa Bonto Manurung, yaitu 10 hektar di Hutan Kemasyarakatan (HKM) Ujung Bulu, 10 hektar di HKM Karya Baru, dan 30 hektar di HKM Tanete Bulu. Kegiatan rehabilitasi ini didukung oleh The Asia Foundation melalui dukungan program   melalui Program SETAPAK 4, dengan alokasi anggaran sebesar Rp 500 juta, yang akan digunakan untuk penanaman berbagai jenis bibit, seperti aren, alpukat, mahoni, dan damar. Penentuan lokasi tersebut diidentifikasi berdasarkan beberapa faktor, meliputi: aksesibilitas lokasi, vegetasi, penutupan lahan, kesesuaian potensi, dan jenis tanah. 

Dalam proses pelaksanaannya PINUS SulSel berkolaborasi dengan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) dan Fakultas Kehutanan Universitas Muslim Maros (UMMA). Pembagian sumberdaya dalam program ini dilakukan secara terstruktur sesuai dengan peran masing – masing pihak. PINUS Sulsel bertanggung jawab atas perencanaan dan pelaksanaan program, termasuk penyediaan bibit serta pendampingan kelompok dalam setiap tahapannya. KPH, sebagai pemegang kewenangan atas wilayah hutan, berperan dalam memberikan penyuluhan serta pendampingan teknis guna memastikan keberhasilan rehabilitasi lahan. Sementara itu, UMMA berkontribusi dalam aspek penelitian dan pendidikan dengan memberikan analisis mendalam serta kajian akademik yang mendukung efektivitas program secara berkelanjutan.

Direktur PINUS SulSel, Syamsudin Awing, menegaskan komitmen para pihak dalam memastikan keberhasilan program rehabilitasi hutan. “Kami menargetkan persentase keberhasilan tumbuh pohon mencapai 90%. Monitoring akan terus dilakukan untuk memastikan keberlanjutan program ini,” ujarnya. Selain upaya pemantauan rutin, akan dilakukan evaluasi kondisi tanaman serta pendampingan kepada masyarakat agar teknik penanaman dan perawatan dapat berjalan optimal. Harapannya, program ini tidak hanya berkontribusi pada peningkatan kualitas lingkungan melalui rehabilitasi hutan, tetapi juga memberikan dampak ekonomi yang nyata bagi petani Perhutanan Sosial (PS). 

Salah satu potensi yang didorong adalah Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), seperti produksi dan pengolahan gula aren. Dengan pendekatan ini, diharapkan masyarakat dapat memperoleh sumber pendapatan yang lebih berkelanjutan, sekaligus menjaga kelestarian hutan sebagai aset jangka panjang.

TERBITNYA PERATURAN BUPATI ALOKASI DANA DESA (ADD) TRANSFER ANGGARAN KABUPATEN BERBASIS EKOLOGI (TAKE) KABUPATEN BULUKUMBA SULAWESI SELATAN

Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan baru saja menerbitkan Peraturan Bupati Nomor 25 Tahun 2024 tentang Tata Cara Pengalokasian, Pembagian, dan Penyaluran Alokasi Dana Desa (ADD) Tahun Anggaran 2025. Melalui Perbup ADD TA 2025 ini, Pemkab Bulukumba mulai mengadopsi kebijakan Transfer Anggaran Kabupaten berbasis Ekologis (TAKE). Kebijakan TAKE sendiri sudah mulai banyak diadopsi daerah dan selaras dengan Permendagri Nomor 15 Tahun 2024 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025. Dalam proses penyusunan kebijakan ini, Pemkab Bulukumba didampingi oleh Perkumpulan Pilar Nusantara Indonesia (PINUS) yang didukung oleh Ford Fondation.

