Menuju Pembangunan Kota Hijau, Pemko Dumai, Pilar Nusantara dan Fitra Riau Beri Penguatan Kapasitas dan Sosialisasi Pelaksanaan Penilaian Kinerja Kelurahan

Pilar Nusantara bersama dengan koalisi, Fitra Riau bersama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappedalitbang) Kota Dumai berkolaborasi menggelar acara Penguatan Kapasitas dan Sosialisasi Pelaksanaan Penilaian Kinerja Kelurahan di Kota Dumai, Kamis (28/12/2023). Kegiatan yang dilangsungkan di ruang pertemuan lantai II The Zuri Hotel itu, dibuka secara resmi oleh Wali Kota Dumai, H. Paisal dan diikuti Camat dan Lurah se-Kota Dumai. Koordinator Fitra Riau, Triono Hadi dalam keterangannya bahwa tujuan pelaksanaan penguatan kapasitas dan sosialisasi ini untuk memberikan pemahaman kelurahan dalam pembangunan lingkungan hidup dalam skema pelaksanaan kelurahan. “Kegiatan ini juga bertujuan untuk memberikan keterampilan kepada pemerintah kelurahan dalam mengidentifikasi kebutuhan dan penyusunan kebijakan, perencanaan program dan anggaran, penguatan kelembagaan dan penerapan inovasi kelurahan terkait lingkungan hidup, serta pemahaman pemerintah kelurahan terkait instrument penilaian kinerja kelurahan yang bermanfaat dan capaian kinerja kelurahan itu diberikan insentif fiscal berbasis ekologi,” ungkapnya.

Dengan menempatkan isu lingkungan menjadi prioritas pembangunan daerah, Pemko Dumai setidaknya sudah mengeluarkan dua regulasi untuk mendukung implementasi agenda prioritas pembangunan daerah yakni regulasi yang berkaitan dengan Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup (PPLH) yang di amanatkan dalam Perda 05 Tahun 2017 dan Perda Nomor 03 tahun 2021 tentang persampahan.

Hal ini kata Triono, menjadi pintu ruang untuk pemerintah kota dapat menerapkan skema EFT di Kota Dumai. Apalagi dalam uraian pasal 28 pada perda persampahan telah menguatkan bahwa pemerintah dapat memberikan penghargaan berbentuk insentif kepada lembaga/non lembaga, individu, kelompok dalam penanganan dan pengelolaan persampahan. Atas dasar itu kami mendorong EFT di Kota Dumai

Selain itu,tentunya agenda prioritas tersebut sesuai dan sejalan dengan perkembangan UU 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah yang mana Pemko Dumai juga telah menepatkan isu lingkungan hidup seimbang dengan pembangunan yang berorientasi kepada kebijakan ekonomi dan sosial,” tambah Triono.

Sementara itu, Wali Kota Dumai, H. Paisal menyebutkan, pada tanggal 1 Desember 2023 Pemko telah merubah Perwako Dumai nomor 89 tahun 2023 tentang perubahan kedua nomor 18 tahun 2021 tentang pedoman pelaksanaan kegiatan pembangunan sarana dan prasarana kelurahan dan pemberdayaan masyarakat di kelurahan. “Dengan adanya perubahan peraturan ini, pemerintah sudah mendukung pelaksanaan menuju pembangunan kota hijau secara kolaborasi yang diintegrasikan dengan kewenangan yang dimiliki kelurahan dalam mendukung percepatan pembangunan,” tuturnya.

Terakhir, melalui kegiatan ini, H. Paisal mengapresiasi dan mengucapkan terima kasih kepada Fitra Riau dan Pinus yang telah melakukan kerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri dibawah Direktorat Jendral Pembinaan Pembangunan Daerah yang didukung oleh Ford Foundation dalam rangka bersama-sama melakukan inovasi terkait pelaksanaan kegiatan sarana dan prasarana kelurahan dan pemberdayaan masyarakat di kelurahan.

“Mengingat pentingnya acara ini, kami meminta agar kepada Camat dan Lurah se-Kota Dumai untuk dapat mengikuti rangkaian kegiatan sosialisasi ini sampai dengan selesai untuk dapat memahami teknis penilaian kinerja kelurahan baik dari sisi konsep, pengisian instrument, mekanisme dan skema pengalokasian pagu indikatif dana kelurahan pada perencanaan tahun 2025 mendatang,” pungkas H. Paisal.

