Ada 8.638 Titik Tambang Diduga Tak Berizin

JAKARTA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan terdapat sekitar 8.638 titik aktivitas pertambangan yang terindikasi tanpa izin. Tambang tak berizin itu tersebar di tanah seluas 500 ribu hektare (ha).

Hal tersebut diungkapkan Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLHK Karliansyah dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI. Dalam agenda rapat tersebut dibahas mengenai pertambangan tanpa izin bersama dengan Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) dan KLHK.

 

Karliansyah menyebutkan, dari 8.638 titik aktivitas pertambangan yang terindikasi tanpa izin tersebut telah dilakukan verivikasi pada 352 lokasi yang tersebar di Indonesia. Di mana 84% lokasi masih aktif atau dalam formalisasi/penertiban dan 16% lokasi tidak aktif atau dalam pemulihan.

“Dari hasil verifikasi terdapat PETI (Pertambangan Tanpa Izin) jenis pasir dan batu 37% dan emas 25%. Untuk emas, hampir di seluruh provinsi, kecuali DKI Jakarta,” katanya di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (10/9/2018).

Sementara sisanya terdiri dari tambang jenis kuarsa 8%, timah sebesar 8%, batu bara 5%, serta gamping 3%.

Menurutnya, dampak dari penambangan tak berizin tersebut menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hingga kecelakaan tambang. Berdasarkan perhitungan KLHK kerugian juga penerimaan negara berpotensi kehilangan sebesar Rp 315 miliar per tahun dan Rp38 triliun per tahun untuk emas.

Secara status lahan, lanjutnya, sebanyak 52% merupakan tanah milik warga. Kemudian tanah negara mencapai 31%, hutan konservasi 2%, hutan lindung 9%, serta hutan produksi 6%.

“Pemulihan kerusakan pada tanah milik membutuhkan kebijakan khusus terkait alokasi penggunaan anggaran negara maupun melalui CSR,” jelasnya.

copyright: Okezonefinance

Lokakarya Hutan Adat Pokja Percepatan Perhutanan Sosial Sumatera Selatan

Pagaralam – Target di tahun 2018, Kelompok Kerja Program Percepatan Hutan Sosial Provinsi Sumsel Menggelar  kegiatan Coaching Clinic Verifikasi Teknis dan Fasilitasi Usulan Izin Perhutanan Sosial  dalam rangka Identifikasi Potensi Calon Lokasi Hutan Adat dan Perlindungan Kearifan yang dilaksanakan pada tanggal 4-5 September  2018 di Gunung Gare Resort Villa & Hotel Pagaralam.

Acara yang diselenggarakan selama 2 (dua) hari ini dihadiri peserta dari Pokja PPS di Provinsi Sumatera Selatan; Tenaga Ahli Utama Kantor Staff Presiden, Direktur PKTHA KLHK, Kepala Balai PSKL Sumatera, Kepala UPT BP2K Palembang, IGIA Jambi. UPTD KLHK yang terkait; KPH di wilayah kerja Provinsi; dan penyuluh kehutanan, Dengan fasilitator dari Tim Penggerak Percepatan Perhutanan Sosial (TP2PS) yang berasal dari Pokja PPS Nasional, dibantu oleh personil Kepala Seksi/Staf BPSKL Wilayah Sumatera. Sementara dari Provinsi yaitu Kepala Dinas Kehutanan dan Kabupten Bupati Musi Rawas, Bupati Muara Enim, Walikota Pagaralam,dinas yang terkait serta unsur masyarakat adat bulian dan adat rimba.