Urgensi penerapan Transfer Anggaran Kabupaten Berbasis Ekologi (TAKE) dalam proses pengimplementasiannya adalah belum semua desa memasukkan isu lingkungan pada dokumen perencanaan dan penganggaran pembangunan di desa, meskipun terdapat regulasi baik di tingkat nasional dan daerah yang mengatur tentang pentingnya memprioritaskan pengelolaan lingkungan dalam pembangunan berkelanjutan. Di sisi lain, pada tingkat kabupaten untuk menstimulus desa dalam melakukan inovasi program dan kegiatan pengelolaan lingkungan perlu adanya landasan kebijakan regulasi daerah sebagai payung hukum. Dasar pelaksanaan TAKE ditetapkan melalui Peraturan Bupati dengan melakukan reformulasi dalam pendistribusian Alokasi Dana Desa (ADD). Penerapan mekanisme skema TAKE melalui Alokasi Dana Desa (ADD) diharapkan mampu memberikan kontribusi positif dalam pengembangan praktik kebijakan anggaran di daerah yang berorientasi pada keberlanjutan dan perlindungan lingkungan hidup serta desa didorong untuk berkompetisi dalam melakukan inovasi-inovasi terkait ekologis.

Pengadopsian kebijakan TAKE ini mengakomodir pengalokasian anggaran kinerja perlindungan lingkungan hidup sebesar 3% dari anggaran keseluruhan ADD setelah dikurangi alokasi dasar dan ditambahkan 0,5% yang diambil dari disinsentif desa, untuk itu keseluruhan alokasi kinerja mencapai 3,5% atau sebesar Rp 1.616.447.622 dari pagu ADD Kabupaten Bulukumba sebesar Rp 85.365.776.800. Alokasi Dana Desa Kinerja (ADDK) sebesar 3,5% tersebut dibagikan kepada 15 desa berdasarkan Indeks Kinerja Desa (IKD) tahun sebelumnya dari peringkat 1 sampai dengan peringkat 15, dalam hal terdapat desa yang memiliki peringkat yang sama, maka untuk menetapkan desa terpilih berdasarkan kinerja terbaik pada kriteria tata kelola keuangan desa. Indeks Kinerja Desa ini digunakan sebagai alat ukur untuk menilai serta memantau kinerja suatu desa dalam berbagai aspek, baik dari aspek ekonomi, sosial, dan infrastruktur.    

Penilaian kriteria kinerja desa tersebut berkaitan dengan tata kelola keuangan desa dan kategori kinerja pelestarian serta lingkungan hidup desa termasuk indikator kebijakan desa tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, proporsi anggaran desa untuk kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, capaian indeks kualitas lingkungan desa, dan bank sampah aktif.  Dalam pengimplementasian Perbup ADD Tahun Anggaran 2025, terdapat 15 desa yang mendapatkan alokasi kinerja, yaitu sebagai berikut:

NoKecamatanDesaBesaran Anggaran Alokasi Kinerja Yg Diperoleh TA 2025 (Rupiah)
1.KindangMattirowalie112.670.945
2.Ujung LoeSeppang111.426.149
3.Ujung LoeMannyampa111.426.149
4.KindangSipaenre110.145.895
5.Ujung LoeLonrong109.015.709
6.GantarangBontonyeleng108.783.490
7.Bonto TiroBatang107.807.669
8.KindangSomba Palioli107.277.977
9.Bonto TiroTamalanre107.005.109
10.GantarangPadang106.694.254
11.KajangMalleleng106.662.152
12.Ujung LoePaccarammengang106.518.201
13.GantarangTaccorong106.438.926
14.GantarangBarombong105.877.556
15.KindangKahayya104.773.788

Dengan terbitnya Perbup ADD 2025 yang di dalamnya mengatur tentang kebijakan TAKE ini memasukkan Kabupaten Bulukumba menjadi kabupaten/kota ke-4 yang mengadopsi Ecological Fiscal Transfer (EFT) di Provinsi Sulawesi Selatan setelah Kota Parepare, Kabupaten Maros dan Kabupaten Sinjai. Perbup ini juga menjadi bukti tingginya komitmen Pemerintah Kabupaten Bulukumba terhadap perlindungan ekologis.

Pinus Sulsel Dorong TAKE di Bulukumba, Peluang Desa Dapatkan Tambahan Anggaran

Desa-desa di Kabupaten Bulukumba berpeluang mendapatkan tambahan Alokasi Dana Desa (ADD) untuk tahun anggaran 2025 melalui program Transfer Anggaran Kabupaten Berbasis Ekologis (TAKE). Peluang ini terbuka setelah Pilar Nusantara (Pinus) Sulsel berkolaborasi dengan Pemerintah Daerah (Pemda) Bulukumba untuk menjadikan Bulukumba sebagai salah satu wilayah program mereka. Inovasi ini mendapat respon positif dari Pemda Bulukumba.