Kegiatan ini juga diperkuat dengan pemaparan materi “Pengembangan EFT Melalui Reformulasi Pendanaan Kelurahan untuk Pembangunan Berkelanjutan di Kota Dumai (penjelasan konsep, skema dan pengalokasian) oleh Koordinator Fitra Riau, serta Mekanisme Pelaksanaan Penilaian Kinerja Kelurahan (penjelasan perubahan regulasi dan tahapan penilaian) oleh Kepala Bappedalitbang Kota Dumai, Drs. Budhi Hasnul, M.Si yang dipandu oleh fasilitator Peneliti Manager Advokasi dan Riset Fitra Riau, Taufik.

Turut hadir Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Dumai atau yang mewakili, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Dumai atau yang mewakili, Kalaksa BPBD Kota Dumai, Kabag Tata Pemerintahan, Ade Wicaksono Sohles, S.STP. Hadir juga secara virtual Direktur Pinus selaku koalisi pendanaan lingkungan hidup, Dr. Rabin Ibnu Zainal.

Workshop Inovasi Kebijakan Insentif Fiskal Ekologi di Kabupaten Aceh Besar

Workshop Inovasi Kebijakan Insentif Fiskal Ekologi di Kabupaten Aceh Besar, Pada Kamis, 21 Desember 2023, Pilar Nusantara menyelenggarakan Workshop Inovasi Kebijakan Insentif Fiskal Ekologi di Kabupaten Aceh Besar bersama GeRak Aceh dan Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kemendagri. Dalam acara tersebut, Pinus menyampaikan hasil kajian kebijakan insentif fiskal ekologi di Kabupaten Aceh Besar. Presentasi kajian insentif fiskal di Kabupaten Aceh Besar mendapat respon positif dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Aceh Besar dan Penjabat (Pj.) Bupati Aceh Besar.Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kemendagri memberikan respons yang mendukung hasil kajian yang telah dilakukan oleh Pinus di Aceh Besar dan menyatakan dukungan untuk implementasi insentif fiskal ekologi di wilayah tersebut.

MoU KUPS dengan Mitra terkait dan Temu Regional Perempuan dan Generasi Muda Pengelola Perhutanan Sosial dan Terbentuknya Forum Penjaga dan Pengelola Hutan di Sumatera Selatan (FP3HISS)

Penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Perempuan dan mitra terkait, yang bertepatan dengan Temu Regional Perempuan dan Generasi Muda Pengelola Perhutanan Sosial, serta pembentukan Forum Penjaga dan Pengelola Hutan di Sumatera Selatan (FP3HISS), menandai momen penting dalam upaya pemberdayaan perempuan dan generasi muda dalam pengelolaan sumber daya hutan secara berkelanjutan. MoU ini akan memfasilitasi kolaborasi dalam berbagai aspek, seperti pelatihan, peningkatan kapasitas, dan pengembangan usaha berbasis hutan, sehingga dapat meningkatkan partisipasi perempuan dan pemuda dalam menjaga kelestarian hutan.

Dengan adanya FP3HISS, diharapkan tercipta sinergi yang kuat antar anggota untuk mendorong inovasi dan keberlanjutan, serta memperkuat kontribusi mereka dalam melindungi dan memanfaatkan sumber daya hutan demi kesejahteraan komunitas lokal.

Sejumlah Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) di Sumatera Selatan telah berhasil menghasilkan produk-produk unggulan, terutama kopi dan produk turunan kopi seperti parfum kopi, pengharum ruangan, lilin aromaterapi, dan masker kopi. KUPS-KUPS ini dibentuk oleh lembaga Pilar Nusantara (PINUS), utamanya di sejumlah kawasan di Semende, Kabupaten Muara Enim. Hasil karya berupa produk kopi, parfum, dan produk turunan kopi lainnya, yang dimotori oleh para perempuan desa tersebut, diangkat dalam talkshow Temu Regional bertajuk Perempuan dan Generasi Muda Pengelola Perhutanan Sosial di Hotel Grand Daira Palembang, Rabu (20/12/2023).

Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk Dirjen Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Pemprov Sumsel), Pilar Nusantara (PINUS), Ford Foundation, Pupuk Surabaya, serta sejumlah instansi lain yang turut berkolaborasi dalam talkshow dan penandatanganan MoU tersebut. Beberapa instansi juga turut menandatangani kerjasama, seperti MoU dengan PT Bukit Asam (PTBA) dan Universitas Sumatera Selatan (USS).

“Kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat dukungan dan kolaborasi dari berbagai pihak bagi pengembangan Kelompok Usaha Perhutanan Sosial Perempuan dan Generasi Muda (KUPS PGM),” ujar Direktur PINUS, Rabin Ibnu Zainal, M.Sc, Ph.D.

