Audiensi EFT dengan Pemkab Banyuasin dan Promosi EFT di lingkungan Akademik Universitas Sriwijaya

Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Musi Banyuasin berdasarkan Undang-Undang (UU) No. 6 Tahun 2002. Nama kabupaten ini berasal dari Sungai Banyuasin, yang melintasi wilayah Kabupaten Banyuasin dan Kabupaten Musi Banyuasin. Istilah “Banyuasin” berasal dari Bahasa Jawa, yaitu banyu (air) dan asin, yang merujuk pada rasa air sungai tersebut yang asin.

Kabupaten Banyuasin memiliki luas wilayah 11.832,99 km² dan terbagi menjadi 21 kecamatan. Kecamatan terluas adalah Kecamatan Banyuasin II dengan luas 3.494,48 km², sementara kecamatan terkecil adalah Kecamatan Karang Agung Ilir, yang hanya seluas 137,92 km². Secara administratif, Kabupaten Banyuasin terdiri dari 25 kelurahan dan 288 desa. Pada tahun 2023, Indeks Desa Membangun (IDM) Banyuasin tergolong dalam kategori Berkembang (70%). Desa dengan status mandiri mencapai 15,68%, desa maju sebanyak 70 desa, desa berkembang 200 desa, dan terdapat 5 desa yang berstatus tertinggal. Tidak ada desa yang tergolong sangat tertinggal.

Tantangan Lingkungan Hidup

Kabupaten Banyuasin menghadapi berbagai tantangan lingkungan, termasuk:

  1. Persampahan
  2. Degradasi gambut
  3. Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla)
  4. Perlindungan Taman Nasional Berbak Sembilang, yang memiliki luas 202 ribu hektar, hutan mangrove seluas 87 ribu hektar, dan kawasan hutan rawa air tawar serta gambut seluas 295,8 ribu hektar (13% dari total lahan gambut di Sumatera Selatan).

Pada tahun 2023, lahan gambut yang terbakar mencapai 439,2 hektar. Sebaran hot spot menunjukkan potensi Karhutla yang cukup tinggi di Kecamatan Pulau Rimau, Banyuasin I, Muara Padang, Tungkal Ilir, Muara Sugihan, serta kawasan gambut di sekitar Taman Nasional Sembilang.

Selain itu, topografi Kabupaten Banyuasin yang didominasi dataran rendah basah (80% dengan kemiringan 0–8%) meningkatkan risiko bencana lingkungan. Berdasarkan kajian risiko perubahan iklim oleh Kementerian Lingkungan Hidup, wilayah Banyuasin yang berbatasan dengan Pantai Timur Sumatera Selatan, seperti Selat Bangka, memiliki risiko sangat tinggi terhadap penggenangan pesisir. Risiko ini disebabkan oleh kombinasi kenaikan air laut, gelombang badai, dan fenomena La Niña, sehingga wilayah genangan tahunan mencapai 914.164,7 hektar.

Upaya Pilar Nusantara Sumsel

Melihat tantangan lingkungan yang beragam, Pilar Nusantara Sumsel (PINUS Sumsel) mengambil langkah strategis dengan menginisiasi adopsi skema Ecological Fiscal Transfer (EFT) untuk mendukung penyelamatan lingkungan hidup di Kabupaten Banyuasin.

1. Audiensi dan Sosialisasi Kebijakan EFT di Banyuasin

Pada 20 November 2023, PINUS Sumsel mengadakan audiensi dan sosialisasi kajian kebijakan EFT di Kantor Bappeda Banyuasin. Acara ini dibuka oleh Asisten II Bidang Pembangunan, Bapak Noer Yosefzaath, S.T., M.Si., dan dihadiri oleh:

  • Staf Ahli Bupati, Drs. Alamsyah;
  • Kepala Bidang Perencanaan Perekonomian SDA Bappeda, Pipi Oktorini, S.E., M.Si.;
  • Kepala Bidang Pengembangan dan Litbang Bappenda, Bapak Defri;
  • Perwakilan dari Dinas DPPKAD, PMD, dan Lingkungan Hidup.

