Kala Sumsel jadi Daerah Percontohan Pengembangan Energi Terbarukan

  • Sumatera Selatan, jadi provinsi percontohan pengembangan energi terbarukan. Daerah ini sudah mulai bangun pembangkit energi terbarukan, antara lain pembangkit biomassa dari sekam padi dan energi surya.
  • Daerah bisa mengembangkan energi terbarukan sesuai potensi daerah masing-masing.
  • Contoh, pembangkit biomassa sekam padi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2018, luas sawah Indonesia mencapai 7,1 juta hektar. Kalau proyek percontohan ini bisa meluas ke daerah lain, Indonesia bisa hasilkan 35.500 MW listrik dengan energi terbarukan. Syaratnya, lokasi limbah dan pabrik terintegrasi.
  • Perlu peran serta dan dukungan kuat pemerintah daerah agar komitmen pengembangan energi yang sudah dicanangkan pusat, berjalan.

 

 

Sumatera Selatan, mulai mengembangkan energi energi terbarukan ataupun energi ramah lingkungan. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman jadikan Sumatera Selatan, sebagai proyek percontohan provinsi yang mengembangkan dan pemanfaatan energi terbarukan. Daerah ini mengembangkan energi terbarukan seperti pembangkit listrik tenaga surya, maupun biomassa dari sekam padi.

Pemeritah telah menyusun target bauran energi terbarukan dalam rencana energi nasional (RUEN), 23% pada 2025 atau sekitar 45.000 megawatt (MW), paling sedikit 31% pada 2050. Hingga kini, kontribusi energi terbarukan dalam bauran energi nasional baru sekitar 12%.

Sebagai negara tropis, agraris dan maritim, Indonesia memiliki potensi besar pengembangan energi terbarukan, tergantung wilayah masing-masing.

”(Indonesia) sejatinya kaya sumber energi terbarukan. Sumatera Selatan, patut dicontoh karena berhasil memanfaatkan matahari dan limbah sekam padi jadi pembangkit listrik,” kata Agung Kuswandono, Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa saat Kaji Banding PLTS dan PLTBm Sekam Padi di Palembang, April lalu.

Sumsel, katanya, tak jauh berbeda dengan beberapa kota kebanyakan di Indonesia. Ia punya sawah luas dan tersinari matahari. Dua sumber energi, sekam padi dan surya pun berpeluang besar.

Agung yakin, tak hanya Sumsel, daerah lainpun bisa mandiri energi karena mampu memanfaatkan potensi energi terbarukan di wilayah masing-masing.

”Kalau kita menginginkan penghematan finansial, lingkungan bersih, bisa membangun pembangkit listrik energi terbarukan. Semangat ini tak hanya untuk memenuhi target bauran energi terbarukan, juga kepentingan masyarakat Indonesia, agar kian produktif, maju dan sejahtera,” katanya seraya berharap,    aksi Palembang diikuti daerah lain.

 

Potensi energi sekam padi

Adalah PT Buyung Poetra Sembada, yang mengelola lahan sawah sekitar 200 hektar. Untuk memasok keperluan pabrik, 20% bermitra dengan masyarakat. Pabrik yang terletak di Kabupaten Ogan Ilir ini memiliki inovasi baru. Ia jadi pelopor pembangunan pembangkit listrik tenaga biomassa (PLTBm) sekam padi di Indonesia. Rencananya, PLTBm ini beroperasi kuartal III 2019.

Sebagai negara agraris, potensi pengembangan PLTBm sekam padi sangatlah besar. Hanya perlu terintegrasi antara lokasi penggilingan, pabrik dan pengumpulan limbah. Peluang ini pulalah yang ditangkap BPS. Lokasi PLTBm berjarak 100 meter dari pabrik, hingga tak memerlukan biaya transportasi angkut limbah.

Rudy Rinaldy, Manager Utility BPS mengatakan, kapasitas 3 megawatt untuk keperluan listrik pabrik. Sekitar 2,5 MW untuk pabrik dan 0,5 MW operasional pembangkit itu sendiri.

Sampai April, pembangunan sudah 95% dengan investasi US$1.5 juta-1.7 juta, setara Rp20 miliar per MW. Pabrik ini akan mendapatkan keuntungan atau balik modal setelah tiga tahun pertama beroperasi.