Rabin yang juga menjabat Wakil Rektor II USS menambahkan, Pilar Nusantara telah memberikan kontribusi di sejumlah provinsi di Tanah Air, seperti di Sumatera Selatan, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan sedang mengembangkan program ini ke Aceh dan Riau.

“Di Sumatera Selatan, LSM nasional PINUS telah berada di Semende sejak 2014. Banyak potensi dan kekayaan alam yang dapat diangkat ke tingkat nasional bahkan internasional, seperti produk kopi unggulan dan produk turunan kopi lainnya. Potensi besar ini melibatkan ibu-ibu perempuan dan generasi muda untuk ikut berkontribusi bagi bangsa dan negara,” ujar pria lulusan Singapura dan Filipina ini.

Pimpinan Pupuk Surabaya yang diwakili oleh Program Manager Heri Saputro memberikan apresiasi terhadap kegiatan yang dilakukan oleh PINUS Sumatera Selatan. Beliau mendorong agar kegiatan ini terus dilaksanakan, tidak hanya di wilayah Desa Semende, tetapi juga dikembangkan ke daerah-daerah lainnya yang memiliki potensi besar dalam kekayaan Sumber Daya Alam hutan tersebut.

Pj. Gubernur Sumatera Selatan, Agus Fathoni, M.Si, yang diwakili oleh Kepala Dinas Kehutanan Sumsel, Panji Tjahjanto, M.Si, dalam kesempatan ini mengucapkan terima kasih kepada PINUS dan sejumlah instansi terkait atas kontribusi nyata dalam membentuk KUPS-KUPS di Sumatera Selatan, khususnya di Muara Enim. Terlebih lagi, produk-produk yang dihasilkan oleh perempuan dan generasi muda tersebut sangat menarik dan memiliki nilai produk yang berkualitas.

“Terima kasih atas kontribusi terhadap pengembangan hutan di Sumatera Selatan. Kami di Pemprov Sumsel telah memberikan ratusan izin untuk lahan yang sangat luas, sekitar 451 hektar. Peran Pokja KUPS ini sangat penting dalam kontribusinya bagi Sumatera Selatan,” ujar Panji.

Sebelumnya, Pemprov Sumsel juga telah menjalin kerjasama dengan sejumlah perusahaan lain seperti PT Pusri dan Pertamina, dan ke depan akan memperluas kerjasama dengan PTBA yang juga memiliki izin luas dalam memanfaatkan hutan di Sumatera Selatan.

Dalam kegiatan tersebut, juga dilaksanakan talkshow yang menghadirkan narasumber serta KUPS-KUPS yang terlibat, dan ditayangkan video kegiatan KUPS-KUPS di hutan yang menjadi lokasi binaan PINUS beserta instansi terkait lainnya. Para peserta yang hadir dari berbagai daerah dan instansi, termasuk media massa dan perguruan tinggi, sangat antusias mengikuti kegiatan yang mengedepankan aktivitas merawat hutan, memperkuat kesetaraan, dan menjaga ketahanan pangan.

Audensi kajian peluang kebijkan ecological fiscal transfer provinsi jawa barat

Provinsi Jawa Barat terletak di bagian barat Pulau Jawa, berbatasan langsung dengan Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Tengah. Dengan luas wilayah 37.040 km², Jawa Barat dihuni oleh sekitar 49,94 juta jiwa, dengan kepadatan mencapai 1.348 jiwa/km². Secara geografis, wilayah ini terdiri atas dataran tinggi/pegunungan dan dataran rendah, yang membentuk sekitar 200 Daerah Aliran Sungai (DAS). Di bagian utara, provinsi ini berbatasan dengan Laut Jawa, sementara bagian selatan berbatasan dengan Samudra Hindia. Curah hujan rata-rata di Jawa Barat mencapai 2.000 mm per tahun, bahkan hingga 5.000 mm di beberapa daerah pegunungan.

Provinsi ini terdiri atas 27 kabupaten dan kota, dengan nilai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) mencapai 40 triliun Rupiah.

Tantangan Lingkungan Hidup

Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) pada 13 Juli 2023, Jawa Barat berada di posisi kedua untuk timbulan sampah terbesar di Indonesia, dengan total mencapai 4,05 juta ton pada tahun 2022.

Tingkat upaya penurunan emisi gas rumah kaca pada tahun 2021 tercatat sebesar 5,87%. Beberapa sektor seperti kehutanan, pertanian, dan transportasi berhasil melampaui target penurunan emisi. Namun, sektor energi dan limbah masih menghadapi tantangan dalam mencapai target tersebut.

