Workshop e-RPJMD

Palembang – Palembang, 19 Oktober 2018 Bappeda Provinsi Sumatera Selatan, Jumat 19 Oktober 2018 mengadakan workshop e-RPJMD yang berlangsung di Ruang Rapat Dapunta Hyang Bappeda Provinsi Sumatera Selatan pada pukul 09.00 WIB.

Acara ini berlangsung 2 sesi dan dilanjutkan siang pembahasan bersama Perangkat Daerah Lingkungan Provinsi Sumatera Selatan. Rapat tersebut dibuka oleh Kepala Bidang Pengendalian, Evaluasi dan Perencanaan Strategis Bappeda Provinsi Sumatera Selatan, M. Adhie Martadhiwira, S.Sos., M.Pol. Admin dan kemudian dilanjutkan oleh Kepala Bappeda Provinsi Sumatera Selatan, DR. Ekowati Retnaningsih, SKM., M.Kes.

Pertemuan ini juga di Narasumberi oleh Iwan Kurniawan selaku Kasubbid Partisipasi Masyarakat dan Informasi Pembangunan Daerah dilanjutkan tampilan demo oleh ikhsan. Diikuti oleh Seluruh Staf Bappeda Provinsi Sumatera Selatan kemudian dilanjutkan pembahasan bersama Perangkat Daerah Provinsi Sumatera Selatan pada siang pukul 14.00 sampai dengan selesai.

Adapun paparan yang dibawakan oleh Iwan Kurniawan dalam kesempatannya yaitu; Ada dua penjelasan , yang pertama penjelasan yang terkait dengan kebijakan tusi kami untuk melakukan penerapan eplanning ini kemudian berdasarkan hukum dan apa itu eplanning dan bagaimana kondisi-kondisi daerah, Kedua kita melihat secara teknis terkait dengan kesiapan kita terhadap aplikasi eplanning nya itu sendiri, namun mngkin ada keterbatasan mulainya setelah ToT kita test dari proses kesiapan sampai penetapannya, Mengidentidikasi beberapa aplikasi yang telah dibangun di beberapa kabupaten, Isu strategis, tujuan dan sasaran, strategi program dan kegiatan dalam perencanaan pembangunan daerah harus disusun berbasis data dan informasi yang akurat dan tepat dan dapat dipertanggungjawabkan, Bagaimana data dan informasi yang dikelola dipersiapkan dengan baik.

Rencana pembangunan daerah disamakan dengan data dan informasi pada uu no 23 permendagri 86 terkait dengan tata cara penyusunan pembangunan daerah. Pembangunan Perencanaan Daerah mencakup : 1. Kondisi geografis daerah, demografi, potensi sumber daya daerah, ekonomi dan keuangan kemudian aspek pelayanan umum dan daya saing daerah. Pembangunan umum pembangunan daerah dalam perpres 11/2015. Pengelolaan informasi pembangunan daerah dan partisipasi masyarakat merupakan salah satu komponen utama dalam tugas dan fungsi ditjen bina pembangunan daerah.

Eplanning ditjen bina pembangunan daerah bertujuan untuk membantu Pemda dalam menyusun dokumen perencanaan sesuai dengan regulasi yang ditetapkan. Bappeda selaku coordinator penyusunan dokumen rencana pembangunan daerah berperan sebagai administrator ePlanning. Penyusunan dokumen rencana pembangunan daerah  melalui e-planning berdasarkan data dan informasi daerah yang bersumber dari e-Database. Dalam hal tidak terdapatnya data sebagai dasar penyusunan rencana pembangunan daerah pada e-Database, pemerintah daerah dapat menggunakan data dan informasi diluar e-Database. Penggunaan data dan informasi diluar e-Database wajib mencantumkan sumber data.

 

Sumber: Bappeda.sumselprov.go.id

Pertengahan November 2018, PNBP Minerba Capai Rp 41 Triliun

Purwokerto, TAMBANG – Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari subsektor mineral dan batubara (Minerba) hingga pertengahan November 2018 mencapai angka Rp41,02 triliun. Raihan ini melebihi target yang ditetapkan yaitu sebesar Rp32,1 triliun.

“Kira-kira sampai akhir tahun, dari minerba diproyeksikan PNBP kurang lebih sebesar Rp 43 triliun, dari target Rp 32,1 triliun. Kalau untuk tahun depan proyeksinya (masih) Rp 32,1 triliun, tapi nanti kita lihat perkembangannya,” papar Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono saat menjadi Keynote Speaker pada acara ESDM Goes to Campus di Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, dalam keterangan resminya, Kamis (15/11).