Selama ini, katanya, limbah selalu jadi masalah bagi pabrik. Ia ditumpuk begitu saja, tidak terpakai. Kadang jadi pakan ternak atau buat bakar batu bata. “Tetapi kuantitas sangat kecil hingga tidak berdampak,” kata Solihin, Project Manager Pembangunan PLTBm Sekam Padi BPS.

Setiap hari, BPS hasilkan limbah sekam pabrik sampai 120 ton dari kapasitas pabrik 600 ton per hari. Kalau ada kelebihan energi, kata Rudi, mereka tertarik menjual ke PT PLN dengan skema harga excess power untuk mengitung pengembalian investasi (return on investment) proyek.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2018, luas sawah Indonesia mencapai 7,1 juta hektar. Kalau proyek percontohan ini bisa meluas ke daerah lain, Indonesia bisa hasilkan 35.500 MW listrik dengan energi terbarukan. Syaratnya, lokasi limbah dan pabrik terintegrasi.

Angka ini, katanya, sama dengan target pemerintah yang hendak membangun pakai PLTU batubara, dengan kerusakan lingkungan parah.

Solihin pun menyebutkan, limbah sisa proses PLTBm ini hanya 5-10% dari produksi. ”Dengan PLTBm kita bisa menangani limbah lebih efisien, tak terjadi pencemaran.”

Menurut Rudi, proses pembangunan tak mengalami kendala berarti karena mendapat dukungan penuh pemerintah daerah.

Herman, Sekretaris Daerah Ogan Ilir menyambut baik inisiatif swasta mengembangkan energi terbarukan berbasis potensi daerah. ”Kami senang, melalui pabrik ini, bisa menyerap tenaga kerja, karena mayoritas adalah masyarakat lokal.”

 

Dia berharap, langkah ini bisa terduplikasi di wilayah lain yang juga jadi lumbung padi. Ogan Ilir, salah satu lumbung padi Sumsel. ”Kami siap mendukung dan beri kemudahan perizinan. Demi penyerapan tenaga kerja lokal dan lingkungan lebih bersih.”

Pemerintah kabupaten bersama Kementerian Pertanian, bekerja sama mencetak sawah baru seluas 40.000 hektar. Seluas 10.000 hektar sudah jalan.

Tak hanya sekam padi, Sumsel pun memiliki pembangkit listrik tenaga surya (PLTSa) Jakabaring. PLTS ini terkenal karena beroperasi untuk kawasan fasilitas olahraga Jakabaring Sport City Palembang dan mendukung Asian Games 2018.

Pembangkit berkapasitas 2 MW ini merupakan PLTSa terbesar di Sumatera. Pembangunan PLTSa Jakabaring merupakan kerjasama (joint crediting mechanism/JCM), antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang, dalam kaitan pembangunan rendah karbon untuk pencegahan perubahan iklim.

Pengembangan PLTSa ini, mendapatkan bantuan dari Jepang melalui Sharp Corporation didukung Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumsel.

PLTSa ini, seluas dua hektar dengan 5.248 panel dan dalam pertahun bisa menghasilkan listrik hingga 1.897 MW dan mampu mengurangi emisi karbon sekitar 1.303 ton CO2.

”Kita harus memikirkan ke depan dan visioner. Secara ekonomis agak berat, regulasi masih belum mendukung,” kata Arief Kadarsyah, Direktur Utama PDPDE Sumsel PLTSa Jakabaring.

Total investasi US$139 juta, US$83 juta dari investasi swasta Indonesia dan US$56 subsidi Pemerintah Jepang.

Dia bilang, hal paling berat adalah persiapan lahan, karena belum ada penimbunan dan lahan kurang labil. Meski demikian, pembangunan berjalan lancar karena komitmen pemerintah daerah cukup kuat.

Dari sisi keuangan, regulasi pemerintah terkait pengembangan energi terbarukan masih menjadi tantangan, antara lain, pendanaan proyek atau bank, bea cukai dan perpajakan.

”Hingga kini bank masih belum support energi terbarukan.”

Arief mengatakan, PDPDE akan membangun PLTSa di Pulau Bangka dengan potensi energi 10 MW.