Hasil diskusi menunjukkan bahwa Pemkab Banyuasin mendukung implementasi EFT, dengan menunjuk Pipi Oktorini sebagai PIC untuk pembahasan lebih lanjut.

2. Pendekatan Akademik dengan Universitas Sriwijaya

Pada 21 November 2023, PINUS Sumsel mengadakan capacity building terkait EFT bersama Pemkab Sumatera Selatan, dosen, dan mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya (Unsri), serta perwakilan Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Bangda). Acara ini berlangsung di Gedung Pascasarjana FE Unsri dan dihadiri oleh 90 peserta secara luring dan 125 peserta secara daring.

Acara dibuka oleh Wakil Dekan Bidang Akademik, Prof. Isnurhadi, Ph.D., dengan materi yang disampaikan oleh:

  • Muhammad Maulana, Program Manager PINUS;
  • Ahmad Taufik, Expert Consultant PINUS.

Tujuan kegiatan ini adalah meningkatkan pemahaman mahasiswa dan dosen tentang skema EFT, agar dapat menjadi penggerak implementasi EFT di masa depan. Upaya strategis melalui kolaborasi antara PINUS Sumsel, Pemkab Banyuasin, dan institusi akademik seperti Unsri diharapkan mampu memperkuat implementasi kebijakan EFT sebagai solusi keberlanjutan lingkungan di Kabupaten Banyuasin.

Koordinasi penyusunan agenda kerja bersama untuk visitasi kedaerah dan agenda kerja bersama penyusunan kajian indikator tatakelola Lingkungan Hidup

Pada tanggal 14 November 2023, Pilar Nusantara bersama Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah (Bangda) menyampaikan komitmennya terhadap adopsi Ecological Fiscal Transfer (EFT) di tingkat nasional maupun daerah, sebagaimana dirumuskan dalam workshop yang telah diadakan pada tanggal 28 Agustus 2023. Sebagai bentuk dukungan terhadap implementasi EFT di daerah, Pilar Nusantara bersama Kementerian Dalam Negeri mengadakan koordinasi untuk menyusun agenda kerja yang mencakup kunjungan lapangan (visitasi) ke daerah dan penyusunan kajian indikator tata kelola lingkungan hidup.

Koordinasi ini bertujuan memperkuat sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam implementasi skema EFT, yang meliputi:

  • TAPE (Transfer Anggaran Provinsi berbasis Ekologi)
  • TAKE (Transfer Anggaran Kabupaten berbasis Ekologi)
  • ALAKE (Alokasi Anggaran Kecamatan/Kelurahan berbasis Ekologi)

Pilar Nusantara memfokuskan implementasi EFT pada enam wilayah prioritas, yaitu:

  1. Kota Dumai (implementasi ALAKE)
  2. Kabupaten Aceh Besar (implementasi TAKE)
  3. Kabupaten Bulukumba (implementasi TAKE)
  4. Provinsi Jawa Barat (implementasi TAPE)
  5. Kabupaten Banyuasin (implementasi TAKE)
  6. Kota Pekalongan (implementasi ALAKE)

Pendekatan ini diharapkan dapat memberikan rasa dukungan yang kuat dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam mengadopsi skema EFT. Selain itu, kehadiran pemerintah pusat melalui Bangda bertujuan memahami situasi dan tantangan yang dihadapi daerah dalam implementasi EFT, sehingga dapat menjadi masukan berharga untuk pengembangan kebijakan EFT di Indonesia.

Pemerintah pusat, khususnya Bangda, merespons positif rencana tersebut dan menyatakan dukungannya. Bangda, bersama Pilar Nusantara, juga berkomitmen mendorong penyusunan Petunjuk Teknis (Juknis) Insentif Kinerja Berbasis Ekologi (IKE). Penyusunan Juknis ini menjadi salah satu langkah konkret untuk menunjukkan komitmen pemerintah pusat dalam mendukung implementasi skema EFT di berbagai daerah di Indonesia.