Bambang menambahkan, komposisi penerimaan minerba 2018 berasal dari royalti, penjualan hasil tambang serta iuran tetap. Besarannya untuk royalti mencapai sekitar Rp24,5 triliun, penjualan hasil tambang sekitar Rp16 triliun serta iuran tetap sekitar Rp0,5 triliun.

“Intinya penerimaan negara pasti lebih baik. Pendapatan terbesar di minerba itu batubara. Batubara selain royalti ada pendapatan hasil tambang besarnya 13,5 persen dari komposisi penerimaan minerba,” lanjut Bambang.

Lebih lanjut Bambang menjelaskan, faktor-faktor yang dapat meningkatkan penerimaan negara tersebut diantaranya, harga komoditi yang fluktuatif, produksi minerba yang semakin bagus, juga peran aktif perusahaan-perusahaan dalam melakukan kegiatan yang semakin baik.

“Faktor pertama adalah harga komoditi fluktuatif dan kebetulan seasonnya bagus, kedua produksi batubara mineral juga makin bagus, artinya tercapai, ketiga perusahaan-perusahaan dalam melakukan kegiatan makin baik, dengan standar SOP akan lebih baik dan menghasilkan sesuatu yang positif, kegiatannya lancar berarti produksi tercapai, harga bagus berarti kan tinggal mengalikan saja kan proyeksinya bagaimana,” jelas Bambang.

Apabila ditelisik ke tahun-tahun sebelumnya, komposisi PNBP minerba dari tahun ke tahun terus menunjukan peningkatan. Di akhir tahun 2017 berada pada angka Rp40,6 triliun, Sedangkan untuk tahun 2016 hanya mencapai Rp27,2 triliun dan tahun 2015 sebesar Rp29,6 triliun.

“Pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM terus berusaha sekuat tenaga mengawal kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara (minerba) di Indonesia agar dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat sehingga seluruh rakyat Indonesia mendapatkan energi berkeadilan,” tandas Bambang.

Sumber: Tambang.co.id

Koalisi Ungkap Kelemahan Sistem Informasi Hasil Hutan, Apa Kata Menteri Siti?

Jakarta – Koalisi Anti Mafia Hutan melakukan investigasi terhadap beberapa perusahaan kehutanan di Jambi dan Kalimantan Barat, guna melihat sejauh mana efektivitas pemberlakuan sistem Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH). Hasilnya, masih ditemukan beberapa kelemahan dalam implementasi sistem ini. Poin-poin penting fokus investigasi antara lain soal potensi kerugian negara dan deforestasi.

SIPUHH, merupakan serangkaian perangkat elektronik yang diluncurkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tujuannya, mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan menyebarkan informasi penatausahaan hasil hutan kayu. Ketentuan SIPUHH diatur melalui P.42 dan P.43 tahun 2015.

Dengan sistem ini, kegiatan pencatatan dan pelaporan perencanaan produksi, pemanenan atau penebangan, pengukuran, pengujian, penandaan, pengangkutan, peredaran, serta pengolahan hasil hutan kayu dapat ditelusuri. Semula, sistem ini untuk memperkuat Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).

Temuan investigasi pada perusahaan-perusahaan di Jambi dan Kalbar itu, antara lain, perusahaan tak memiliki laporan hasil produksi (LHP) dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, tak ada laporan kewajiban pembayaran penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di dalam website PNBP. Dengan begitu, ada indikasi perusahaan tak melakukan kegiatan selama tiga tahun terakhir.

“Temuan kami di lapangan menemukan tumpukan kayu bulat tanpa ID barcode di areal kerja perusahaan,” kata Rusdiansyah, Direktur Eksekutif Walhi Jambi, akhir Oktober lalu dalam temu media di Jakarta.

Anton Wijaya, Direktur Eksekutif Walhi Kalbar memaparkan temuan dari kajian beberapa perusahaan di sana. Dari analisis tutupan lahan pada satu perusahaan dari 2015 sampai 2018 terjadi perubahan karena ada pemanenan kayu hutan tanaman dan pembukaan lahan.

Temuan lain soal perusahaan belum memiliki sertifikat legalitas kayu (VLK/PHPL) tetapi sudah beroperasi.

Iqbal Damanik, Peneliti Yayasan Auriga Nusantara mengatakan, temuan-temuan lapangan mengkonfirmasi masih banyak kelemahan dalam implementasi SIPUHH.