 

Gas

Pemerintah Sumsel juga punya pembangkit tenaga gas alam, yang dinilai lebih ramah lingkungan. Berbeda dengan PLTSa Jakabaring dan PLTBm Sekam Padi Ogan Ilir, PLTG compressed natural gas di Ogan Ilir, lebih dahulu lahir pada 2013 dengan kapasitas 3x 18 MW.

Pemerintah kota mendukung angkotan kota dan taxi (Blue Bird) turut serta penggunaan bahan bakar gas. ”Sudah tiga tahun saya gunakan BBG, sangat hemat,” kata Davijan Rumengan, sopir mobil online, saat ditemui di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) Demang Lebar Daun.

Meski pakai BBG, dia tetap melakukan campuran dengan BBM. Alasannya, menemukan SPBG tak semasif SPBU, terutama saat keluar kota.

Pada 2016, Ismail harus merogoh kocek Rp15-17 juta untuk memasang alat converter kit. Meski demikian, keuntungan lebih besar. Bahkan, bisa menghemat sampai dua kali lipat.

”Tarikan gas tak terlalu berpengaruh, cocok untuk jalan kota dan hemat,” katanya.

Davijan tertarik karena tahu dari sosialisasi pemerintah, lalu mencoba memasang alat. ”Bisa mengurangi polusi dan lebih hemat.”

 

Komitmen pemerintah daerah

Agung mengatakan, pembangunan energi terbarukan harus sesuai potensi wilayah. Dia bilang, baik regulasi dan perizinan perlu diperbaiki kalau ada yang menghambat, hingga bisa lancar. ”Biasa pengembangan terganjal di regulasi. Kita cari terbaik sesuai masyarakat. Regulasi masih proses, misal, mekanisme jual beli energi di PLN.”

Amalyos, Asisten Deputi Sumber Daya Mineral, Energi dan Nonkonvensional Kemenko Kemaritiman menyebutkan, pemerintah daerah perlu menggali potensi energi terbarukan.

”Perlu ada political will dari pemda sendiri mendorong pemanfaaatan energi terbarukan, di samping, Sumsel didukung sumber daya cukup bagus,” katanya.

Dia melihat, Sungai Musi masih belum bermanfaat untuk listrik tenaga air atau potensi angin.

Dengan begitu, tak hanya pemerintah pusat yang berusaha mencapai komitmen tekan emisi juga pemerintah daerah.

Amalyos bilang, telah memetakan ada 10-15 kabupaten yang akan didorong dalam pengembangan energi terbarukan ini. Ada di Pulau Jawa, Kalimantan, Sumatera dan Sulawesi.

Menurut dia, dari sisi regulasi pengembangan energi terbarukan seringkali terhambat. ”Kita kumpulkan usulan-usulan dari multi stakeholder. Investor kita berikan kemudahan berusaha, kita berikan semacam karpet merah,” katanya.

Herman pun menilai, pengembangan energi terbarukan lebih efektif menekan polusi. ”Fosil bisa habis, kalau ini lebih ramah lingkungan, lebih efisien, berkelanjutan dan ramah lingkungan.”

Agung menegaskan, energi terbarukan itu keniscayaan. “Bukan terdesak atau diserang orang. Kita selama ini membuang potensi yang kita punya.”

 

Keterangan foto utama:  Sumatera Selatan, jadi provinsi percontohan pengembangan energi terbarukan. Daerah ini sudah mulai bangun pembangkit energi terbarukan, antara lain pembangkit biomassa dari sekam padi dan energi surya. Foto: Lusia Arumingtyas/ Mongabay Indonesia

 

Rapat Koordinasi PPID 2019

implementasi dari UU No.14 tahun 2018 tentang keterbukaan informasi publik, untuk mewujudkan pelayanan informasi secara cepat, tepat dan sederhana disetiap badan publik. Yaitu dengan cara menunjuk pejabat pengelola informasi dan Dokumentasi( PPID).
.
(Selasa 30/04/2019) PPID sumatera selatan mengadakan Rapat Koordinasi. Kegiatan dibuka langsung Plt. kepala Dinas Kominfo Provinsi Sumatera Selatan, Jon Kenedy. Hadir Juga Ketua Komisi Informasi Provinsi Sumatera Selatan, Herlambang, kepala Ombudsman RI perwakilan Sumsel, M. Adrian Agustiansyah serta para peserta RAKOR meliputi PPID Pembantu OPD dilingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan.