Salah satu tujuan di selenggarakannya acara ini adalah untuk Identifikasi Potensi Lokasi Hutan Adat di Sumatera selatan, salah satu yang dijadikan rencana POKJA Sumatera selatan adalah Hutan Adat Tebat Benawa yang berlokasi di kabupaten Pagaralam seluas 366 ha adalah hutan yang dibuat dan dijaga oleh masyarakat adat desa Tebat Benawa secara turun temurun.  Status tanah berada di area penggunaan lain (APL), yang dapat saja ditimpa izin dan menggerus hak kelola masyarakat adat, Pengurus Pokja Percepatan Perhutanan Sosial (PPS) Sumsel, bergerak cepat untuk memastikan hak Masyarakat Adat Tempa Benawa terjamin. Pokja PPS Sumsel berkomitmen untuk segera melegalkan izin hutan Adat untuk masyarakat Tempa Benawa. Pinus sebagai bagian aktif Pokja PPS Sumsel akan membantu proses ini dan juga memastikan masyarakat hukum Adat lainnya Di sumsel, yang teridentifikasi saat  ini sejumlah 141 marga, juga memperoleh hak yang Sama.

untuk melihat Profilnya silahkan klik Format Pdf dibawah ini

 

Terbitnya SK Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan GAPOKTAN Bukit Nanti Desa Mendingin

“Kita bisa menanam dengan aman, tidak perlu lagi takut diproses hukum..”

Pinus Sumsel – GAPOKTAN Bukit Nanti mendapat SK Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan seluas 478 Ha.

Suroyo  Ketua dari GAPOKTAN Bukit Nanti  Desa Mendingin mengatakan dengan adanya SK seperti ini jadi petani tidak perlu was-was lagi untuk bertani. “Kita bisa menanam dengan aman, tidak perlu lagi takut diproses hukum,” katanya.

Sementara itu, PINUS yang memfasilitasi UPTD KPH Wilayah VI Bukit Nanti Martapura yang sekaligus pendamping GAPOKTAN Bukit Nanti Desa Mendingin Kabupaten Ogan Komering Ulu Provinsi  Sumatera Selatan, mengatakan ada 85 KK atau petani yang mendapat manfaat dari penyerahan IUPHKm ini.

“SK ini memang mendesak karena ini kemerdekaan mereka untuk bisa mengelola secara utuh lahan di kawasan hutan”.

Kepala UPTD KPH Bukit Nanti wilayah VI  Bukit Nanti Martapura juga menambahkan  bahwa manfaat yang dirasakan petani-petani ini akan semakin besar karena mereka juga lebih tenang beraktivitas dan berusaha di lahan hutan, apalagi ini adalah Desa pertama dampingan wilayah UPTD KPH Bukit Nanti Wilayah VI Bukit Nant Martapura yang mendapatkan SK IUPHKm, dan beliau berharap ini akan menjadi Desa Percontohan yang akan diikuti oleh Desa-desa lainnya.

Pemerintah melalui KLHK melaksanakan program nasional Perhutanan Sosial yang bertujuan untuk melakukan pemerataan ekonomi dan mengurangi ketimpangan ekonomi melalui tiga pilar, yaitu lahan, kesempatan usaha dan sumber daya manusia.

Perhutanan Sosial juga menjadi benda legal untuk masyarakat di sekitar kawasan hutan untuk mengelola kawasan hutan negara seluas 12,7 juta hektare.

Bentuk Perhutanan Sosial di antaranya Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Adat, Kemitraan Kehutanan.

Tutup Usaha Pertambangan Malah Pariwisata Sulawesi Utara Tumbuh Pesat

Manado- Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey mengatakan, pelestarian lingkungan ikut mendukung majunya sektor pariwisata di provinsi berpenduduk lebih dari 2,5 juta jiwa itu.

“Pemerintah provinsi berkomitmen menjaga kelestarian alam dan itu telah dibuktikannya dengan tidak menerapkan izin tambang baik dalam bentuk Kontrak Karya maupun Izin Usaha Pertambangan (IUP) di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang luasnya di bawah 2.000 meter persegi, serta pencabutan IUP,” kata Gubernur Olly di Manado, Minggu.

Gubernur mengatakan, pemerintah provinsi sudah menutup 42 usaha pertambangan dalam rangka pelestarian alam.

Dicabutnya puluhan izin tambang itu berdampak positif pada eksistensi kawasan konservasi serta keanekaragaman hayati yang ada di daerah.