“Sebenarnya, kita melihat SIPUHH sudah mulai advanced. SIPUHH memberikan kemudahan bagi pelaku usaha. Karena dulu ada beberapa proses mulai dari pembuatan laporan produksi, sampai ke SK usaha, pembayaran PNBP, itu jadi satu sistem yang baik. Awalnya kan sistem ini untuk memotong rantai birokrasi supaya gak ada korupsi. Tak ada demand dari birokrasi untuk tindak pidana korupsi,” katanya.

Sistem sudah dipermudah, dalam level tertentu, SIPUHH jadi persoalan ketika sistem informasi lebih baik tetapi pengawasan lemah. Sulit menguji ketaatan perusahaan di dalam SIPUHH.

“Siapa yang menguji ini? KLHK juga kesulitan. Apa kita bisa tahu ada mencuci kayu-kayu ilegal dalam SIPUHH. Persoalan PNBP itu sebenarnya tidak jadi soal bagi perusahaan, karena mereka mampu bayar. Apakah kayu yang ditebang itu legal atau tidak? Itu yang tidak bisa dibuktikkan.”

Persoalan lain, katanya, mengenai transparansi. SIPUHH, tak memberikan akses data kepada pemantau independen. Tak bisa lakukan lacak balak karena pemantau independen tak punya akun untuk mengecek dari mana saja kayu-kayu tebangan perusahaan.

“SIPUHH ini sistem informasi dan birokrasi sudah baik. Apakah transparan, akuntabel dan bisa diuji? Fakta-fakta temuan di Jambi dan Kalbar membuktikan. SIPUHH diharapkan mampu memberikan solusi meminimalisir praktik-praktik manipulatif.”

Untuk melakukan monitoring optimal, katanya, perlu transparansi agar data sajian dapat disandingkan dengan kondisi riil lapangan.

Menurut Iqbal, sistem validasi data dalam SIPUHH tak mampu memotret kondisi nyata tingkat tapak. Bukan tidak mungkin, katanya, kayu ilegal justru diselundupkan dan masuk bersama kayu legal.

“Manipulasi data masih mungkin terjadi karena self assessment oleh perusahaan. Verifikasi lapangan terbatas. Terutama pasca masuk ke industri.”

Dengan kondisi ini, katanya, penelusuran terbatas setelah kayu jatuh dan batang di tengah hutan hingga ke luar konsesi.

Kayu-kayu bulat hasil pembalakan liar yang diamankan petugas di Sumatera Utara. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

SIPUHH, katanya, tak mampu mendeteksi apabila pelaku usaha sama sekali tidak melaporkan aktivitas. Ia juga tak mempunyai mekanisme menghentikan peredaran kayu bila industri kayu disisipkan kayu ilegal.

Iqbal mendesak, transaparansi data maupun informasi ke publik dalam SIPUHH. Juga mendorong keterlibatan multi pihak dalam mengawasi tata kelola kehutanan guna menjamin akuntabilitas dan keberlanjutan.

“Kita juga meminta untuk verifikasi lapangan terpadu dengan melibatkan multi pihak untuk menilai kesesuaian data dalam SIPUHH dengan kondisi lapangan. Ini meminimalisir penyimpangan dan pelanggaran serius,” katanya.

Selain itu, katanya, sistem basis data online peredaran kayu perlu terintegrasi dengan informasi lain yang mendukung verifikasi dan validasi informasi, misal, kondisi tutupan hutan tingkat tapak.

“Juga harus ditingkatkan kepatuhan dengan memperberat sanksi bagi korporasi yang melanggar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.”

Terkait hasil kajian itu, Auriga telah menyampaikan kepada KPK. Dia berharap, KPK bisa menindaklanjuti temuan ini. “Ini ada potensi kerugian negara.”

Apa kata Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan?

Siti menjawab soal temuan investigasi Auriga ini. Ada SIPUHH, katanya, justru membuat alur produksi kayu jadi lebih transparan. Alur produksi kayu mulai dari sumber sampai pembeli diikuti terus.

“Kalau di lapangan ada berbagai kesulitan, seperti teknis, listrik, jaringan internet itu soal lain,” katanya, seraya bilang KLHK terus berupaya memperbaiki sistem itu.

Dia tak setuju, kalau dikatakan SIPUHH tak transparan. Siti bilang, justru sistem ini didesain untuk agar transparan. “Tapi kalau ada kekurangan-kekurangan, mungkin saja bisa terjadi. Memang kita mendapatkan laporan ada beberapa tempat yang kesulitan. Kadang-kadang soal teknis, kalau dia dikaitkan dengan PNBP dan lain-lain, saya kira itu harus kita cek,” kata Siti.