Komitmen Pilar Nusantara untuk Lingkungan Jawa Barat

Pilar Nusantara Indonesia (PINUS INDONESIA) berkomitmen mendukung pelestarian lingkungan hidup di Jawa Barat melalui penerapan skema Ecological Fiscal Transfer (EFT) atau Transfer Anggaran Provinsi berbasis Ekologi (TAPE).

Pada 19 Desember 2023, Pilar Nusantara bersama Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah (Bangda) Kementerian Dalam Negeri mengadakan audiensi dengan Kepala Bappeda Provinsi Jawa Barat. Pertemuan ini membahas implementasi skema EFT TAPE di tingkat provinsi.

Kepala Bappeda menyambut positif kebijakan ini dan memberikan arahan kepada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait untuk mendukung penerapan skema tersebut. Langkah ini diharapkan dapat memperkuat upaya pelestarian lingkungan hidup di Jawa Barat, serta menjadi solusi inovatif dalam pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan.

FGD – Perumusan Indikator untuk Skema Transfer Fiskal Berbasis Ekologis

FGD – Perumusan Indikator untuk Skema Transfer Fiskal Berbasis Ekologis

Forum Group Discussion (FGD) ini didasari oleh hasil diskusi antara Pilar Nusantara dengan Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah (Bangda) SUPD 1 bidang Lingkungan Hidup. Pada tanggal 14 November 2023, disepakati perlunya sinkronisasi antara Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah (Bangda), Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (DJPK), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta 10 lembaga masyarakat sipil (CSO) dalam mendukung implementasi skema Ecological Fiscal Transfer (EFT) di Indonesia.

Hasil Diskusi Utama

  1. Masukan dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK):
    DJPK memberikan pandangan terkait alokasi anggaran untuk mendukung skema EFT melalui mekanisme:
    • TANE (Transfer Anggaran Nasional berbasis Ekologi)TAPE (Transfer Anggaran Provinsi berbasis Ekologi)TAKE (Transfer Anggaran Kabupaten/Kota berbasis Ekologi)ALAKE (Alokasi Anggaran Kecamatan/Kelurahan berbasis Ekologi)
    Menurut DJPK, penerapan skema EFT dengan mekanisme tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. DJPK juga merekomendasikan agar pemerintah daerah yang ingin menerapkan EFT memanfaatkan instrumen kebijakan Insentif Fiskal yang baru diluncurkan oleh Kementerian Keuangan. Hal ini bertujuan agar pemerintah daerah dapat memenuhi kriteria penilaian Insentif Fiskal sekaligus mengoptimalkan alokasi anggaran berbasis ekologi.
  2. Masukan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK):
    KLHK memberikan saran terkait indikator yang dapat digunakan sebagai instrumen penilaian dalam penerapan skema EFT di tingkat daerah. Indikator tersebut akan berfungsi sebagai pedoman yang dapat diadaptasi sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik masing-masing daerah.
  3. Kontribusi dari 10 Lembaga Masyarakat Sipil (CSO):
    Lembaga masyarakat sipil memberikan masukan terkait tantangan implementasi skema EFT di Indonesia, termasuk kendala regulasi, kapasitas teknis, dan koordinasi antar lembaga. Mereka menekankan pentingnya kebijakan yang mendukung pelaksanaan skema EFT secara efektif dan berkelanjutan.

Komitmen dan Hasil Akhir

Hasil rapat menunjukkan komitmen kuat dari KLHK, DJPK, Bangda, dan 10 CSO untuk mendukung implementasi EFT baik di tingkat nasional maupun daerah. Diskusi ini menghasilkan rancangan Petunjuk Teknis (Juknis) untuk penerapan skema EFT.

Petunjuk teknis ini bertujuan untuk:

  • Menyediakan panduan bagi pemerintah daerah dalam mengadopsi dan menerapkan skema EFT secara sistematis.
  • Memastikan pelaksanaan EFT di tingkat daerah dilakukan secara tepat dan sesuai regulasi.
  • Meningkatkan efektivitas alokasi anggaran berbasis ekologi untuk mendukung pembangunan berkelanjutan.

Dengan adanya sinkronisasi antar kementerian, dukungan lembaga masyarakat sipil, dan penyusunan petunjuk teknis yang komprehensif, diharapkan implementasi skema EFT di Indonesia dapat berjalan lancar.

× Hubungi Kami Untuk Pemesanan