PINUS Sumatera Selatan adalah salahsatu yang mendorong inovasi untuk keterbukaan informasi sektor sumberdaya alam. Yaitu Sistem Informasi minerba http://minerba.desdm.sumselprov.go.id .

Saat Perempuan Bersyukur dengan adanya Hutan Desa, “Lanang Kami jadi tidak perlu pergi Merantau”

  • Masyarakat Semende menganut tradisi matrilineal yang disebut “tunggu tubang”, anak perempuan tertua menjadi pewaris tunggal harta keluarga berupa rumah, sawah atau tebat.
  • Banyaknya kaum lelaki yang merantau menyebabkan beban kerja perempuan di desa kian berat. Mereka bukan hanya mengurus rumah, juga sawah dan kebun, bahkan sebagian menjadi buruh tani.
  • Sejak adanya perhutanan sosial, beban kerja perempuan berkurang karena para lelaki kembali ke desa, sehingga dapat mengelola sawah, tebat dan kebun bersama perempuan.
  • Banyak potensi ekonomi yang dapat dikembangkan di Semende yang dapat diperankan perempuan seperti pengolahan buah durian dan perikanan.

 

Masyarakat Semende menganut tradisi matrilineal, yang disebut “tunggu tubang”. Anak perempuan tertua menjadi pewaris tunggal harta keluarga. Secara adat maka rumah, sawah, tebat (kolam ikan) dan aset keluarga, tidak boleh diperjualbelikan.

Namun sebagian pihak menuding, tradisi ini turut mendorong munculnya perambahan dan pembukaan kebun kopi di sejumlah kawasan hutan di Bukitbarisan oleh pria Semende. Benarkah?

“[Sebenarnya bukan karena faktor adat budaya] tapi lebih ke faktor ekonomi,” jelas Tasriani, petani perempuan dari Desa Muara Danau.

Desa ini berpenduduk sekitar 550 jiwa yang sebagian besar warganya bertani dan berkebun kopi.

“Tidak banyak istri atau ibu yang senang suami atau anaknya merantau atau pergi buka kebun di BukitBarisan. Berbahaya, juga tidak selalu berhasil,” lanjutnya.

Persawahan di Desa Muara Danau. Dalam mengelola alam, perempuan dan laki-laki turut terlibat. Foto Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

Faktor ekonomi yang dia maksud adalah hasil kebun dan sawah yang tidak lagi mencukupi. Biaya hidup tambah hari tambah bertambah. Katanya, kebutuhan itu mencakup mulai dari biaya listrik, BBM, pendidikan anak hingga konsumsi harian.

Tasriani menepis, jika tradisi tunggu tubang berarti semua harta warisan dikuasai sepihak oleh anak perempuan tertua.  Anggota keluarga lain boleh mengelola aset yang ada. Pewarislah yang mengatur agar harta warisan tidak dijual, atau diubah menjadi kegunaan lain.

“Itu yang membuat perempuan memiliki tanggung jawab besar atas kehidupan keluarga,” ucapnya

Tasriani aktif di Kelompok Tani Tebat Mampur, ia juga menjadi pengajar PAUD untuk anak-anak. Atas keaktifannya, dia pernah difasilitasi untuk ikut sebuah kunjungan belajar ke Vietnam untuk belajar handling produk perkebunan kopi rakyat.

Dalam buku Etnoekologi Komunikasi, Orang Semende Memandang Alam, Yenrizal Tarmizi penulisnya, menyebut tradisi tunggu tubang adalah simbol ketahanan pangan dan lingkungan.

Tunggu tubang dapat dimaknai sebagai penjaga kelestarian alam. Perempuan yang pegang kendali atas sawah, rumah dan tebat, agar tidak diperjualbelikan. Harapannya, lewat tangan perempuan hasil pangan bakal terjamin dan lingkungan alam pun dapat terjaga.

Dengan demikian, perempuan tidak hanya mengerjakan aspek domestik rumah tangga. Mereka pun turut turun bersawah dan berkebun kopi bersama laki-laki.