Audensi kajian peluang kebijkan ecological fiscal transfer kabupaten aceh besar

Pada tanggal 12 September 2023, Kabupaten Aceh Besar, yang berbatasan langsung dengan Kota Banda Aceh sebagai ibu kota Provinsi Aceh, menjadi salah satu wilayah penyangga utama. Dengan luas mencapai 2.903,50 km², sebagian besar wilayahnya berupa daratan, sementara sisanya merupakan kepulauan. Dari total luas tersebut, 95.029 hektare merupakan kawasan hutan lindung, dengan komposisi penggunaan lahan meliputi: 40% areal penggunaan lain, 32,7% kawasan lindung, dan 26% kawasan budidaya.

Secara administratif, Aceh Besar terdiri dari 23 kecamatan, 68 mukim, dan 604 gampong. Tantangan geografis yang dihadapi termasuk jarak gampong terjauh dari pusat ibu kota Jantho yang mencapai 106 km. Kabupaten ini juga memiliki Indeks Risiko Bencana (IRB) tertinggi di Aceh dan peringkat ke-9 di Indonesia, dengan potensi bencana seperti gempa bumi, tsunami, aktivitas gunung berapi, tanah longsor, banjir, dan kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Tantangan dalam pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup serta kebencanaan memerlukan kolaborasi antara pemerintah gampong dan mitra pembangunan kabupaten. (Sumber: Dokumen Rencana Pembangunan Aceh 2023–2026)

Oleh karena itu, diperlukan inovasi kebijakan berupa insentif fiskal berbasis ekologi yang mengacu pada kinerja pemerintah gampong. Kebijakan ini bertujuan meningkatkan kesadaran (awareness) dan memberikan apresiasi berupa insentif kepada pemerintah gampong atas kontribusi mereka dalam tata kelola lingkungan yang baik.

Sebagai langkah konkret, Pilar Nusantara bersama GeRak Aceh mengadakan audiensi terkait Program Inovasi Pendanaan Lingkungan Hidup untuk Kelestarian dan Kesejahteraan di Kabupaten Aceh Besar. Audiensi ini berfokus pada penerapan skema TAKE (Transfer Anggaran Kabupaten berbasis Ekologi). Dalam pertemuan tersebut, Pj. Bupati Aceh Besar menyatakan dukungan penuh terhadap implementasi skema EFT (Ecological Fiscal Transfer) di wilayahnya. Audiensi juga dihadiri oleh perwakilan satuan kerja perangkat kabupaten (SKPK) yang mendukung pelaksanaan program ini.

Dalam rapat tersebut, Pilar Nusantara bersama GeRak Aceh memaparkan rencana program, termasuk pengenalan tim program dan SKPK terkait, serta penyampaian timeline kerja untuk penyusunan kajian dan pendampingan teknis (technical assistance). Pj. Bupati Aceh Besar merespons positif rencana tersebut dan menegaskan pentingnya segera menyusun rencana aksi untuk mengadopsi skema TAKE di Kabupaten Aceh Besar.

F:\GeRAK Eskternal\PINUS\asessment\audiensi\WhatsApp Image 2023-09-12 at 10.24.36.jpeg

Audensi Pilar Nusantara Program Pengembangan Ecological Fiscal Transfer (EFT) Di indonesia

Pilar Nusantara bersama Ford Foundation menyatakan komitmennya terhadap isu lingkungan. Dalam menjalankan komitmen ini, terdapat program penyelamatan lingkungan yang disebut Ecological Fiscal Transfer (EFT). EFT merupakan “transfer fiskal antar pemerintah yang mendistribusikan kembali pendapatan pajak dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi ke tingkat yang lebih rendah, berdasarkan sejumlah indikator seperti populasi atau wilayah yurisdiksi yang relevan.”

Menurut Droste et al. (2017), Ecological Fiscal Transfers (EFT) mendistribusikan sebagian transfer fiskal antar pemerintah dan skema pembagian pendapatan sesuai dengan indikator ekologi.

Dalam sistem EFT, pemerintah di tingkat yang lebih tinggi mendistribusikan anggaran kepada pemerintah di tingkat yang lebih rendah berdasarkan skema indikator berbasis ekologis. Hal ini memberikan insentif kinerja bagi pemerintah daerah untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Insentif kinerja ini berfungsi sebagai instrumen evaluasi untuk memastikan anggaran yang diberikan sejalan dengan tujuan ekologis yang ditetapkan.