Pilar Nusantara (Pinus) merupakan lembaga CSO (Civil Society Organization) yang mendorong prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik, baik pada tingkat kebijakan makro maupun dalam masyarakat luas. Prinsip-prinsip tersebut termasuk kebijakan publik yang pro-poor, tata kelola lingkungan hidup yang lestari, dan berkelanjutan.

Salah satu program Pinus adalah Insentif Fiskal Berbasis Ekologi atau Ecological Fiscal Transfer (EFT). Program ini merupakan model pengalokasian belanja transfer dari pemerintah yang lebih tinggi ke pemerintah yang lebih rendah di setiap wilayah.

Transfer anggaran dari pusat ke provinsi disebut TANE, dari provinsi ke kabupaten/kota disebut TAPE, dan dari kabupaten ke desa disebut TAKE. Desa-desa di Bulukumba berpeluang mendapatkan tambahan anggaran atau transfer anggaran Kabupaten (TAKE) berdasarkan kinerja ekologi yang telah dicapai oleh desa tersebut.

Direktur Pinus Sulsel, Syamsuddin Awin, menyatakan bahwa skema transfer fiskal ini bertujuan untuk mendukung kegiatan perlindungan lingkungan hidup dengan menambahkan indikator ekologi sebagai salah satu persyaratannya dalam pemberian transfer fiskal kepada desa.

“Melalui program TAKE ini, kami mendorong desa-desa untuk turut menjaga dan melestarikan lingkungan. Program ini akan memotivasi desa-desa untuk berkompetisi, karena desa yang memenuhi indikator penilaian akan mendapatkan tambahan anggaran,” jelas Syamsuddin.

Syamsuddin juga menambahkan bahwa pihaknya bersama Pemda Bulukumba telah berkomitmen untuk menerapkan program ini dan telah menyusun indikator penilaian serta payung hukumnya.

“Program ini sudah berjalan, dan baru-baru ini kami selesai menyusun matriks indikator, instrumen penilaian kinerja, serta draf Peraturan Bupati (Perbup) mengenai Alokasi Dana Desa (ADD) tahun anggaran 2025,” ungkap Syamsuddin pada Rabu (9/10/2024).

Kegiatan workshop penyusunan matriks indikator dan Perbup tersebut dilaksanakan selama dua hari di salah satu rumah makan dan resto di Jalan Bakti Adiguna, Bulukumba, pada Selasa (8/10/2024) hingga Rabu (9/10/2024).

Dalam workshop ini, Pinus melibatkan berbagai stakeholder dan beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, seperti Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Bulukumba, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK), Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Bulukumba, Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Bulukumba, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bulukumba, Bagian Hukum Daerah, dan Pendamping Desa Kabupaten Bulukumba.

Syamsuddin juga mengungkapkan bahwa Pinus Sulsel telah bekerja sama dengan beberapa daerah dan kota, termasuk Kabupaten Sinjai, yang prosesnya tengah berjalan untuk alokasi anggaran tahun 2025. Sementara itu, Kabupaten Maros telah didampingi sejak tahun 2021.

Sumber: https://beritasulsel.com/baca/pinus-sulsel-dorong-ekologi-di-bulukumba-peluang-desa-dapatkan-tambahan-anggaran

Roadshow Juknis Penerapan Insentif Kinerja Berbasis Ekologis di Sulawesi Selatan

Perkumpulan Pilar Nusantara (Pinus) menggelar diskusi publik mengenai petunjuk teknis tata cara penerapan insentif berbasis kinerja ekologis di Hotel Claro Makassar, pada Selasa, 16 Juli 2024. Kegiatan ini dihadiri oleh DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, lima Organisasi Perangkat Daerah Provinsi, 24 Kepala Bappeda Kabupaten/Kota, lima Kepala Dinas Kota Makassar, empat perguruan tinggi, serta 20 lembaga, CSO, dan praktisi. Acara ini juga didukung oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan dibuka langsung oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel.

Diskusi publik ini merupakan roadshow lanjutan setelah sebelumnya digelar di Sumatera Utara dan Aceh. Perwakilan Pinus, Hari Kusdaryanto, menjelaskan bahwa tujuan acara ini adalah untuk menjaring masukan terkait rancangan petunjuk teknis yang dapat membantu daerah dalam mengeluarkan kebijakan yang memberikan insentif kepada daerah yang berprestasi dalam menjaga lingkungan dan mengimplementasikan inovasi ekologis.