Rumah panggung kayu yang berusia ratusan tahun ini tetap bertahan karena tradisi tunggu tubang karena harta warisan tidak boleh diperjualbelikan. Foto Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

Dampak Hutan Desa

Sejak tahun 2014, Pemerintah menetapkan Hutan Desa Muara Danau lewat SK Menteri Kehutanan No.622/Menhut-II/2014. Hal ini amat jelas membuat senang para istri dan ibu di desa.

“Sejak dua tahun terakhir tak ada lagi laki-laki yang membuka hutan di Bukitbarisan. Semua kerja di perhutanan sosial. [Bisa hasil] asal kita rawat dengan benar,” ucap Tasriani.

 

Model hutan desa sendiri mengizinkan warga untuk memadukan antara tegakan kayu hutan dengan tanaman produktif warga seperti kopi. Mereka pun menanami tanaman buah seperti durian dan petai.

Dampaknya laki-laki pun jadi tidak perlu merantau. Walhasil, pekerjaan berkebun dan bersawah dapat dilakukan oleh laki-laki. Beban pekerjaan perempuan menjadi sedikit berkurang.

“Senang nian setelah adanya hutan desa, lanang (laki-laki) sudah jarang merantau ke tempat lain, mereka mengurus kebun dan sawah saja di sini. Beban kami jadi berkurang,” tutur Nuraini, petani perempuan di Desa Muara Danau.

“Saya setuju hutan desa. Kaum laki-laki tidak lagi merambah hutan di tempat lain buat berkebun kopi,” lanjutnya.

Perempuan Semende, dari dapur ke sawah, ke kebun hingga mengambil air buat kebutuhan keluarganya. Foto Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

Memajukan Ekonomi perempuan

Untuk mendorong lebih lanjut ekonomi warga dan perempuan, Tasriani menyebut banyak hasil pertanian dan perkebunan yang dapat dikembangkan ke depan.

“Di sini banyak buah durian, tapi baru dijual buahnya. Padahal bisa ada nilai tambah kalau dijual sebagai tempoyak (daging buah durian yang difermentasi) atau lempok, atau dodol buah durian. Buah durian Semende sangat enak dan sangat dikenal,” katanya.

“Perempuan di sini baru buat tempoyak atau lempok untuk konsumsi keluarga. Belum dijual. Mereka tidak tahu bagaimana pemasaran dan pengemasannya.”

Juga Desa Muara Danau tuturnya bagus untuk usaha perikanan darat. Namun belum berkembang, karena belum tahu pemasaran dan cara buatnya.

“Karena sulit dijual akhirnya dimakan sendiri atau dibagikan kepada keluarga. Padahal ikan dapat dijadikan ikan sale atau ikan asap. Tapi kami belum paham membuat ikan sale.”

Dari potensi tersebut, dia berharap adanya pelatihan dan bantuan teknologi sederhana dalam pengemasan produk tempoyak, lempok maupun ikan sale atau asap. Baik dari pemerintah maupun lembaga yang peduli dengan nasib petani.

“Kalau ada ilmunya (pengetahuan), dan tahu pasar, percayalah perempuan di sini akan bekerja secara baik dan produktif,” timpal Nuraini.

SUmber: Mongabai.co.id

Hari Bumi Sedunia, Warganet Saling Ingatkan untuk Peduli Lingkungan

Jakarta – Bumi hijau, udara dan air bersih menjadi cita-cita bersama. Karena itu, untuk mempercepat transisi ke dunia yang lebih bersih, kita perlu mengubah pola tata cara hidup kita menjadi perilaku yang ramah lingkungan.

Tepat hari ini, Senin (22/4/2019), penghuni planet ini mempringati Hari Bumi sedunia setiap 22 April tiap tahunnya. Banyak masyarkat di berbagai negara membuat aksi peduli lingkungan ini, di antaranya dengan menanam pohon, menghemat pemakaian air bersih, mengirit energi listrik dan lainnya.

Namun, tak hanya dengan melakukan aksi. Pantauan tim PINUS, publik, khususnya para pengguna jejaring sosial memperingatinya dengan cara mereka sendiri. Namun, banyak pula yang membuat beragam twit atas kepedulian mereka terhadap lingkungan dan bumi.

