Sekolah Kelapa Sawit Didirikan di Musi Banyuasin. Kenapa Bukan Pendidikan Konservasi Diutamakan?

  • Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, menginisiasi lahirnya Sekolah Menengah Kejuruan [SMK] Kelapa Sawit Muba Maju Berjaya dan Program Studi D3 Budidaya Kelapa Sawit dan Teknologi Pengelolaan Kelapa Sawit di Politeknik Sekayu. Februari 2018, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan [Menko PMK] Puan Maharani dan Mendikbud Muhadjir Effendi melakukan peletakan batu pertama pembangunannya dan Mendikbud akan melaporkan hal ini ke Presiden Jokowi.
  • Alasan didirikan SMK Kelapa Sawit Muba Maju Berjaya karena komoditi utama perkebunan di Kabupaten Muba adalah kelapa sawit. Luasannya mencapai 340 ribu hektar, yang sekitar 70 persen dikelola perusahaan dan 30 persen oleh masyarakat.
  • Dinas Pendidikan Sumatera Selatan akan menerapkan kurikulum kelapa sawit pada 25 SMK Pertanian di Sumsel. Dukungan disampaikan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit [BPDP-KS] kepada pemerintah Kabupaten Muba.
  • Pegiat lingkungan meminta, Pemerintah Kabupaten Muba tidak mendorong lahirnya sekolah perkebunan sawit tersebut. Seharusnya, yang dikembangkan adalah sekolah berbasis pertanian dan pendidikan konservasi, sesuai karakter masyarakat Sumatera Selatan. Banyak persoalan yang belum terselesaikan akibat aktivitas perkebunan sawit, seperti konflik lahan

 

Ditengah kecaman berbagai pihak terkait perkebunan kelapa sawit, Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin [Muba], Sumatera Selatan, justru menggagas lahirnya Sekolah Menengah Kejuruan [SMK] Kelapa Sawit yang terintegrasi dengan Politeknik Sekayu. Apakah ini mampu menyelesaikan berbagai persoalan terkait aktivitas perkebunan sawit?

Awal Februari 2018, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan [Menko PMK] Puan Maharani dan Mendikbud Muhadjir Effendi melakukan peletakan batu pertama pembangunan SMK Kelapa Sawit Muba Maju Berjaya.

Rencana pembangunan SMK Kelapa Sawit itu akan dilaporkan Mendikbud Muhadjir Effendi ke Presiden Jokowi. Hal ini diketahui setelah adanya pertemuan Wakil Bupati Muba Beni Hernedi dengan Muhadjir Effendi, Jumat [08/2/2019] lalu.

“Kemendikbud menyambut baik dan siap merealisasikan program tersebut dan program ini akan segera dilaporkan ke Presiden RI,” kata Muhadjir, seperti dikutip dari Sriwijaya Post.

Mengapa Kabupaten Muba memiliki gagasan membangun SMK Kelapa Sawit?

Sawit yang hingga saat ini belum tuntas penanganan masalahnya, Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin [Muba], Sumatera Selatan, justru menggagas lahirnya Sekolah Menengah Kejuruan [SMK] Kelapa Sawit. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Adio Syafri, mantan Staf Khusus Bidang Lingkungan Hidup Bupati Muba, kepada Mongabay Indonesia, Senin [11/2/2019], menyampaikan sejumlah alasan. “Komoditi utama perkebunan di Kabupaten Muba yakni kelapa sawit. Luasannya mencapai 340 ribu hektar yang sekitar 70 persen dikelola perusahaan dan 30 persen oleh masyarakat,” katanya. “Jumlah masyarakat yang bergantung hidupnya dengan perkebunan sawit sekitar 35 ribu kepala keluarga, dengan asumsi setiap kepala keluarga mengelola tiga hektar kebun sawit,” jelasnya.

Namun saat ini, perkebunan sawit di Muba mengalami kendala yakni produktivitas yang rendah. Salah satunya dikarenakan usia pohon sawitnya tua sehingga perlu penanaman ulang. “Dalam upaya memastikan perbaikan produktivitas, replanting dan pengolaan hasil produksi agar sesuai dengan permintaan pasar, sudah seharusnya kapasitas masyarakat ditingkatkan melalui pendidikan dan pendampingan. Terutama, pada generasi muda masyarakat yang berkebun sawit,” jelasnya.