Hari juga menjelaskan bahwa petunjuk teknis ini bertujuan untuk memastikan daerah-daerah yang berkomitmen terhadap pelestarian lingkungan akan mendapatkan insentif lebih banyak dalam bentuk anggaran. Di Indonesia, sudah ada 39 daerah, termasuk provinsi dan kabupaten/kota, yang mengadopsi kebijakan insentif berbasis kinerja ekologis dengan total anggaran mencapai Rp 289 miliar dalam empat tahun terakhir. Dari 39 daerah tersebut, 4 merupakan provinsi, 29 kabupaten, dan sisanya kota.

Di Sulawesi Selatan, dua daerah—Kota Parepare dan Kabupaten Maros—sudah mengadopsi kebijakan ini sejak dua tahun lalu, dan diharapkan Kabupaten Bulukumba akan segera menyusul. Dengan keluarnya petunjuk teknis yang resmi, diharapkan semakin banyak daerah yang mengadopsi kebijakan insentif berbasis kinerja ekologis.

Sumber: Sumber 1 dan Sumber 2

Mengembangkan Skema Alokasi Transfer Anggaran Provinsi Berbasis Ekologi di Provinsi Jawa Barat

Pilar Nusantara telah menyelesaikan policy brief berjudul “Mengembangkan Skema Alokasi Transfer Anggaran Provinsi Berbasis Ekologi di Provinsi Jawa Barat.” Pilar Nusantara berharap bahwa policy brief ini dapat mendukung konsep penerapan skema TAPE di Provinsi Jawa Barat. Untuk melihat hasil lengkap dari policy brief ini, silakan akses tautan berikut ini: Mengembangkan Skema Alokasi Transfer Anggaran Provinsi Berbasis Ekologi di Provinsi Jawa Barat.

Provinsi Jawa Barat
Jawa Barat terletak di bagian barat Pulau Jawa, berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Tengah. Dengan luas wilayah sekitar 37.040 km², provinsi ini memiliki populasi sekitar 49,94 juta jiwa, dengan kepadatan sekitar 1.348 jiwa/km². Bentang alamnya terdiri dari dataran tinggi/pegunungan dan dataran rendah, serta mencakup sekitar 200 Daerah Aliran Sungai (DAS). Pesisir utara Jawa Barat berbatasan dengan Laut Jawa, sedangkan pesisir selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia. Rata-rata curah hujan mencapai 2.000 mm per tahun, bahkan hingga 5.000 mm di daerah pegunungan. Jawa Barat, yang terbagi secara administratif menjadi 27 kabupaten/kota, mengelola pembangunan dengan nilai APBD mencapai 40 triliun Rupiah.

Komitmen dan Pendanaan Lingkungan Hidup di Jawa Barat
Komitmen Jawa Barat terhadap perlindungan lingkungan hidup masih terbatas jika dilihat dari realisasi dan alokasi anggaran fungsi lingkungan hidup (LH) tahun 2019-2023. Pada 2023, anggaran untuk fungsi lingkungan hidup dialokasikan sebesar Rp 353 miliar. Meskipun menjadi anggaran terbesar kedua setelah DKI Jakarta, rasionya terhadap total belanja daerah hanya sekitar 1,04%. Rata-rata realisasi anggaran untuk fungsi perlindungan lingkungan hidup selama periode ini hanya sekitar 0,74%.

Urgensi Kebijakan TAPE untuk Pembangunan Berkelanjutan di Jawa Barat
Baik secara normatif-regulatif maupun faktual-operasional, dibutuhkan kerjasama kolaboratif antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk menangani masalah lingkungan di Jawa Barat. Dengan adanya regulasi dan pendanaan yang mendukung, penting bagi Jawa Barat untuk mengadopsi kebijakan Transfer Anggaran Provinsi Berbasis Ekologi (TAPE). Urgensi kebijakan ini bertujuan untuk:

  1. Menetapkan inisiatif kebijakan terkait transfer fiskal ekologi.
  2. Memperkuat keterkaitan antara kebijakan pendanaan lingkungan dan upaya pemulihan lingkungan yang dilakukan oleh pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota di Jawa Barat.
× Hubungi Kami Untuk Pemesanan