Hari Bumi diselenggarakan pertama kalinya lebih dari 43 tahun lalu pada 22 April 1970, di Amerika Serikat. Penggagas Earth Day adalah Gaylord Nelson, senator Amerika Serikat dari negara bagian Wisconsin yang juga seorang pengajar tentang lingkungan hidup.

Jutaan orang turun ke jalan, berdemonstrasi dan memadati Fifth Avenue di New York ketika itu untuk mengecam para perusak bumi. Momen tersebut kemudian menjadi tonggak sejarah diperingatinya sebagai Hari Bumi.

Yuk, sama-sama jaga Bumi kita dengan hal-hal kecil yang ada di sekitar.

Efek Nobar Sexy Killer, Ternyata Ada 4 Perusahaan Batubara Terbesar di Indonesia

AKURAT.CO, Sobat Milenial belum lama ini ramai perbincangan soal film Sexy Killers dimana film ini tergolong sensitif karena bertepatan dengan pesta demokrasi. Sementara film tersebut mengupas tuntas perusahaan tambang batubara yang memiliki keterkaitan dengan penguasa dan jaringannya.

Dalam film tersebut juga terkuak sejumlah data dari masing-masing kubu yang ikut konstestasi dalam bursa pilpres. Dimana beberapa konstestan dan jaringan kelompoknya memiliki investasi cukup besar disektor pertambangan batubara.

Hal ini tentu saja membuka mata kita bahwa penguasa juga bisa memiliki bisnis pertambangan batubara. Boleh jadi aksesnya lebih mudah dan bisnisnya lebih terjamin karena ada embel-embel pemerintah? Entahlah kita tidak perlu berspekulasi.

 

Batu bara memang sangat menjanjikan, sebab sedang menjadi primadona dibidang energi. Pasalnya batu bara dianggap lebih murah dibading menggunakan energi alternatif lainnya. Al hasil batubara begitu diburu oleh perusahaan energi.

Nah sobat milenial, berikut data 4 perusahahaan tambang batu bara terbesar di Indonesia.

1. Kaltim Prima Coal (KPC)

KPC bergerak dibidang pertambangan dan pemasaran batu bara. Kebanyakan batu bara hasil produksi KPC di pasok untuk industri baik di dalam maupun di luar negeri. Perusahaan ini berlokasi di Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Kaltim.

KPC mengelola konsesi area pertambangan mencapai 90.938 hektar di Sanggatta. Saham KPC dikuasai PT Bumi Resourches Tbk. Adapun hasil produksinya lumanyan menjanjikan yakni mencapai 57,6 juta ton dan laba mencapai Rp3,79 triliun pada akhir tahun 2017 silam.

2. Adaro Indonesia

Berdiri sejak tahun 1966 perusahaan ini memegang konsesi di wilayah Kalimantan Selatan dengan mengelola 3 pertambangan sekaligus yaitu di daerah Tutupan, Paringin dan Wara. Adaro Indonesia mampu menghasilkan produksi mencapai 54 juta ton pada 2018 silam.

Adaro juga mencatatkan pendapatan mencapai angka fantastis yakni sekitar Rp 37 triliun. 43 Persen Saham Adaro Indonesia dikuasai PT Adaro Strategic Investmen dan sebagian sahamnya dimiliki Gabribaldi dan Erik Tohir dan share publik.

3. Berau Coal 

Satu lagi perusahaan Batubara dari Kalimantan Timur, yang berpusat di Berau. Perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan dan perdagangan batu bara ini memperoleh konsesi lahan seluas 118.400 hektar di Berau Samarinda.

Sementara untuk kepemilikan saham dikuasai Vallar Investment UK Limited dan Sinarmas Group. Adapun total produksi berdasarkan data tahun 2016 mencapai 26 juta metrix ton.

4. Kideco Jaya Agung

Masih dari Kalimantan Timur Kideco Jaya Agung sudah mulai operasionalnya sejak tahun 1982 terletak di Kabupaten Pasir, Kalimantan Timur.

Saham perusahaan batu bara Kideco Jaya Agung ini dikuasai PT Indika Energi sebanyak 91 Persen. Sisanya dimiliki Samtan co.,Ltd. Dengan total produksi per akhir tahun 2018 mencapai 26,1 juta metrik ton.[]

 

sumber: Akurat.co

× Hubungi Kami Untuk Pemesanan