Targetnya, SMK Kelapa Sawit itu melahirkan tenaga terdidik dari kalangan muda yang siap melayani dan mengasistensi petani dalam penerapansistem pertanian terbaik. “Sehingga, komoditi masyarakat benar-benar produktif dan dikelola dengan baik, sesuai permintaan pasar.”

Terkait persoalan lingkungan hidup yang selama ini banyak dikritik terhadap perkebunan sawit di Indonesia, Adio Syafri menjelaskan lembaga pendidikan ini justru berkeinginan perkebunan sawit di Muba menjadi lebih peduli dengan lingkungan hidup. “Melalui penerapan sistem pertanian terbaik, ini berdampak terhadap pelestarian lingkungan yang secara langsung akan mendukung Muba sebagai kabupaten lestari,” katanya.

 

erkebunan sawit banyak dikritik karena begitu banyak meninggalkan persoalan lingkungan dan konflik sosial di masyarakat. Foto: Rhett Butler/Mongabay.com

Dukungan

Setelah peletakan batu pertama pembangunan SMK Kelapa Sawit, Dinas Pendidikan Sumatera Selatan mengatakan akan menerapkan kurikulum kelapa sawit pada 25 Sekolah Menengah Kejuruan [SMK] Pertanian di Sumatera Selatan. Penerapan kurikulum ditargetkan 2019 ini. Pada 2018 lalu, sebanyak 60 guru telah mendapatkan pelatihan guna mengajarkan kurikulum kelapa sawit di SMK Pertanian di Sumsel.

Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) mendukung insiator Kabupaten Muba untuk mendirikan SMK Kelapa Sawit Muba Maju Berjaya serta Program Studi D3 Budidaya Kelapa Sawit dan Teknologi Pengelolaan Kelapa Sawit di Politeknik Sekayu.

“Kami sambut baik dan siap dukung penuh inisiator Pemkab Muba mendirikan SMK Kelapa Sawit Muba Maju Berjaya serta Program Studi D3 Budidaya Kelapa Sawit dan Teknologi Pengelolaan Kelapa Sawit di Politeknik Sekayu,” kata Dono Boestami, Direktur Utama BPDP-KS, di Jakarta, pada 21 September 2018 lalu, seperti dikutip dari Berita Pagi.

Dalam pertemuan tersebut, dinyatakan BPDP-KS akan membantu penguatan para tenaga pendidik dan dosen terkait pengetahuan kelapa sawit. Juga, akan menyalurkan para peserta didik ke perguruan tinggi perkebunan yang menjadi mitra lembaga tersebut.

Hutan alam Indonesia sudah banyak yang digantikan perkebunan sawit. Foto: Rhett Butler/Mongabay.com

Salah sasaran

Syahroni, Direktur INAgri [Institut Agroekologi Indonesia], menyatakan gagasan sekolah kelapa sawit itu salah sasaran. Persoalan besar sektor kelapa sawit di Indonesia, sebagaimana juga di Kabupaten Muba bukan hanya terletak pada keterampilan tenaga kerja industri hilir, melainkan lebih mendasar lagi. Yakni, persoalan tata kelola dan hubungan antara petani dengan perusahaan yg masih belum adil.

Pertama, pekerjaan rumah terbesar bagi pemerintah Kabupaten Muba adalah memperbaiki paket program tentang pengelolaan perkebunan sawit untuk kesejahteraan petani dengan model koperasi tani (cooperative farming). Juga, tata laksana budidaya yang selaras nilai-nilai agroekologis,” katanya kepada Mongabay Indonesia, Senin (11/2/2019).

Kedua, ini menunjukan ketidakberpihakan pada perkebunan rakyat. Sektor perkebunan di Indonesia, khususnya di Muba bukan hanya kelapa sawit. Perkebunan karet dan kelapa sudah melekat dengan kehidupan dan budaya pertanian masyarakat Muba yang seharusnya dibangkitkan. “Sekolah itu mengabaikan potensi besar tersebut,” ujarnya.

