- Ahmad Setiawan [10 tahun], merupakan korban ke-35 di lubang maut tambang batubara di Kalimantan Timur dalam delapan tahun terakhir
- Korban tenggelam di lubang bekas tambang di Jalan Suryanata, Gang Saka, RT 16, Kelurahan Bukit Pinang, Kecamatan Samarinda Ulu, Kota Samarinda, Sabtu [22/6/2019]
- Jarak permukiman terdekat dengn lubang tambang milik PT. Insani Bara Perkasa, tempat Ahmad tenggelam, sekitar 500 meter
- Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang, mengatakan selama lubang tambang masih ada, sepanjang itu pula memakan korban jiwa
Kasus kematian anak di lubang tambang batubara Kalimantan Timur terus menggema. Setelah kematian Nadia [12] pada 29 Mei 2019, tragedi yang sama berlanjut. Lubang bekas tambang di Jalan Suryanata, Gang Saka, RT 16, Kelurahan Bukit Pinang, Kecamatan Samarinda Ulu, Kota Samarinda, merenggut nyawa Ahmad Setiawan, Sabtu [22/6/2019].
Bocah 10 tahun itu, berenang pukul 14.00 Wita, di kolam konsesi PT. Insani Bara Perkasa [IBP]. Namun, baru diketahui tenggelam pada 17.45. Jasadnya sekitar 18.52 Wita. Ahmad tercatat sebagai korban ke-35 di lubang tambang maut di Kalimantan Timur, delapan tahun terakhir.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral [ESDM] Kalimantan Timur [Kaltim] Wahyu Widhi Heranata, Senin [24/6/2019], menyatakan, kematian Ahmad Setiawan di kolam bekas tambang disebabkan murni kesalahan orangtua.
Orangtua korban lalai menjalankan tugasnya sebagai pelindung anak. Hal ini sangat fatal, apalagi PT. IBP sudah menutup area tersebut. Namun, dibuka kembali oleh warga sekitar.
“Kalau ditanya, siapa yang salah dan siapa yang benar, ya maaf orangtuanya yang salah. Ini anak di bawah umur, kecuali dewasa. Saya punya dua anak, kewajiban saya mengawasi. Mohon kepada masyarakat yang punya anak, tolong diawasi buah hatinya, karena ini pertanggungjawaban pada Tuhan,” sebut lelaki yang biasa disapa Didit.
Setelah pengawasan orangtua, lanjut dia, baru melihat kondisi lubang tambang tersebut, titik lokasinya dan lingkungan sekitar. Apakah dekat sekolah atau permukiman.
Dijelaskan Didit, pihaknya mengundang Jatam Kaltim dan awak media untuk melihat lokasi. Kondisi lubang sekitar 500 meter dari permukiman. Terkait pengawasan, Didit mengutip pernyataan koordinator inspektor tambang Kaltim, lubang tersebut sudah ditutup perusahaan.
“Yang jelas, saya langsung lapor ke Gubernur, meninjau lokasi. Saya juga sudah koordinasi dengan Jatam, kita tidak usah saling menyalahkan, sebaiknya harus kita tangani bersama. Saya selaku pemerintah sadar, tidak bisa melakukan sendiri,” katanya.
Untuk penyelesaiaan masalah kematian Ahmad, pihaknya akan terus melakukan investigasi dan melaporkan pada Kementerian ESDM. “Saya sebagai Kepala Dinas ESDM wajib melaporkan hasilnya. Harapannya, kementerian akan segera melanjutkan, apabila mereka menurunkan tim, hasilnya akan kami sampaikan transparan. Tidak ada yang disembunyikan.”
Selain itu, perusahaan harus bertangung jawab dalam peristiwa meninggalnya anak di lubang tambang. PT. Insani Bara Perkasa [IBP] merupakan pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara [PKP2B]. Pengurusannya di bawah kendali Kementerian ESDM.
“Saya hanya di ranah kebijakan, secara teknis ada tim sendiri yang menjelaskan. Informasi terkait PT. IBP yang sudah menutup lubang tambang di Gang Saka, akan diperiksa kembali. Polisi sudah datang,” ujarnya.
Didit berharap, antara Pemerintah, Jatam, dan rekan media bersama menuntaskan masalah tersebut. “Saya kenal rekan Jatam bukan satu atau dua tahun dan Wartawan Peduli Bencana [Wapena] harus dihidupkan lagi. Kita tuntaskan masalah ini bersama,” jelasnya.
Korban berjatuhan
Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang, mengatakan korban-korban tambang terus berjatuhan. Selama lubang masih ada, selama itu pula memakan korban jiwa. Menurut Jatam, manusia memang tidak bisa melawan takdir, tapi sejatinya, kasus kematian bisa dicegah.
“Jika pemerintah tegas, kematian anak di lubang tambang bisa diantisipasi. Selama ini, jawaban Gubernur Kaltim Isran Noor hanya menyalahkan hantu dan takdir, padahal itu bisa dicegah,” paparnya.
Rupang tidak sepakat bila kematian anak di lubang tambang akibat kesalahan orangtua. Menurut dia, pemimpin sudah seharusnya melindungi masyarakat. “Pemimpin itu wajib menjaga warga. Apa tidak ada yang bisa dilakukan pemerintah selain menyalahkan keluarga korban,” ujarnya.
Selama ini, Jatam melihat, pemerintah tidak pernah serius menangani kematian puluhan anak di lubang tambang. Padahal, masih banyak lubang menganga. Parahnya, kematian-kematian itu bukan dianggap sebagai peristiwa besar.
“Hilangnya nyawa manusia, adalah bukti kegagalan Pemerintah Kalimantan Timur mengurus wilayahnya. Ketegasan hukum dan kepedulian pada masyarakat tidak terlihat,” sebu Rupang.
Hingga berita ini diturunkan, orangtua korban tidak memberikan pernyataan, karena masih berduka.
Sumber: mongabay.co.id