Salah satu contoh nyata dari manfaat tersebut adalah berkembang pesatnya sektor pariwisata yang sangat m

“Kami juga sedang membangun ekowisata. Sektor pariwisata merupakan salah satu leading sector pembangunan di Sulut. Selama tiga tahun terakhir, terjadi peningkatan yang signifikan terkait jumlah kunjungan wisatawan ke daerah ini,” ungkap Olly.

Saat ini, lanjut dia, dalam setiap minggunya ada sebanyak 18 trip penerbangan dari Cina ke Manado yang mengangkut wisatawan dari sejumlah kota yang ada di sana.

Pada tahun 2015, jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Sulut mencapai 27.059 orang, dan meningkat menjadi 48.288 orang pada tahun 2016.

Pada tahun 2017 jumlah wisatawan mancanegara mencapai angka 86.976 orang, sementara selang bulan Januari sampai Juni tahun 2018 jumlah wisatawan telah mencapai 59.125 orang.

Pada tahun 2017 tercatat sebanyak 2,7 juta penumpang pesawat udara yang melakukan perjalanan ke Sulut, bahkan diprediksi hingga akhir tahun 2018 ini, jumlah penumpang akan meningkat hingga tiga juta penumpang.

Pencapaian positif sektor pariwisata itu berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi Sulut meskipun harga sebagian komoditas unggulan Sulut seperti kopra, cengkih dan pala sedang turun.

“Selama tahun 2015 sampai tahun 2017 pertumbuhan ekonomi Sulut selalu berada pada angka di atas enam persen atau lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional yaitu lima persen,” kata Olly. (*)

Copyright: POS KUPANG.COM 

 

PINUS Fasilitasi Perhutanan Sosial Skema Hutan Kemitraan di Desa Gunung Tiga dengan KPH Bukit Nanti

Pinus Sumsel, (25/08/2018) memfasilitasi Perhutanan Sosial Skema Hutan Kemitraan di Desa Gunung Tiga dengan UPTD KPH wilayah VI Bukit Nanti martapura, ini adalah salah satu program untuk percepatan pencapaian alokasi Perhutanan Sosial di Sumatera Selatan.

Desa Gunung Tiga, salah satu sudut dari wilayah UPTD KPH Wilayah VI Bukit nanti Martapura  yang terletak lebih kurang 1000 kilometer dari Kota Baturaja. Desa ini merupakan salah satu desa yang menjadi fokus pengembangan pola kemitraan kehutanan di UPTD KPH wilayah VI Bukit Nanti Martapura.

Beberapa inisiatif kemitraan yang sedang didorong di UPTD KPH wilayah VI Bukit Nanti Martapura  saat ini adalah pemanfaatan jasa lingkungan pengelolaan wisata alam air panas Gemuhak dan air terjun Puakh, pemanfatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) antara lain pengembangan usaha rotan, bambu, madu alam, pengelolaan hasil kopi, damar mata kucing, pengembangan getah karet, kemiri, lada, pinang dan aren, penanaman kayu serat, kayu pertukangan, kayu energi. serta pemanfaatan peramuan pemungutan rotan dan damar.

Pada tahapan pengusulan tersebut, Pinus dengan UPTD KPH wilayah VI Bukit Nanti Martapura telah membembentuk kelompok tani hutan Gemupuakh sebanyak 29 anggota kelompok, serta pembuatan Naskah Kesepakatan Kerja sama (NKK) disusun oleh KPH dan masyarakat, serta  menentukan Penentuan titik-titik koordinat wilayah usulan kemitraan kehutanan yang dilakukan secara partisipatif oleh masyarakat, pinus, dan KPH untuk dijadikan  peta pengusulan.

Skema Hutan kemitraan menjadi salah satu  pilihan dalam pengelolaan hutan di UPTD KPH wilayah VI Bukit Nanti Martapura, Selain ditunjang oleh potensi-potensi kawasan hutan yang menjanjikan, disisi lain kegiatan kemitraan diyakini sebagai solusi penyelesaian konflik pengelolaan sumber daya hutan yang ada di Desa Gunung Tiga Ogan Komering Ulu.

silahkan klik tautan dibawah ini untuk melihat videonya

 

 

 

× Hubungi Kami Untuk Pemesanan