Ketiga, pengabaian hak rakyat atas industri. “Karet dan kelapa, dua komoditas utama perkebunan rakyat di Muba, namun kehidupan petaninya masih terpuruk. Oleh karena itu, pembangunan industri hilir karet dan kelapa memiliki nilai penting untuk dimajukan, terutama dalam pendidikan serta penularan pengetahuan, keterampilan, dan teknologi pengolahan hasil panen kedua komoditas tersebut.

Keempat, mengancam tanaman pangan. Perkebunan sawit di Indonesia hari ini adalah raksasa monokultur yang banyak mengubah bentang alam dan nilai-nilai agroekologis setempat. Dalam catatan INAgri, banyak petani di Muba yang mengubah lahan tanaman pangan, terutama sawah, menjadi perkebunan sawit akibat rendahnya intervensi pemerintah untuk memajukan sektor tanaman pangan.

“Bandingkan perkebunan karet dan kelapa yang lebih dikuasai petani, dan secara agroekologis selaras dan bersanding tanaman pangan. Ini artinya, Kabupaten Muba lebih mendahulukan sumber daya manusia terkait perkebunan sawit dibandingkan tanaman pangan, sehingga ke depan tanaman pangan menjadi terancam,” kata Syahroni.

Pertanian, apakah masih menarik perhatian generasi muda untuk menggelutinya? Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Hairul Sobri, Direktur Eksekutif Walhi [Wahana Lingkungan Hidup Indonesia] Sumatera Selatan, cukup terkejut apresiasi pemerintah terhadap aktivitas perkebunan kelapa sawit yang sampai saat ini menyisakan berbagai persoalan.

“Saya heran, dengan fakta banyaknya persoalan yang disebabkan perkebunan sawit justru pemerintah memberikan apresiasi dengan mendirikan sekolah atau kurikulum terkait dengan kelapa sawit,” katanya kepada Mongabay Indonesia, Senin.

Di Kabupaten Muba, kata Sobri, sebenarnya masih banyak persoalan perkebunan sawit. Berdasarkan Walhi Sumsel, dari luasan Kabupaten Muba sekitar 1,5 juta hectar, sekitar 1,2 juta dikuasai perusahaan dan pemerintah. Hanya 300 ribu hektar lahan dikuasai masyarakat Muba yang berjumlah sekitar 620 ribu jiwa, sebagian besar petani.

“Aktivitas perkebunan sawit ini memunculkan berbagai konflik lahan antara masyarakat dengan perusahaan dan pemerintah. Hingga kini sebagian besar belum terselesaikan. Termasuk konflik yang memakan korban jiwa,” kata Sobri.

Belum lagi konflik antara perusahaan dengan pemerintah terkait Suaka Margasatwa Dangku. “Sampai saat ini Walhi belum mengetahui bentuk penyelesaiannya,” kata Sobri.

Dr. Yenrizal Tarmizi, pakar komunikasi UIN Raden Fatah Palembang, mempertanyakan target manusia dari sekolah kejuruan kelapa sawit itu. “Saya khawatir, sumber daya manusia yang dihasilkan justru mendorong masyarakat untuk memperluas perkebunan sawit bukan mengoptimalkan kebun yang ada. Jika ini terjadi, tambah habis bae bentang alam ini, hanya untuk sawit,” katanya, Senin [11/2/2019].

“Kenapa tidak mengembangkan sekolah atau membuat kurikulum konservasi pada lembaga pendidikan? Ini kan sesuai karakter masyarakat Sumatera Selatan yang berpijak pada nilai-nilai Prasasti Talang Tuwo. Pendidikan terkait nilai-nilai konservasi ini jauh lebih penting sebab sudah dirusak oleh perilaku tamak dalam mengelola bentang alam untuk kepentingan ekonomi,” tandasnya.

Sumber: Mongabay.co.id

 

× Hubungi Kami Untuk Pemesanan