Agenda Perbaikan Lingkungan Menanti Herman Deru, Gubernur Sumatera Selatan Baru

Sumatera Selatan memiliki pemimpin baru. Herman Deru bersama wakilnya Mawardi Yahya, sejak 1 Oktober 2018, memimpin Sumatera Selatan (Sumsel) hingga 2023. Apa yang harus dilakukan pasangan ini untuk menata sejumlah persoalan lingkungan hidup?

Pertama, Herman Deru dan Mawardi Yahya harus melaksanakan secara benar kebijakan pemerintahan Jokowi-JK terkait reformasi agraria dan perhutanan sosial,” kata Muhammad Hairul Sobri, Direktur Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) Sumsel, kepada Mongabay Indonesia, Senin (08/10/2018).

“Banyak petani, khususnya masyarakat lokal, tidak memiliki tanah. Inilah yang menjadi biang persoalan sosial dan ekologi di Sumsel. Herman Deru yang pernah menjadi Bupati OKU Timur, yang sebagian besar warganya petani, tentu sangat paham bagaimana pentingnya tanah,” lanjutnya. Target Walhi, untuk para petani di Sumsel seluas 5 ribu hektar melalui reforma agraria dan 48 ribu hektar melalui skema perhutanan sosial.

Kedua, Herman Deru harus memantau perizinan terkait moratorium di lahan gambut. “Ketiga, harus evaluasi perizinan tambang yang dampaknya sangat terasa bagi kerusakan lingkungan. Contohnya di Kabupaten Lahat,” katanya.

 

Rustandi Adriansyah, Ketua AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) Sumsel, mempertegas. “Herman Deru-Mawardi Yahya harus mendorong secepatnya nawacita pemerintahan Jokowi-JK. Mulai dari janji negara untuk kedaulatan, kesejahteraan dan kemandirian rakyat, khususnya masyarakat adat, petani, nelayan, kaum miskin kota, juga kaum buruh.”

Percepatan implementasi amanah konstitusi dan kebijakan pengakuan masyarakat adat, reforma agraria, perhutanan sosial, kedaulatan pangan, kelestarian dan keberlanjutan ekosistem harus dilakukan. Kemudian, evaluasi dan moratorium perizinan perkebunan, HTI dan pertambangan, serta penyelesaian konflik tenurial dan kawasan hutan dijalankan.”

“Jadi, memang harus kerja holistik dan terintegrasi. Tidak parsial dan sporadis,” katanya.

Rabin Ibnu Zainal, Direktur Pilar Nusantara (PINUS) Sumsel berharap, pemerintahan Herman Deru segera melakukan penataan sektor perkebunan dan kehutanan. “Di bawah Korsup KPK, baru penataan minerba yang jalan. Untuk sektor perkebunan dan kehutanan mandek. Peta izin perkebunan di Sumsel sampai saat ini belum ada,” kata Rabin.

Berdasarkan data KPK, kata Rabin, banyak terjadi tumpang tindih HGU perkebunan sawit dengan perizinan lain. “Misalnya, HGU sawit dengan izin pertambangan seluas 245.175 hektar. HGU sawit dengan HPH seluas 40.056 hektar. HGU sawit dengan HTI seluas 5.765 hektar, serta HGU sawit dengan kubah gambut seluas 147.764 hektar,” katanya.

Kenapa peta ini penting? “Sebab perkebunan ini menimbulkan berbagai persoalan. Selain kerusakan bentang alam, habisnya kekayaan flora dan fauna menyebabkan berbagai kemiskinan, serta konflik kepemilikan lahan dengan masyarakat, khususnya kaum tani.”

Enam agenda kerja

Dr. Yenrizal Tarmizi, pakar komunikasi lingkungan dari UIN Raden Fatah Palembang, menyampaikan enam agenda kerja yang harus dilakukan pemerintahan Herman Deru guna menyelesaikan persoalan lingkungan hidup.

Pertama, identifikasi dan buka ke publik terkait lahan-lahan terlantar, yang setiap musim kemarau selalu mengalami kebakaran.

Kedua, perlindungan kawasan gambut, atau menjalankan restorasi gambut yang tepat sasaran dan disiplin waktu. “Misalnya, orientasi pada masyarakat lokal atau masyarakat rawang. Pembuatan sekat kanal atau sumur bor pada saat musim penghujan, bukan kemarau, apalagi kebakaran lahan sudah terjadi, sehingga dampaknya tidak dirasakan.”

Ketiga, perlindungan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar gambut, khususnya masyarakat lokal atau masyarakat rawang. Keempat, mensinergikan hubungan masyarakat dengan perusahaan yang lebih menguntungkan masyarakat. Kelima, kepastian hukum terhadap para pelanggar lingkungan hidup. Keenam, melanjutkan program Gubernur Sumsel sebelumnya (Alex Noerdin) terutama pada penataan lanskap berkelanjutan.

Dijelaskan Yenrizal, meskipun dampaknya masih belum dirasakan secara pada saat ini, tapi selama kepemimpinan Alex Noerdin dalam lima tahun terakhir (2014-2018), telah melahirkan berbagai kebijakan prolingkungan. Misalnya, menetapkan pembangunan hijau di Sumsel, baik program lanskap berkelanjutan maupun penggunaan kendaraan energi bersih atau bebas energi fosil.

Lalu, mengoptimalkan program pemerintah pusat seperti restorasi gambut, meskipun kebakaran tetap terjadi saat ini. “Pemerintahan Alex Noerdin yang prolingkungan ini akhirnya mendapat dukungan dari berbagai pihak, terutama dari negara-negara maju,” kata Yenrizal.

Masyarakat Sumsel tentunya menginginkan kepemimpinan Herman Deru lebih baik. Harus disadari, perbaikan lingkungan hidup karena dampak eksploitasi selama ratusan tahun tentu saja membutuhkan waktu dan berkelanjutan. Tidak cukup hanya satu kepemimpinan gubernur, harus diteruskan gubernur pengganti, dan selanjutnya. “Demi kehidupan kita hari ini dan generasi selanjutnya agar hidup nyaman dan sejahtera,” jelas Yenrizal.

Siapa Herman Deru? Herman Deru dilahirkan di Belitang, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Timur, pada 17 November 1967. Terpilih sebagai Gubernur Sumsel periode 2018-2023 merupakan upaya keduanya. Pada 2014 lalu dia gagal mengalahkan Alex Noerdin. Dia terpilih mengalahkan tiga calon lainnya, Dodi Reza, Ishak Mekki dan Aswari Rivai.

Sebelum mencalonkan diri sebagai gubernur, Herman Deru selama dua periode memimpin OKU Timur, 2005-2010 dan 2010-2015. Sebagai bupati di daerah penghasil beras utama di Sumsel, Herman Deru sempat menjadi Ketua Forum Daerah Penghasil Pangan periode 2010-2014.

Siapa Mawardi Yahya? Mawardi dilahirkan di Sukaraja Baru, Kabupaten Ogan Ilir (OI), pada 2 Maret 1958. Dia menjadi bupati di daerah kelahirannya selama dua periode 2005-2010 dan 2010-2015. Dia pernah menjadi Ketua DPRD Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) pada 1999-2004. Selain politisi, dia juga pengusaha.

Copyright : Mongabay

× Hubungi Kami Untuk Pemesanan