Untuk memperkuat SIPUHH, katanya, KLHK sedang menyiapkan sistem informasi produksi hutan lestari secara keseluruhan. Sistem ini menggabungkan tata usaha kayu dengan perpajakan dan penegakan hukum.

“Jadi di kita sedang membangun dan memperbaiki terus sistemnya. Termasuk nanti sistem legalitas kayu. Jadi kalau sekarang kan masih ditemukan banyak kesulitan di lapangan. Sistem legalitas kayu sudah selesai, SIPUHH online sudah selesai.”

Dia menyadari, beberapa kelemahan di lapangan mungkin saja terjadi mengingat Indonesia sedemikian luas. “Spot-nya juga bisa dibayangkan mulai dari pohon, ditebang, sampai di tempat penampungan dan sebagainya. Yang jelas kita terus improve sistem ini.”

Sumber: Mongabay.co.id

 

 

Forum Konsultasi Publik Rancangan Awal RPJMD Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2018-2023

Palembang – Gubernur Sumsel Herman Deru mengajak seluruh komponen masyarakat bergandeng tangan dan bersinergi mempertahankan capaian kinerja pembangunan di Sumsel, termasuk memprioritaskan penurunan angka kemiskinan di Sumsel. Hal itu diungkapkan HD saat membuka Forum Konsultasi Publik Rancangan Awal RPJMD di Auditorium Bina Praja, Selasa (13/11).

Dijelaskan mantan Bupati OKU Timur dua periode tersebut dalam penyusunan rancangan awal RPJMD harus memperhatikan kondisi saat ini sebagai modal dasar. Sehingga jika ditemukan permasalahan mendasar dapat segera dicarikan solusinya melalui program-program dalam RPJMD.  Dalam kesempatan itu HD berharap penyusunan RPJMD selesai tepat waktu.

Adapun kondisi beberapa indokator makro pembangunan Sumsel dijelaskan HD ada yang sudah baik dan ada yang masih belum maksimal pencapaiannya yaitu, 1. Pertumbuhan ekonomi Sumsel triwulan ke 3 tahun 2018 lebih baik dari angka nasional, Pada rasio Sumsel di maret 2018 lebih baik dari angka nasional, Tingkat pengangguran terbuka Sumsel pada Februari 2018 lebih baik dari angak nasional, Inflasi Sumsel pada triwulan 1 tahun 2018 lebih dari angka nasional, Angka kemiskinan Sumsel pada bulan Maret 2018 masih lebih tinggi dari angka nasional. Dan 16 kabupaten/kota dari 17 kabupaten/kota mempunyai angka kemiskinan masih diatas nasional. Indek pembangunan manusia (IPM) Sumsel tahun 2017 masih di bawah angka nasional dan masih ada 14 kabupaten/kota yang mempunyai angka IPM di bawah nasional hingga memerlukan perhatian khusus.

Untuk mempertahankan capaian kinerja pembangunan yang sudah baik ini HD mengatakan semua harus bergandeng tangan dan bersinergi dan bekerja keras lagi untuk mengejar ketertinggalan pada capaian kinerja yang belum maksimal.

“Kita harus mampu menurunkan angka kemiskinan sampai di bawah angka nasional. Sebagai indikator bahwa pembangunan yang kita lakukan dapat mensejahterakan masyarakat,”tuturnya.

Lanjut Herman Deru pembangunan Sumsel harus direncanakan dengan dilaksanakan secara utuh, terintegrasi dan tepat lokasi. Pembangunan bukan hanya dilakukan oleh Pemerintah Provinsi namun juga dilakukan bersama-sama Pemerintah Pusat, Pemerintah Kabupaten/Kota, pihak Swasta dan seluruh komponen masyarakat.

“Maka sudah saatnya kita rapatkan barisan untuk bersinergi membangun Sumsel dengan visi Provinsi Sumsel 2018-2023 yaitu Sumsel maju untuk semua.

Lebih lanjut Herman Deru menyampaikan salah satu keberhasilan kepala daerah akan dilihat dari capaian terhadap target-target yang tertuang di RPJMD sebagai dokumen resmi acuan LKPJ. Sehubungan dengan hal tersebut maka janji-janji kampanye harus masuk dalam RPJMD dan dijabarkan menjadi program dan kegiatan dinas , dan perangkat daerah Provinsi Sumsel.