Melalui program Inovasi Pendanaan Lingkungan Hidup untuk Kelestarian dan Kesejahteraan, Pilar Nusantara berkomitmen untuk mengembangkan penerapan EFT di Indonesia, baik di tingkat nasional maupun daerah. Untuk mewujudkan hal ini, Pilar Nusantara membutuhkan dukungan dari berbagai instansi terkait. Sebagai langkah awal, audiensi dilakukan dengan Kementerian Dalam Negeri, khususnya Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah (Bangda). Hasil pertemuan tersebut menunjukkan bahwa Bangda sangat mendukung program ini dan berkomitmen membantu penerapan EFT di tingkat nasional maupun daerah.

Inisiatif Tranfer Anggaran Kabupaten berbasis Ekologis (TAKE) di Banyuasin

Gerakan inisiatif Transfer Anggaran Kabupaten berbasis Ekologis (TAKE) diperkenalkan kepada pemerintah Kabupaten Banyuasin melalui workshop yang diselenggarakan oleh Pilar Nusantara (PINUS) Sumsel di Hotel Wyndham Banyuasin pada tanggal 5 Desember 2019.  Workshop dihadiri oleh pejabat terkait di Pemerintah Kabupaten Banyuasin, yakni Kepala Bappedalitbang, Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa dan jajaran aparat Pemerintah Kabupaten Banyuasin.

PINUS mengundang pihak akademisi dari Fakultas Ekonomi Unsri dan Universitas Bina Darma, untuk sama-sama melakukan kajian terhadap inisiatif TAKE ini.  Pertemuan juga dihadiri oleh aktivis CSO di Sumsel, yakni Walhi, HaKi, Fitra, LBH Palembang dan Solidaritas Perempuan.

Berdasarkan simulasi perhitungan yang dilakukan oleh tim PINUS dengan dibantu oleh narasumber bapak Ahmad Taufik, mencatat bahwa pada 2019, total ADD yang dialokasikan sebesar Rp 95,8 Miliar dibagi berdasarkan alokasi dasar merata (85%) dan alokasi proporsional (15%).  Disamping juga pemkab Banyuasin mengalokasikan Rp 500 Juta untuk satu desa yang dipilih tanpa kriteria yang jelas.

Ini membuat ADD tidak adil dalam distribusinya, karena tidak mengacu kepada capaian kinerja yang dihasilkan oleh desa-desa tersebut.  Sehingga gagasan untuk memasukkan indikator kinerja dianggap urgen.

Untuk itu, terhadap ADD 2020 sejumlah Rp 117,9 MIliar, PINUS menawarkan konsep raport desa dengan berbasiskan kepada data capaian Indeks Desa Membangun dan dapat ditambah dengan indikator visi misi bupati lainnya.  Ada dua skema yang ditawarkan oleh PINUS, yakni mengalokasikan indikator kinerja sebesar 3% atau Rp 944,2 Juta atau mengalokasikan bantuan keuangan khusus kinerja Rp 500 Juta yang juga sudah ditetapkan sebelumnya.

Terhadap usulan ini, Kepala Bappedalitbang menyambut baik usulan ini untuk segera diimplementasikan bukan hanya dalam ADD, namun juga untuk penetapan pagu bagi Kecamatan dan UPTD, agar seluruh elemen pemerintah berpikir untuk menghasilkan kinerja.  Selain itu, kepala Dinas Lingkungan hidup menyarankan agar dalam penetapan indikator kinerja, juga memasukkan Karhutlah, Sanitasi dan Pengelolaan Sampah.  Karena ini 3 isu penting terkait lingkungan hidup di Banyuasin.

Kepala DPMD menjelaskan bahwa gagasan ini baik, namun perlu juga dipertimbangkan pemberlakukan PP No. 11/2019 terkait dengan kenaikan penghasilan tetap dari aparatur Desa.  Ini membuat ADD habis hanya untuk Siltap.  Namun ide untuk membuat raport desa sangat baik sekali untuk mengukur kinerja desa.

× Hubungi Kami Untuk Pemesanan