“Untuk itu saya minta seluruh kepala perangkat daerah untuk serius mengikuti proses penyusunan RPJMD sampai dengan ditetapkannya nanti menjadi program-program perangkat daerah yang ada di dalam RPJMD. Untuk itu kami mohon dukungan dan kerjasamanya agar RPJMD dapat kita selenggarakan tepat waktu,”sambung HD

Peran serta dan kerjasama yang baik antara semua pihak dalam hal ini sangat diperlukan guna tercapaian perjuangan pembangunan Sumsel menuju Sumsel maju untuk semua.

“Untuk membangun Sumsel kita juga harus bekerjasama dengan provinsi-provinsi tetangga termasuk dengan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Harapannya dengan adanya kerjasama ini dapat memberi manfaat bagi masyarakat kedua provinsi,”tutup HD

Sementara itu, Wakil Gubernur Sumsel Mawardi Yahya menyampaikan visi misi pertama kepala daerah adalah mensejahterahkan masyarakat. “Tentunya bicara mensejahterakan adalah tugas kita untuk mengurangi kemiskinan, ini masalah besar. Saya mengajak kedepan untuk menuntaskan kemiskinan,”terangnya.

Sebelum membuka Forum Konsultasi Publik Rancangan Awal RPJMD Provinsi Sumsel Tahun 2018-2023, Gubernur Sumsel Herman Deru bersama Gubernur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Erzaldi Rosman Djohan melakukan penandatanganan MoU kerjasama antara Pemerintah Provinsi Sumsel bersama Pemerintah Provinsi Kepulauan Babel. *Bappeda.SS

Sumber : Bappeda.sumselprov.go.id

Kebijakan dan Kelola Hutan yang Baik, Kunci Hindarkan Bencana Ekologis Perubahan Iklim

Emisi karbon pemicu perubahan suhu bumi yang memantik perubahan iklim sudah sejak lama di bahas para pihak. Dalam Kesepatan Paris yang dihasilkan pada COP21 tahun 2015, para pihak melakukan konsensus untuk menjaga ambang kenaikan suhu bumi di bawah 2 derajat Celcius, yang dapat ditekan menjadi 1,5 derajat Celcius.

Pertemuan terakhir Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) di Bangkok bulan September lalu, -yang berupaya untuk mendetailkan Kesepakatan Paris, bahkan sampai memerlukan sesi tambahan waktu. Proses ini berlangsung alot dan butuh komitmen tegas dari semua negara untuk mengatasi masalah iklim yang kini mengancam kita semua.

Sementara para pihak masih bernegosiasi, ancaman perubahan lingkungan terus berjalan. Laporan panel terbaru IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) menyebutkan kenaikan suhu bumi 1,5 derajat Celcius saja akan meningkatkan risiko bencana ekologis.

Jika tidak segera ditangani, maka dalam kurun waktu 12 tahun lagi, kekacauan yang ditimbulkan oleh perubahan iklim sudah pasti akan memporak-porandakan kehidupan manusia. Secara khusus, kelompok paling rentan, yaitu masyarakat miskin adalah yang paling terdampak.

Meski ancaman sudah mendekat, memanipulasi iklim bumi lewat pendekatan geo-engineering lebih mengemuka. Idenya, dengan teknik geologi tertentu, dapat menyedot jutaan giga ton karbon di atmosfer. Padahal, hingga sekarang belum diketahui efek samping manipulasi iklim tersebut terhadap kehidupan umat manusia dan ekosistem yang ada di bumi.

Demikian juga, -meski menunjukkan tren yang baik, pemanfaatan energi terbaru, pengurangan bahan bakar minyak dan pemanfaatan teknologi transportasi terbaru yang lebih efisien belum cukup untuk mencapai target penurunan emisi global.

Sebaliknya untuk mencapai tujuan menjaga ambang suhu bumi agar tidak terjadi perubahan iklim perlu dilakukan lewat upaya yang lebih sistematis. Pemulihan ekosistem, rehabilitasi lahan dan hutan, penyertaan masyarakat lewat dan pengakuan hak-hak lokal, adalah langkah yang penting untuk diadopsi agar dapat mencapai hasil penurunan emisi yang signifikan.

Di bawah ini, penulis akan menyajikan hal penting dilakukan untuk mencapai tujuan penurunan emisi yang signifikan.

 

1. Memperkuat Hak Tanah Masyarakat dan Masyarakat Adat

Telah terbukti bahwa masyarakat lokal memiliki pengetahuan yang sangat baik dalam memanfaatkan sumber daya mereka secara berkelanjutan. Sebanyak 40% hutan global berada di tangan masyarakat adat dan komunitas lokal. Bahkan, hampir dari separuh lahan dunia dikaitkan dengan klaim “wilayah adat’, namun hanya 10% dari klaim tersebut yang mendapatkan pengakuan hukum.

Studi baru-baru ini menunjukkan bahwa masyarakat mampu mengamankan wilayah kelola mereka. Sebaliknya kapitalisasi sumberdaya hutan mendorong munculnya kekeliruan pengelolaan sumber daya hutan yang lebih mengemukakan kepentingan ekonomi.

Dengan mengakui hak masyarakat lokal atas akses dan pengelolaan hutan merupakan solusi iklim yang paling efektif, efisien dan berkeadilan yang dapat dilakukan pemerintah untuk mengurangi jejak karbon dan melindungi hutan dunia.

 

2. Memulihkan Hutan dan Ekosistem lainnya

Bagian yang tidak kalau pentingnya adalah melakukan restorasi hutan dan perbaikan ekosistem. Hal ini bisa ditempuh dengan pemulihan lahan dan hutan yang terdegradasi, menjadi vegetasi yang lengkap sehingga akan kaya terhadap ekosistem.

Melalui hutan yang dipulihkan potensi penyerapan karbon akan kembali ke status awalnya, hutan primer sekaligus membangun ketahanan ekosistem.

 

3. Mencegah Emisi Lebih Lanjut dari Perubahan Ekosistem

Hutan, secara khusus gambut yang utuh berkontribusi sebagai penyimpan karbon. Namun saat ini pembukaan dan pemanfaatan lahan gambut adalah cara melakukan pengeringan. Dibuatlah kanal-kanal untuk menurunkan muka air gambut yang pada akhirnya membawa petaka baru.

Penghilangan muka air gambut membuat gambut rentan terbakar, yang pada akhirnya gambut menjadi sumber emisi gas rumah kaca (GRK) yang sangat besar. Pemulihan fungsi gambut akan mencegah emisi sekitar 1,53 Gt CO2 per tahun, terutama di Eropa, Rusia dan Indonesia.

Selanjutnya, penelitian Griscom (2017) menyebut pemanfaatan lahan terlantar untuk tujuan pertanian akan mengurangi tekanan yang besar pada hutan. Pengelolaan lahan pertanian dengan memanfaatkan pupuk organik dan mengurangi pemakaian bahan kimia, juga akan membawa dampak baik untuk mencegah emisi. Pemanfaatan lahan ini bisa menurunkan 0,12 GtCO2 emisi per tahun.

 

4. Pengelolaan Hutan yang Bertanggung Jawab

Restorasi dan perluasan hutan sangat penting untuk peningkatan penyerapan karbon. Di Indonesia salah satu upaya yang dikembangkan adalah perhutanan sosial. Di Jambi, Komunitas Konservasi Indonesia WARSI terlibat aktif dalam mendorong percepatan pengelolaan hutan berbasis masyarakat yang kemudian diadaptasi pemerintah menjadi perhutanan sosial.

Dari pengalaman yang dilakukan, perhutanan sosial mampu mengatasi laju deforestasi. Di Jambi, salah satu kawasan yang dikelola masyarakat dengan skema perhutanan sosial berada di Bukit Panjang Rantau Bayur di Kabupaten Bungo. Sejak dikelola masyarakat dengan skema Hutan Desa, pada kawasan ini tidak terjadi lagi pengurangan tutupan hutan.

Perhutanan Sosial mndorong masyarakat yang memiliki hak kelola hutan turut bertanggung jawab untuk menjaga hutan mereka. Dengan mengelola hutan, kerusakan hutan dapat dihindari. Masyarakat dapat memanfaatkan kayu secara terbatas lewat aturan yang ketat, juga melakukan pemanfaatan produk non kayu dan jasa ekosistem.

Pelibatan masyarakat menjadi kunci untuk menjaga fungsi hutan dan memberikan manfaat yang luas untuk masyarakat sekitarnya. Upaya yang dilakukan masyarakat ini harusnya bisa menjadi bagian penting dalam penghitungan deforestasi, sehingga aksi masyarakat yang memelihara hutannya juga menjadi komponen dalam penurunan emisi.

Dengan memberi akses kepada masyarakat untuk mengelola hutan, bencana ekologis pun dapat dihindari.

 

Sumber: Mongabay.co.id

× Hubungi Kami Untuk Pemesanan